Keesokan paginya, setelah mengantar kue – kue jualan ibunya di kantin, Rosaline celingak – celinguk di depan ruang kelas sebelas, memberanikan diri mencari Grey. Tapi ternyata Rosaline harus kecewa hari itu, sampai bell masuk berbunyi, sosok Grey tidak juga muncul.
“ Hai, Rosaline...Sedang mencari siapa?” tiba – tiba ada yang menegur Rosaline ketika gadis itu hampir berlalu dari depan ruang kelas sebelas.
“Eh bang Danni...Maaf, aku sedang mencari Grey...” sahut Rosaline dengan semburat merah merona pipinya. Danni, siswa kelas sebelas yang rupawan langganan kue jualan ibu Rosaline, yang aslinya sih mempesona Rosaline karena sering membantu dirinya, Sheila dan Tika mengerjakan PR Matematika di rumah Sheila secara Danni adalah abangnya Sheila.
“Grey? Ohya anak baru itu ya? Sepertinya dia tidak masuk hari ini, ada yang mengantarkan surat izin Grey tadi.” jawab Danni ramah.
“Ooh...” Rosaline hanya mengangguk – angguk. “Ya sudah, kalau begitu aku masuk kelas dulu ya bang....Thanks yaa!”
Rosaline berlari masuk ke dalam kelas sambil bertanya – tanya dalam hati kenapa Grey tidak masuk hari itu.
“Hayooo kenapa kamu ke kelas sebelas? Aku tau lhoo...” tegur Sheila sambil mengedip – ngedipkan mata pada Tika ketika melihat Rosaline baru saja meletakkan tas sekolahnya dan duduk di kursinya.
“Ehm, ehm, yang kemarin baru dapat puisiii...” tambah Tika sambil cekikikan. Rosaline mendelik pada teman – temannya. Jelas – jelas Sheila pasti sudah menceritakan pada Tika tentang puisi dari Grey.
“Memangnya kalau aku mencari Grey, terus kenapa?” balas Rosaline sambil mrncibir.
“Hei, Tik, masih ingat nggak kamu? Sepertinya kemarin ada yang bilang tak akan mau dengan orang yang sok dan kurang ajar, terus ada yang bilang sampai matipun tidak akan mau jadi pacarnya....” Sheila seolah berbicara pada Tika, tapi tujuannya jelas – jelas Rosaline.
“Memang aku tak mau, siapa bilang aku mencari Grey karena mau pacaran! Aku mencari Grey karena dia ternyata sahabat karibku waktu aku TK dan SD, paham?” tukas Rosaline membuat Sheila dan Tika terbelalak.
“Haa? Sahabat karibmu waktu TK dan SD?!” kata Sheila surprise.
“Iya, sudah sembilan tahun lamanya kami tak bertemu, aku hampir – hampir tak mengenali kalau tak ada puisi kemarin yang mengingatkan aku, yang membuat aku jadi yakin dia Grey sahabatku dulu” terang Rosaline.
“Ooh...” Tika mengangguk – angguk. Sheila ikut – ikutan mengangguk. Tapi percakapan mereka tak bisa dilanjutkan karena bu Rahma guru kesenian masuk ke dalam kelas, tanda pelajaran pertama akan dimulai.
************
Tiga hari Rosaline mencari Grey di sekolah, tapi Grey belum juga masuk. Rosaline bertanya – tanya, apakah Grey sakit? Danni yang menjadi tempat bertanya Rosaline, selalu menjawab ‘tidak tau'. Penasaran juga Rosaline dibuatnya, tapi gadis itu tidak berani mencoba mencari Grey ke rumahnya yang lama, yang Rosaline sendiri tidak yakin apakah keluarga Grey masih tinggal di situ atau tidak setelah sembilan tahun di Amerika. Akhirnya Rosaline memutuskan untuk menunggu saja kemunculan Grey di sekolah.
“Kenapa sih dek?” tanya kak Reyna melihat Rosaline duduk di ayunan depan rumahnya sore itu sambil berulang kali memandang ke rumah mewah yang ada di seberang rumah mereka.
“Rumah lama Grey kelihatan sepi saja ya kak?” sahut Rosaline.
