Dengan alasan akan melakukan wawancara, mereka bertiga berhasil masuk ke dalam gedung School Art. Satu jam mereka berhasil menelusuri setiap sisi di tempat ini. Begitu sampai di dalam, kesibukan luar biasa tampak di setiap sudut School Art. Panitia yang berlari-lari, rombongan yang menunggu giliran, wawancara-wawancara kecil yang cukup menghalangi jalanan, dan lalu lalang tiada henti dari kesibukan para pegawai dan kru. Semua ini tidak lain adalah persiapan untuk acara pentas pertunjukkan nanti malam. Meski demikian ketiganya mencoba fokus pada tujuan utama mereka seperti yang sudah direncanakan, bertemu dengan Lollipop. Misca dan Okka akan mencari keberadaan Kak Davine, Kak Terra, dan yang lainnya, sementara Allexa melakukan wawancara terhadap para juara kompetisi musik tahun lalu, ada Lollipop sang juara pertama, F-Five di posisi ke dua, dan Quartet di posisi ke tiga. Allexa berhasil mewawancarai F-Five dan Quartet, kecuali Lolllipop. Hanya saja, memang mereka tidak berhasil menemukan keberadaan Lollipop di sana. Misca kemudian mengajak Okka mencari keberadaan Lollipop. Hasilnya, mereka terpaksa mencarinya mulai dari gedung utama, auditorium yang super megah, gedung pertemuan khusus, dan beberapa studio musik yang dijadikan sebagai tempat kegiatan les musik. Namun hasilnya nihil.
Waktu sudah menunjukkan pukul empat sore. Okka, Allexa, dan Misca masih berdiri di bawah pohon rindang di tepi jalan besar. Seragam identitas SMA berwarna biru muda cukup menyita perhatian setiap orang yang berlalu lalang di sana. Gerak-gerik mereka menunjukkan bahwa aktivitas pengamatan pada pengamatan terhadap bangunan megah di depan sana belum berakhir. Mereka menunggu-nunggu waktu kemungkinan menjumpai Lollipop. Membayangkan salah satu dari mereka akan menampakkan diri. Nyatanya mereka justru semakin mengamati bagian bangunan megah dengan papan nama lumayan besar di gedung bertuliskan SCHOOL ART.
Allexa menghela napas melepas penat. Berbeda dengan kedua Okka mapun Misca, perhatiannya kini tertuju pada hasil wawancara di tangannya. Hari ini dia berhasil mewawancarai F-Five, sebuah grup tari yang menjadi juara ke dua dan satu lagi Quartet, sebuah grup musik yang gabungan piano, flute, biola, dan seorang penyanyi. Ia kembali menjatuhkan perhatiannya pada Misca dan Okka. sampai kapan keduanya akan menunggu di depan sini. Sudah setengah jam berlalu. Ponselnya sudah bergetar tanpa ampun. Belasan SMS masuk beralamatkan dari Bima, kakaknya, menanyakan apa yang sedang dia lakukan sampai-sampai belum pulang sekolah sejak tadi siang.
Mencoba mengumpulkan keberanian, ia membuka mulutnya. “Maaf, aku pulang duluan, ya?” Ucapnya dengan nada memohon membuat Okka menoleh ke arahnya. Sebuah tatapan yang jika Allexa mengartikannya agar ia tetap di sana dan tidak pergi ke mana-mana.
“Lollipop, kita tunggu mereka sebentar lagi. Kenapa mereka belum datang ya?” gumamnya pada dirinya sendiri. “Setengah jam lagi. Kita tunggu setengah jam lagi.” Pintanya
penuh harap. Ia kembali memfokuskan perhatiannya ke depan sana.
Misca mengangguk bersemangat. “Tentu. Itu sebabnya kita harus menunggu dan
sabar.” Ia melirik pada Allexa yang tampak gusar diliputi kegalauan ini. “Empat jam sebelum
pentas. Nanti malam kau mau kan ikut nonton pentasnya di sini?” tanyanya menaikkan kedua alis tebalnya.
“Malam ini aku ada acara. Aku harus ke pameran desain dengan Mamaku.” Jawab Allexa dengan nada agar Misca mau memahaminya.
“Kau harus nonton, kau akan menyaksikan penampilan Lollipop yang memukau.” ucapnya dengan nada menggebu-gebu penuh semangat.
“Apa sehebat itu?” Tanya Allexa tak yakin. Ia meihat keduanya mengangguk kompak.
Allexa justru terkekeh. “Karena sibuk berlatih piano, aku sampai tidak begitu megenal Lollipop.” Ia masih terkekeh dengan tatapan mata melihat ke masing-masing wajah sahabatnya ini. “Kita lihat saja nanti, mungkin aku akan ke sini setelah dari acara pameran.”
“Bagus!” sorak Okka merasa senang.
“Allexa!”
Ketiganya terkejut saat mendengar seseorang memanggil nama Allexa. Ketiganya kompak berputar ke arah yang belakang saat mendengar suara itu seakan menghampiri punggung mereka.
Saat itulah Alleka melihat seseorang yang langsung ia kenali sebagai kakaknya. Siapa lagi kalau bukan cowok bertubuh tinggi, memakai jeans biru tua, dan sebuah jaket warna coklat muda, tengah berlari ke arahnya.
“Itu Kak Bima-mu kan?” bisik Misca saat Bima masih berada dalam jarak dua meter dari mereka.
Allexa mengangguk kecil. “Kak Bima? Bagaimana dia bisa ada di sini?” gumam Allexa panik. Ia kembali melirik ponselnya. Perasaan dia tidak mengirim SMS yang menjurus ke tempat ini.
“Misca, Okka, Allexa, apa yang kalian lakukan di sini?” ia menatap tiga orang adik kelas yang di matanya seperti tiga anak ingusan dengan seragam sekolah dan tampang polos, melihatnya dengan tatapan asing yang tak ingin direcoki urusannya.
“Kami sedang menunggu Lollipop.”ceplos Misca jujur begitu apa adanya.
“Lollipop? Band XII IPA 2 yang menang tahun lalu itu ya?” gumam Bima sedang menerka-nerka.
Okka dan Misca mengangguk bersemangat.
Kini perhatian Bima terjatuh pada sosok adik perempuannya yang masih bergeming. “Mama mengajakmu datang ke pameran malam ini? Kenapa kau masih di sini?” Bima melirik jam tangannya. “Kau dengar aku?” tanya Bima mulai khawatir.
Allexa masih termangu dalam diam. Kakaknya benar, ia tak bisa membuat Mama khawatir. Alih-alih dia juga tidak ingin Okka dan Misca kecewa karenanya.
“Pulanglah!” celetuk Okka.
Allexa menoleh. Ia menatap Okka dengan pandangan lain. Ia beralih pada Misca. Wajahnya nampak serius tapi berusaha terlihat santai dengan senyum kecil yang ditunjukkan.
“Kau tidak boleh terlambat ke acara pameran. Pulanglah, kami juga akan pulang.” Ucap
Misca seraya tersenyum.
Seakan bicara dari mata ke mata, keduanya hanya saling pandang tanpa mengatakan apa-apa dan hasilnya Allexa menuruti kakaknya lalu bergegas mengikutinya untuk pulang.
***
@yurriansan Hallo kak, maaf kalau cuma menemukan prolognya saja. Karena novel ini sudah terbit. Next aku unggah beberapa BAB nya ya.. Terima kasih sudah membaca :)
Comment on chapter PROLOG