chapter 12: The Blast from the Past (part 2)
Brandon lebih bahagia dengan kehidupan serta apa saja yang dimilikinya. Bersama kedua saudaranya, dia dapat menikmati hasil perjuangan kerja keras sang ayah. Keluarga Cherlone telah pindah ke rumah yang agak lebih besar dan luas. Selain itu, kakak laki-laki yang terpaut sekitar lima tahun dapat dijadikannya sahabat dekat.
Kondisi kedua anak Cherlone ini jauh dengan yang satunya lagi—Brenda. Remaja perempuan itu duduk di pojok ruangan, persisnya di kursi yang kelihatannya sudah menjadi daerah kekuasaan sekaligus miliknya sendiri.
Brenda tengah asyik menikmati bacaan pada majalah elektroniknya sendiri.
Cheryl mengira kakeknya sudah cukup dengan tiga orang anak, hingga seorang anak perempuan memasuki ruangan. Gadis cilik itu mirip sekali dengan penampilan dirinya semasa kecil.
"Kak Brenda, apa yang kakak lakukan di sini?" tanyanya dengan mimik serius.
"Apa urusanmu dengan kakak?" balas Brenda yang menyahut dengan ketus, "Kerjakan pekerjaan rumahmu sendiri di kamarmu, sana!"
Anak bungsu Cherlone itu merasa tidak senang. Anak tertua langsung menanggapi sikapnya pada Brenda, "Hei Rachel, jangan ganggu kakak Brenda-mu...!"
"Ayah berpesan padaku untuk mengawasi cara berpakaian Kak Brenda," jawab Rachel memotong ucapan Warren dengan mantap, menganggap dirinya orang dewasa. Sangat percaya diri.
"Sudahlah, kak," kata Brandon bermaksud menengahi kedua saudaranya, tapi malah melanjutkan, "Kita dukung saja usaha Ayah untuk membuat Rachel lebih dewasa. Lihatlah adik perempuan bungsu kita itu. Dia memang bisa dan mampu menjadi sosok yang tangguh, keras, dan spontan—versi perempuan dari ayah. Dia harus punya tanggung jawab."
"Memang, dalam hal ini, kau benar, Brandon," ujar Warren dengan bijak, menepuk pelan pundak adik laki-lakinya, "tapi menurut pendapatku, dalam bersikap terhadap Brenda dan Rachel, Ayah sudah keterlaluan. Masa seorang adik yang disuruh mengawasi kakaknya?
"Lihatlah juga akibatnya, Rachel sungguh berani memotong kalimatku. Bukankah dia dengan kembaranmu itu juga sama-sama perempuan?"
"Bagiku tidak—," sahut Brandon dengan keras. "—tapi sudahlah. Tidak baik berdebat antar sesama saudara. Lebih baik aku pergi ke rumah temanku," ujarnya dengan kesal, sebelum ngeloyor begitu saja meninggalkan rumah.
"Bagus, Rachel," sindir Warren sambil bertepuk tangan. "Kau sukses besar merusak suasana nyaman kedua kakak laki-lakimu."
"Bukan salah dia!" Brenda membentak kasar kakak tertuanya. "Semua ini karena aku. Segala kesalahan yang terjadi di rumah ini gara-gara aku."
"Brenda, tolong tenangkan dirimu," Warren berusaha mendinginkan hati adik kembar perempuannya itu.
"Kapan aku marah-marah?" dengan pintarnya Brenda berkelit, "Selama ini, aku diam-diam saja kok."
"Kau memang selalu tidak pernah bersuara, tapi dirimu senantiasa dalam keadaan tidak baik-baik."
"Jangan pernah merasa sok tahu dan sok pintar. Sekarang, seandainya kakak memang pintar, cobalah jawab pertanyaanku; Apa yang Ayah suruh Rachel awasi dari cara berpakaianku?"
Rachel ikut menatap tajam Warren.