“Kan sudah lama kosong sejak keluarga pak Darmawan pindah ke Amerika dulu...”
“Tapi kan Grey sudah....”
“Katamu, kamu belum ketemu Grey yang di sekolah mu? Jadi belum pasti kan itu Grey sahabatmu dulu?”
“Iya sih kak. Tapi kalau dilihat dari foto sih aku yakin itu Grey...Tapi yah memang belum pasti sih sebelum ketemu betul dengan orangnya.”
“Penasaran ya?”
“Iya kak, bikin penasaran saja, mana sudah tiga hari Grey tak masuk sekolah, kemana ya dia?”
“Sakit mungkin?” duga kak Reyna. Rosaline mengangkat bahu.
***********
Tanggal 14 yang ditunggu – tunggu semua siswa dan siswi di SMU Harapan Bangsa pun tiba. Rosaline begitu berdebar hari itu karena dirinya yang mendapat peran utama menjadi Putri Salju pada pertunjukan teater sekolahnya itu akan berpasangan dengan Danni abang Sheila dari kelas sebelas yang kebagian peran jadi pangerannya! Rosaline memang diam – diam terkagum – kagum dengan abang Sheila itu, pintar, juara kelas, jago basket, ganteng lagi! Beruntung benar Sheila punya abang seperti itu, batin Rosaline. Dan yang lebih beruntung lagi ( hehehe ), dia yang harus menari dan menyanyi dengan bang Danni di pentas teater. Dan itu merupakan suatu kebanggaan tersendiri buat Rosaline.
Rosaline berusaha memainkan perannya sebaik mungkin menjadi Putri Salju yang cantik dan ceria, menari – nari lincah bersama tujuh manusia kurcaci – yang diperankan oleh Tika dan teman – teman lainnya - di atas pentas. Rosaline mau tak mau harus berterima kasih juga pada Sheila yang sudah dengan sukses mendaftarkan dirinya ikut pertunjukan teater ini tanpa bilang – bilang dulu padanya. ( hehehe ). Sheila pun tadi begitu bagusnya membacakan puisi ciptaannya di bagian acara lomba puisi yang diadakan sebelum acara pertunjukan teater.
Disela – sela akting teaternya, Rosaline melirik ke arah penonton, yang terdiri dari bapak kepala sekolah, para dewan komisaris sekolah, para guru dan siswa – siswi SMU Harapan Bangsa yang memenuhi ruangan besar aula sekolah. Suara riuh – rendah tepukan dan suara tawa penonton membahana melihat polah lucu tujuh kurcaci yang kocak. Penonton hening mencekam saat Putri Salju Rosaline dikejar – kejar nenek sihir jelmaan Ratu jahat – yang diperankan oleh kak Fita, teman sekelas bang Danni. Rosaline menikmati suasana itu. Matanya menyapu keseluruh aula dengan penuh suka – cita.
“Oh tidak!” tiba – tiba Rosaline terpekik di luar dialog naskah teater, membuat nenek sihir Fita mendelik kaget.
“Ros....Dialog, dialog...” desis nenek sihir Fita mengingatkan. Rosaline merah padam berusaha menguasai diri kembali ke dialog. Tapi gadis itu tak bisa mengalihkan pandangan dari puluhan penonton yang memenuhi aula itu, diantara keramaian itu, Rosaline tiba – tiba melihat sosok Grey berada diantaranya! Grey yang sudah hampir lima hari ini dicarinya, Grey yang sudah hampir lima hari tak kunjung masuk sekolah dan sekarang muncul di aula itu bagai hantu. Oh kenapa pertunjukan teater ini lama sekali? Rutuk Rosaline di dalam hati, tak sabar dia ingin bertemu dengan Grey.
Kurcaci masih menyanyi sedih saat Putri Salju Rosaline jatuh pingsan karena memakan apel beracun pemberian nenek sihir Fita. Pangeran Danni masih berputar – putar ‘di hutan' mencari Putri Salju Rosaline. Beuh, Rosaline sudah kesemutan terbaring di pembaringan penuh bunga menunggu sang pangeran. Rosaline yang tadinya sangat bersemangat dengan pertunjukan teater itu kini mendadak gerah ingin cepat – cepat menyelesaikan pentas itu dan berlari turun menjitak ( eh? ) Grey yang sudah membuatnya senewen dari awal bertemu, apalagi setelah tau bahwa Grey adalah sahabat karibnya yang sudah ditunggunya selama sembilan tahun! Ingin terbang rasanya Rosaline menemui Grey.
