Read More >>"> The Diary : You Are My Activist (#Birthday) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - The Diary : You Are My Activist
MENU
About Us  

#Birthday

Seperti biasa ia berjalan di sampingku dengan menggenggam tanganku seperti anak kecil, aku tersenyum kecil pasalnya aku baru tahu kebiasaannya yang seperti anak kecil ini, aku tak menyangka ia akan berbuat seperti ini -dia adalah seorang aktivis, dan ia melakukan banyak hal yang diluar perkiraanku-.


"Apa tempat kost mu jauh?" Tanyanya.
"Yaa lumayan.." jawabku mengira-ngira "sekitar 500 meter dari kampus"
"Benarkah?" Kagetnya, ia menatapku.
Aku mengangguk, "lewat sini.." aku mengarahkan telunjukku ke sebuah gang kecil yang remang-remang.
"Kamu serius?" Tanyanya, ia berjalan di depanku karena gang itu hanya muat untuk satu orang, walaupun bisa untuk berdua tapi akan sangat sesak dan sulit untuk berjalan.
"Hati-hati Juna.." kataku "ada beberapa lubang tak terlihat di depan sana" tambahku.
Kami berjalan menyusuri gang yang seperti labirin itu dengan hangat. Dengan aku menjelaskan ke kanan atau kiri ia harus melangkah.
Setelah berjalan selama sekitar sepuluh menit, aku memberitahukan bahwa tempat kost ku berada di depan gang diujung jalan.
"Berhenti di depan Juna.." kataku
"Depan?" Ia menoleh padaku, aku mengangguk.
"Disini?" Ia menunjuk pada rumah berpagar besi berwarna kuning bertuliskan Kost Bu Isa. Aku kembali mengangguk dengan senyumanku.
"Yaah..." dia berhenti berjalan lalu memegang kedua tanganku, dia menghadapku.
Aku menatap senyuman yang sedari tadi mungkin tersungging di bibir penuhnya itu.
"Kenapa?" Tanyaku
Ia menggeleng, ia menyentuh rambutku pelan.
Tiba-tiba saja aku berdebar, padahal ia pernah beberapa kali melakukan hal yang sama padaku.
Deg deg.... deg deg.... deg deg.... deg
"Ada serangga di rambutmu.." katanya.
"Hmm.." aku tersenyum lega.
"Febri.." ucapnya, ia menarik lenganku dan membenamkan kepalaku dalam dekapannya.
"Kenapa?" Tanyaku.
"Terima kasih..." bisiknya di telingaku.
"Iyaa.." kataku.
"Aku senang malam ini bisa berjalan bersamamu.." gumamnya.
"Aku juga.." jawabku, tanpa sadar kupeluk balik tubuhnya yang tegap itu lalu tersenyum.
"Sebenarnya.." dia melepaskan dekapannya "hari ini adalah ulang tahunku.." katanya.
Ya Ampun mana bisa aku tak tahu? Keterlaluan sekali kau Febri..!! Maki ku dalam hati.
"Mm.." aku tertunduk malu dan tak mampu untuk menatap Juna, aku tak tahu harus berbuat apa dan berkata apa. Aku bingung.
"Feb.." ia mengelus rambutku lembut "boleh aku minta sesuatu?" Tanyanya.
Aku masih terdiam, aku benar-benar malu. Aku tak bisa memberikan apapun di hari ulang tahunnya, aku bahkan tak tahu kapan tanggal ulang tahunnya.
"Febri?" Juna memanggilku, membuatku tersadar dari lamunanku.
"Eh?" Aku menatap Juna, ia masih tersenyum padaku, aku jadi berdebar "apa? Apa yang kamu mau.?" Tanyaku. Apa aku salah bicara? Oh! ayolaah..