"Brenda, jangan berpakaian terbuka jika mengunjungi rumah teman laki-lakimu," jawab Warren, sambil menirukan gaya ayah mereka.
"Salah besar," sahut Brenda dingin, dengan dipenuhi kepuasan kalau dirinya telah berhasil menumbangkan perkiraan kuat sang kakak tertua.
"Memang aku dan Brandon tidak perlu menyamakan pakaian lagi seperti kami kecil dulu. Sekarang, aku dilarang untuk memakai rok, gaun, tanktop, dan semua pakaian perempuan. Aku juga dilarang untuk berdandan, memakai barang-barang feminin, berpenampilan dan berperilaku seperti perempuan. Karena kami—aku dan Brandon—adalah pasangan kembar laki-laki."
"Ayah sungguh keterlaluan," komentar Warren singkat.
"Baiklah, kami akan berbicara dengan Ayah, sebelum kakak sempat menyampaikan padanya," sahut Rachel sedingin es. Kemudian, satu tangannya melakukan gerakan toast dengan satu tangan Brenda.
Dua bersaudara yang tadinya ingin berkonflik ini jadi saling mendukung.
Cheryl merasa mual akan hasil didikan parah kakeknya yang teramat sangat merusak ini. Hanya semata-mata karena tidak mampu menerima kehadiran Brenda, semua anak jadi kena getahnya. Ajaibnya, Rachel yang anak bungsu diterima sebagai seorang perempuan keluarga Cherlone.
Kembali ruangan keluarga di sekitar Cheryl berganti rupa menjadi tempat lain. Sebuah tempat yang sangat dikenalnya, karena di sinilah dirinya bersama Chester berada terakhir kali, sebelum terseret bakat indigonya. Tempat yang mana lagi selain ruang rahasia, lokasi Brenda menyekap Don dan Farah. Bahkan, sosok bibinya tersebut yang terakhir kali dilihatnya di dunia nyata masa kini.
Hanya saja, ruangan rahasia yang kali ini tempat Cheryl berada sedikit mengalami perbedaan. Belum dibuat dengan selera yang menarik dan elegan. Masih sederhana dengan konsep minimalis.
Meja kerjanya masih meja lama yang terkesan usang. Pintu kayu yang didobraknya semalam dengan kaki, perpustakaan mini, layar komunikasi, dan sejumlah pajangan berkelas belum ada.
Pintu masuk terdorong terbuka, bersamaan dengan satu sosok berbadan besar yang juga terdorong masuk dengan kasar. Dialah Brenda yang sudah dewasa, namun masih berusia sangat muda.
Cheryl menangkap ekspresi campuran ketakutan, kemarahan, dan pemberontakan dalam wajah muda bibinya. Mulut sang putri Archer ini bungkam seribu bahasa.
Kemudian masuklah sang ayah. Archer melangkah dengan ekspresi marah besar, dengan satu telunjuknya tak lepas dari anak perempuannya di hadapannya.
"Sudah kukatakan kepadamu, Brenda. Jangan pernah kau tampakkan lagi dirimu di muka publik! Kau telah membuat ayah malu! Semua keluarga Cherlone tidak menghendaki seorang Brenda diketahui masyarakat dunia."
Dengan gerakan tangan yang mengibas udara yang lebih luas, dia meneruskan, "Ruangan ini—ruangan rahasia yang berada di rumah baru keluarga kita di Area London. Lihatlah, betapa bagusnya untuk ukuran sebuah tempat yang sengaja disembunyikan. Ruangan rahasia untukmu—eksklusif hanya untuk seorang Brenda Cherlone.
"Ayah boleh menguasai daerah rumah yang lain, tapi hanya di sinilah—di tempat inilah, dirimulah yang berkuasa. Tidak boleh ada yang lain. Bukankah semuanya ini juga keinginanmu?"
"Supaya aku tidak tampil ke dunia luar, bukan?" Brenda menimpali dengan pelan, sangat hati-hati.