Putri Salju Rosaline masih menutup matanya di pembaringan bunga itu ketika akhirnya ( fiuh...) pangeran Danni datang berlutut di sampingnya. Rosaline berdebar karena pada adegan terakhir teater itu, pangeran Danni akan mencium kening Putri Salju Rosaline dan membuatnya tersadar dari pengaruh apel beracun itu.
Rosaline merasakan kecupan hangat di keningnya, kecupan itu cuma beberapa detik, tapi cukup membuat Rosaline panas – dingin dibuatnya. Apalagi ketika Rosaline membuka matanya dan langsung berhadapan dengan tatapan lembut bang Danni yang masih berlutut disampingnya dengan kostum pangeran nya. Bang Dani mengulurkan tangannya mengajak Rosaline bangkit. Dingin tangan Rosaline menggenggam tangan bang Danni. Keduanya berdiri dan kemudian Putri Salju dan Pangeran menari dan bernyanyi bersama tanda pentas teater itu berakhir.
Tepukan tangan penonton belum lagi habis terdengar, Rosaline dengan masih mengenakan kostum Putri Saljunya sudah berlari menerobos keramaian penonton.
“Rosaline! Mau kemana?” panggilan bang Danni sia – sia terdengar, Rosaline sudah menghilang dari pandangan. Gadis imut – imut itu celingak – celinguk mencari sosok Grey. Tak ada di dalam aula, Rosaline mencari keluar bangunan aula.
“Oh itu dia!” pekik Rosaline tertahan begitu melihat sosok Grey di pelataran parkir sekolah. Grey tampak sedang mendorong motor Kawasaki Ninja nya keluar dari deretan motor – motor lain dan kemudian menaikinya. Tampaknya pemuda itu akan pergi. Rosaline tak mau kehilangan kesempatan bertemu Grey. Gadis itu berlari mendekati Grey. Kemunculan Rosaline membuat pemuda itu terjengah.
“Hey, what's up?” Grey meletakkan helm kembali yang tadinya hendak dipakainya.
“Eh...Anu...Grey?” sesaat Rosaline tergagap tak tau bagaimana hendak memulai percakapan. “Apakah kamu...Kamu...”
“What do you want, girl? Ada yang penting?” tanya Grey dengan logat Amerikanya yang terdengar arogan, membuat Rosaline jadi tambah gugup.
“Anu, Grey....Apakah kamu...Apakah kamu...”
“Apakah aku yang dulu sudah membuat kue – kue ibumu habis?” sambung Grey membuat Rosaline nyaris pingsan mendengarnya. Gadis itu ternganga melihat tiba – tiba Grey tersenyum lebar.
“Grey!!” pekik Rosaline tak dapat menahan diri lagi. “Itu benar kamu?! Grey gendut sahabatku dulu?!”
Grey tertawa.
“But now I am not your fatty boy anymore...Aku sudah langsing, you know?” pemuda itu turun dari motornya.
“Ya Tuhan! Grey!!” Rosaline tak terasa spontan meraih tangan Grey dan Grey membalas menggenggam tangan Rosaline erat – erat. Lama mereka saling berpandangan, saling melepas rindu, saling berusaha mengenang kembali masa – masa indah mereka dulu, sembilan tahun yang lalu.
“Rosaline...Butterfly kecil...Kamu sekarang cantik sekali...” kata Grey sambil membelai wajah Rosaline, membuat gadis itu tersipu malu.
“Grey dudul, kenapa kamu tak mengabariku dulu kalau kamu sudah pulang dari Amerika?” tanya Rosaline kemudian. “Kenapa sih harus pakai puisi segala? Ngomong saja kek langsung kenapa?”
Grey cuma mengangkat bahu. Sesaat pemuda itu tampak bingung menjawab pertanyaan Rosaline.
“Rasanya jawabannya sudah ada dalam puisi itu kan?” sahut Grey.