Juna hanya tersenyum, ia mengaitkan anak rambutku ke cuping telinga kiriku. Ia menunduk dan berbicara diatas wajahku. Aku tertunduk dengan suasana yang sangat hening. Saking heningnya bahkan aku bisa mendengarkan deru nafas Juna yang tengah berbicara.
"Aku mau kamu lakuin sesuatu untuk aku.." katanya.
"Apa?" Tanyaku spontan. Upz! Ku gigit bibirku pelan.
"Tutup matamu.." pintanya.
"Eh?" Aku mengernyitkan keningku, bingung.
"Bagaimana?" Tanyanya.
"Mm.. hanya menutup mata 'kan?" Tanyaku.
Juna mengangguk mantap.
"Tidak akan diapa-apakan 'kan?" Tanyaku, hatiku menjadi bertanya-tanya dan mulai berpikir negatif pada Juna. 
Apa yang akan dia lakukan jika aku menutup mataku? Apa ia akan memberikan kejutan padaku? Eh, tapi jika kejutan, dalam rangka apa? Yang ulang tahun kan Juna..argh! Aku bingung..
Juna menggeleng, ia tersenyum "percayalah padaku.." katanya semanis mungkin, aarggh! Manis sekali senyumnya gertak hatiku.
Aku memejamkan mataku perlahan.
Suasana sangat hening, aku bahkan bisa merasakan deru napas dan detak jantungku sendiri.
"Mm.. Juna?" Panggilku, Aku mulai khawatir karena tak ada yang terjadi.
"Febri.." suaranya terdengar serak, perlahan tangannya menyentuh tanganku dan ia memakaikan sesuatu di tangan kiriku "buka matamu!" katanya.
Aku membuka mataku dan mendapati sebuah gelang manik-manik berwarna cokelat melingkar di tanganku. Kutatap wajahnya yang sumringah itu dengan tatapan tak percaya.
"Pakai itu kemanapun dirimu dan jangan dilepaskan.." pintanya.
Itu permintaannya?
"Baik" aku menyetujui dengan mudahnya, aku yakin akan bisa menjaga benda kecil melingkar ditanganku itu.
"Terima kasih.." katanya dengan wajah kalemnya, kedua tangannya yang dingin menempel di pipiku, mengelus-elus pipiku dengan gemas dan terkekeh.
"Aahh... sudahlaah" kataku gemas, kupegang kedua tangannya dan mengerucutkan mulutku.
Juna terkekeh kembali. Aku ikut tertawa. Sedetik kemudian wajahnya berubah menjadi serius "Febri.." panggilnya.
"Hm?" Aku ikut kaget dan menciut.
"Satu lagi.." katanya.
"Apa?" Aku menatapnya, Juna menatapku lalu perlahan-lahan memejamkan matanya.
Lho, Juna kenapa? Ada apa? Apa yang dia mau? 
Perlahan dia menundukkan kepalanya dan tersenyum. Aku hanya bisa menatapnya tanpa berkedip. 
Ah ya Tuhan! Aku suka Juna ya Tuhan..!!
Aku suka matanya yang terpejam, Aku suka bulu matanya yang tebal, Aku suka alisnya yang seperti ulat bulu, Aku suka rambutnya yang klimis, Aku suka hidungnya yang besar, Aku suka bibirnya yang penuh, Dan aku suka semuanya yang ada di diri Juna! 
Dia kekasihku!
Pengisi hatiku,
Pewarna hariku,
Penawar rinduku,
Penggenap ganjilku,
Pelengkap kekuranganku,
Dan pelipur laraku,
Yaa.. setidaknya dia seperti itu untuk beberapa bulan belakangan ini..
Juna semakin dekat dengan wajahku, jadi apa yang ia inginkan?
Deg deg... Deg deg.... Deg deg...
Apa yang harus aku lakukaaan??
Juna semakin dekat dan membuatku tertekan. 
Aarrggh! Apa dia ingin......