"Betul sekali," jawab Archer separuh bersorak. "Bahkan, hampir sepanjang waktu, kau tidak boleh keluar dari sini.
"Di sebelah sana sudah tersedia toilet dan kamar istirahat. Inilah istana mewahmu. Kau bisa melakukan apa saja kehidupanmu di sini. Dan yang terpenting, tidak ada yang boleh mengganggumu—bahkan seorang Archer Cherlone atau pun Brandon Cherlone sekalipun."
Sebagai orang yang masih berpikiran normal, Cheryl mengira bahwa kakeknya sudah tidak waras lagi.
"Sekali lagi, ingatlah selalu bahwa dirimu ini bayang-bayang Brandon," nada suara Archer berubah menjadi terkesan separuh mengancam. "Adakah bayang-bayang begitu mirip mendekati tuannya? Tuan pemilik bayangan bahkan tidak mampu mendikte alam beserta segala hukum logisnya. Aku dengan rumah kita inilah alamnya."
Lalu, Archer menyelingi hujan perkataannya dengan derai tawa ganjil. Suara yang pastinya membuatmu merasa sangat tidak nyaman—bukanlah suatu ketakutan atau kengerian, namun lebih kepada sebuah perasaan aneh yang amat ingin kita singkirkan jauh-jauh.
"Pokoknya kau harus tersembunyi di dalam tembok-tembok istana rumah kita ini," ujarnya melanjutkan kata-katanya tadi. "Brandon Cherlone merupakan sosok tunggal putra kedua pasangan Archer dengan Freyna. Tidak ada di luar sana yang bisa mengenal Brenda Cherlone."
Archer menutup semua kalimatnya dengan tawa sepuas-puasnya, yang amat diharapkannya mampu menghabisi jiwa sang putri kembarnya sendiri.
Dalam waktu singkat, Cheryl menyaksikan ekspresi terakhir yang dapat dilihatnya pada wajah Brenda. Sudah tidak ada lagi ketakutan, kemarahan, dan pemberontakan di situ. Hanya tenang dan datar saja—hampir tanpa perasaan.
Kemudian, muncul seulas senyuman kecil di bibirnya—tampak misterius untuk ditebak maknanya.
Begitulah pemandangan yang menjadi informasi terakhir yang disodorkan kepada Cheryl oleh bakat indigonya. Karena sosok Archer dan Brenda di hadapannya kembali berangsur menghilang.
Kali ini, ruangan rahasia tetaplah ruangan rahasia yang sama. Hanya saja, bagaikan berada di dalam sebuah mesin waktu, Cheryl menyaksikan beberapa hal dalam ruangan mulai bermunculan.
Ruangan rahasia yang Archer persembahkan kepada Brenda seolah beralih dari masa lalu kembali pada masa kini. Detik-detik sekarang ini, saat Chester dan Cheryl sedang berada di dalamnya—entah berapa menit sebelumnya, secara tanpa sengaja, mereka memergoki Brenda berdiri di hadapan meja kerjanya.
Selama ketika peralihan tempat yang dirasakannya itulah, Cheryl teringat sebuah pepatah kuno dalam cerita-cerita misteri pembunuhan klasik.
Hati-hati, pelaku bisa saja kembali ke tempatnya semula—di mana dirinya merancang kejahatan atau mengeksekusinya.
@yurriansan saya luruskan ya.. judul sebelumnya, The Cherlones Mysteries. Kalo seri, saya baru masukin Duo Future Detective Series yang cerita pertamanya ya dwilogi The Cherlone Mysteries dan The More Cherlone Mysteries ini.
Comment on chapter #3 part 2Oh ya, kalo mao nulis cermis ya harus baca jenis cerita ini terlebih dulu. Dwilogi ini lahir setelah saya getol baca serinya Sherlock Holmes dan punya si ratu cermis Agatha Christie