“Haa?” Rosaline yang telmi berusaha mengingat – ingat dan mencerna isi puisi Grey. Pemuda itu tampaknya tak sabar melihat Rosaline kelamaan berpikir, Grey naik ke motor Kawasaki Ninja nya.
“Listen, butterfly kecil, kita cari tempat yang lebih nyaman yuk untuk mengobrol?” ajak Grey.
“Haa?”
“Oh c'mon! What is Haa meant? Ayo cepat naik?” Grey tertawa melihat jawaban Rosaline yang cuma ‘haa?’ berulang kali.
“Tunggu, aku masih menggunakan kostum teaterku.” kata Rosaline tiba - tiba menyadari dia masih mengenakan kostum Putri Saljunya. ”Aku ganti dulu ya?”
“Pakai kostum itu juga it’s Ok, kamu tetap cantik kok.” kata Grey tertawa. Rosaline cuma mendelik pada Grey sambil berlari masuk ke aula lagi, ke ruang ganti dibelakang panggung teater, dimana dia meninggalkan baju seragam dan tas sekolahnya.
Di ruang ganti itu, Rosaline bertemu Tika yang juga sedang berganti pakaian.
“Kemana kamu tadi? Dicari bang Danni tuh? Lupa ya? Kita kan mau ditraktir bang Danni di kantin, sebagai syukuran selesai pentas tadi.” kata Tika mengingatkan.
“Wah aku lupa. Tapi aku nggak ikut saja deh, sampaikan permintaan maafku dengan bang Danni ya?” kata Rosaline.
“Lho kok?” Tika heran.
“Aku lagi ada urusan penting nih...Urgent! Mendadak! Darurat!” jawab Rosaline sembarangan, sebelum gadis itu buru – buru membereskan barang – barangnya dan pergi keluar ruang ganti segera setelah selesai berganti pakaian, meninggalkan Tika yang terheran – heran.
Rosaline berlari ke pelataran parkir lagi, tempat Grey menunggunya. Pemuda itu tampak masih duduk di atas motor Kawasaki Ninjanya.
“Kita kemana, Grey?” tanya Rosaline sambil naik keboncengan motor Grey.
“Ke taman dekat rumahmu, ok? Aku masih ingat tempat itu, dulu kita sering kesana kan?” sahut Grey.
Hari itu hari ulang tahun sekolah, kegiatan belajar memang sengaja diliburkan. Siswa – siswi bebas pulang cepat setelah selesai acara.Motor Kawasaki Ninja H2R Grey baru melintas keluar pelataran parkir sekolah, bersama Rosaline diboncengannya ketika Danni muncul dari arah bangunan aula. Siswa kelas sebelas, abang Sheila, itu seperti terjengah menyaksikan kepergian Rosaline dengan Grey. Ada ekspresi yang sulit ditebak pada raut wajah Danni.
Rosaline dan Grey tiba di taman bunga yang terletak tak jauh dari rumah Rosaline dan rumah lama Grey. Kedua remaja itu memasuki taman yang masih sepi itu, setelah Grey memarkir motornya.
“Butterfly kecil...Kamu masih ingat nggak?” kata Grey sambil memandang Rosaline.
“Apa? Ingat apa?” Rosaline membalas pandangan itu dengan penasaran.
“Tulisan itu...Yang kita ukir...Sebelum aku ke Amerika... “ Grey menarik tangan gadis itu, mengajak berlari, seolah tak sabar, mencari – cari sesuatu diantara pepohonan besar yang ada di taman itu, sebelum akhirnya berjongkok di depan pohon beringin tua. Rosaline tercengang, menyaksikan Grey membersihkan batang pohon beringin tersebut memperlihatkan sebuah ukiran gambar hati yang dibuat secara serampangan dan didalamnya bertuliskan :
‘Grey – Rosaline, setia dalam susah dan senang.’
Keduanya tertawa melihat tulisan itu, terbayang oleh mereka saat mereka masih berusia 7 – 8 tahun bersusah – payah mengukir kata – kata ikrar persahabatan itu, yang kata – katanya jelas – jelas mereka ambil dari film - film kartun Jepang yang pernah mereka tonton dulu.