Chuupp!
Sekejap aku menutup mataku dan mengecup bibir Juna. Aku menutup wajahku malu dan bergumam tak tahan dengan hatiku yang ingin meledak membuncah tak karuan.
Apa aku salah?
Argh Febri.. ini gila! Kenapa kau senekat itu? Apa yang dipikirkan oleh Juna tentang aku? Habislah aku..
Aku bahkan baru mengenal Juna 4 bulan ini.. Perempuan macam apa kau ini Febri?
Aku tak berani membuka tanganku dan melihat Juna. Namun tak dapat aku pungkiri jika aku masih merasakan hangat dan lembut bibir penuh Juna ketika ciuman sekejap itu.
Hening. Semuanya hening.
Tak ada sepatah kata pun yang aku dengar saat ini. Kucoba membuka mataku perlahan dan kuturunkan tanganku. Kulihat Juna yang masih menunduk dan terpejam dengan sebuah senyuman. Rasanya wajahku panas sekali, menjalar lalu ke seluruh tubuhku. Darahku rasanya mendidih di ubun-ubun.
Aku terdiam menatap Juna, memikirkan apa yang sebenarnya Juna pikirkan, dan memikirkan tentang perasaan hatiku saat ini yang kacau balau. Perlahan Juna membuka matanya, ia berkedip-kedip dan memperlihatkan bulumatanya yang tebal beradu.
Aku memalingkan wajah merasa malu dengan apa yang kulakukan pada Juna beberapa saat lalu.
"Febri.." panggilnya, tangan besarnya mengelus pipiku dan menghadapkan wajahku kepadanya.
Aku melemas dan menatap Juna yang tengah menatapku menggoda.
"Good job.." gumamnya "terima kasih.."
Aku mengangguk dan meleleh memperhatikan tingkah Juna.
"Mm.. kamu malu ya?" Tanya Juna sembari terkekeh memperhatikanku.
Aku hanya bisa merengut kesal, kupukul kecil tangannya "Ahh.. rese!"
"Hihihihiii..." tawa Juna pecah, ia memelukku lembut, ia mengelus lembut punggungku. Kebiasaan barunya "Aku serius.." katanya.
"Apa?" Tanyaku.
"Gelang ituuu" ujarnya
Aku mengangguk.
"Coba ucapkan" pintanya.
"Apa?" Heranku.
"Ulangi kata-kataku.." pintanya "aku berjanji akan menjaga gelang dari Juna sampai kapanpun" 
"Harus ya?" Tanyaku, aku memonyongkan mulutku.
Juna mengangguk mantap "Kamu mau kan?" Tanya Juna.
"Aku berjanji akan menjaga gelang dari Juna sampai kapanpun" kataku.
Juna tersenyum, ia melingkarkan kedua tangannya dipinggangku, merangkulku dengan lembut. Kurasakan hangat menelusup sela-sela kulitku dan deru napasnya dapat kudengar dengan jelas, tak sadar aku mendesah pelan dalam pelukan nyamannya.
"Emmhh.." aku tak dapat menahannya, suaraku tiba-tiba berubah. Entah apa yang ada dalam diriku yang sekarang.
"Akan kupegang janjimu malam ini Feb.." katanya "kamu takkan pernah menghilangkan atau merusak gelang itu...benar?"
Aku mengangguk.
"Nah.. sudah malam.." Juna mengisyaratkanku untuk masuk ke dalam kost.
Aku mengangguk dan melambai pamit padanya, "terima kasih Juna.."
Ia mengangguk dan tersenyum, lalu iapun menghilang dalam kegelapan gang itu.
Sesampainya di kamar kost, kurebahkan tubuhku diatas kasur dan kupejamkan mataku. Sekilas bayangannya hadir dalam ingatanku, senyumnya, tawanya, manjanya, dan semua tentangnya terekam dalam memori. Aku terkekeh sendirian dan aku merasa jadi orang gila. Huh..
Ddrrrtt ddrrrttt
Ponselku berbunyi dan kulihat layarnya, sebuah pesan dari Juna.
"Udah malem, sleep well Bintangku.."
Aku tersenyum lalu mengerutkan keningku. Bintang? Bintang itu aku? Kenapa Bintang?
Segera ku ketik balasan untuknya.
"Yaa.. terimakasih mm.." Kugantung kata-kataku di pesan itu. Beberapa saat kemudian Juna membalas pesanku.
"Mm? Knapa?"
Langsung saja aku tanyakan "Bintang itu..."
Dalam beberapa detik balasannya muncul di layar ponselku
"Kamu.."
Dhegh!
Aku? Benar-benar aku?
Aku tertawa kecil menanggapi pesan Juna itu. Lalu akupun membalasnya dengan sebuah pertanyaan, karena aku penasaran. "Kenapa..? lho?"
Triing!
Kuterima balasan darinya "Aku ingin memanggilmu seperti itu saja.. ketika tadi kita bersama, aku melihat langit yang bertabur bintang.. apa tidak boleh?"
Aku mengetik sembari menggeleng seolah berada di hadapannya  "Ahh.. tidak apa-apa.. tapi.."
"Kenapa?" Sepertinya Juna penasaran.
"Aku tak tahu harus memanggilmu apa?" Balasku
"Panggil saja Candra"
"Candra?"
"Yaa.. Candra berarti bulan, karena kamu Bintang maka aku akan jadi teman untuk Bintang itu.."
Cukup logis, baiklah.. Aku terkekeh membalas pesan itu. "Baiklah.. sleep well too, Candraku.."
Hmm.. Bintang? Candra? Panggilan yang bagus, hihii.. aku suka!
Kumatikan layar ponselku dan bersiap-siap untuk tidur, kumatikan lampu dan berselonjor di tempat tidur. Kebiasaan baruku adalah mengingat Juna sebelum tidur, hahaa. Tak dapat dipungkiri, Juna memang mampu menyita perhatianku akhir-akhir ini. Ku panjatkan do'a-do'a sebelum aku memejamkan mataku, ku sebut namanya dalam banyak harapanku, dan ku ingat kembali kenangan-kenangan tentangnya.
Tubuhku sepertinya sudah sangat lelah karena mataku sudah sangat mengantuk dan meminta untuk dipejamkan, ku tarik selimut itu hingga menutupi tubuhku lalu kututup mataku untuk istirahat malam ini.
Selamat malam Juna.. selamat malam Candraku..    
Terima kasih Tuhan karena menghadirkan Juna untuk warnai hari-hariku.

Ddrrrrttt ddrrtt
Belum juga aku tertidur, handphoneku kembali bergetar. Kulihat layarnya dan ternyata sebuah pesan aneh dari nomor tak dikenal.
"Jangan dekati Junaku! Dasar gadis jalang!"
Aku mengerutkan dahiku 
Apa-apaan ini..? 
Apa?

*******
    

How do you feel about this chapter?

0 1 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (3)
  • nuratikah

    Romantiiiiiiissssss si Juna itu ya....
    Berkunjung balik ke ceritaku juga ya.

    Comment on chapter #Prolog
  • Chaelma

    @Ardhio_Prantoko wahhh makasih kak, aku juga kemaren udah ikutin saran kakak, dan ngedit banyaaak hehe.. makasih saran waktu kmaren ya kak 😊

    Comment on chapter #Flashback
  • Ardhio_Prantoko

    Kayak kisah nyata ya. Save dulu, mau aku baca habis. :D

    Comment on chapter #Flashback
Similar Tags