“Ah, masih ada saja tulisan itu, kamu kok bisa ingat, Grey?” komentar Rosaline geli. “Aku saja yang tinggal disini, sudah hampir lupa...”
Grey tersenyum.
“Of course, I will never forget this...” jawab pemuda itu. ”Karena itukan janji kita...”
Janji kita. Kata - kata itu seolah menyegarkan ingatan Rosaline pada sembilan tahun yang silam, saat hari terakhir dirinya bermain dengan Grey di taman itu sebelum kepindahan Grey ke Amerika, betapa dia menangis takut Grey lupa akan dirinya setelah pindah kelak, betapa Grey berusaha menghiburnya berjanji tak akan lupa, dan mengatakan akan mengukir ikrar persahabatan di pohon beringin itu. Sekarang Rosaline cuma bisa tersenyum geli, mengingat mereka berdua lalu mengucapkan ikrar itu bersama - sama sebagai tanda setia.
Kedua remaja itu kemudian duduk di bangku taman sambil menikmati minuman dingin yang mereka beli di tukang jualan minuman yang ada di depan taman, mengobrol, mengingat kembali kenangan – kenangan masa kecil mereka sembilan tahun yang lalu. Yah, sembilan tahun, akhirnya mereka mendatangi taman itu lagi seperti dulu. Tapi bunga – bunga taman itu jelas yang bukan bunga yang dulu, dan kupu – kupu yang berterbangan pun sudah pasti bukan kupu – kupu yang dulu, semua sudah berganti, seperti sosok Grey yang diam – diam sedang diperhatikan Rosaline. Raut wajah Grey sungguh berbeda dengan raut wajah Grey yang dulu, seingat Rosaline, Grey dulu selalu ceria, lucu, seolah tak ada kesedihan disana. Tapi sekarang? Gadis itu melihat wajah Grey yang pucat, dengan warna kehitaman menghiasi bawah matanya, seperti orang yang kelelahan, kurang tidur. Begitu suramnya wajah itu. Rosaline teringat kalau Grey sudah lima hari tak masuk sekolah kemarin. Sakitkah dia?
“Ohya, Grey? Kemana kamu lima hari kemarin? Aku mencarimu lho? Kamu sakit?” tanya Rosaline.
“Yeah..” Grey menjawab singkat.
“Ooh...Apa tidak sebaiknya kamu segera pulang dan istirahat? Sepertinya kamu capek ya?” kata Rosaline kuatir.
“Ah tidak, I am just alright. Sudah sembuh!” Grey memandang Rosaline sambil tersenyum. “Santai saja...By the way apa kabar ibumu? Masih jualan kue?”
“Masih, kenapa? Sudah kangen yaa dengan kue buatan ibuku?” Rosaline terkikik.
“Sudah kangen mau menghabiskan sampai satu toples lagi...” sahut Grey sambil tertawa. Rosaline ikut tertawa.
“Ajak mama mu datang ke rumahku, Grey, kan dulu ibu ku dan mamamu juga berteman baik, sering menemani kita main di taman ini, Ibu juga pasti ingin bertemu dengan mamamu.” usul Rosaline teringat dengan mama Grey yang cantik dan ramah, yang meskipun dia berasal dari keluarga kaya tapi tidak pernah bersikap arogan dan mau bergaul dengan kalangan mana saja. “Eh kamu tinggal dimana sekarang kok kayaknya rumahmu yang dulu sepi – sepi saja?”
"Kami sudah tak tinggal di rumah itu lagi. Papa membeli rumah baru, lagipula aku pun tak mau tinggal disitu lagi karena banyak kenangan tentang mama di rumah itu...." sahut Grey datar.
"Kenangan tentang mamamu? Maksudnya?" Rosaline tak mengerti.
“Mamaku...” mata Grey jauh memandang ke depan ketika mengatakan itu, tampaknya sangat enggan terucap dari mulutnya. “Mamaku sudah meninggal ketika aku berusia 10 tahun...”
“Innalillahi wa inailaihi rojiun...” Rosaline mendekap mulutnya kaget. “Aku benar – benar tak mengira, aku turut berduka cita, Grey! Mamamu meninggal karena sakit?”
“Bukan...”
“Karena apa? Kecelakaan?”
“Bunuh diri...”