PERASAAN YANG TERBAHASAKAN [FIRMAN DAN FINA]
"Tidak pernah ku sangka hati keras dan tak peduli tentang cinta ini bisa luluh oleh mu, hatiku yang dulu dingin oleh perhatian seorang wanita kini dapat tersenyum. Harus aku katakan kepadamu bahwa ada cinta yang lain yang lebih dulu menetap di dalam hatiku dan itu menjadi salah satu alasan mengapa selama ini aku menutup hati kepada cinta yang lain. Tapi entah mengapa kamu itu berbeda, awalnya kita tak saling mengenal dan tak pernah saling menyapa namun seperti ada komunikasi antara perasaan yang sama diantara kita." Ucap Firman dalam hati sambil tersenyum menatap layar ponselnya.
Sudah beberapa hari Firman tak pernah bertemu dengan Fina. Ia bermaksud untuk menghubunginya namun entah apa yang harus diucapkan oleh Firman. Tak ada lagi alasan untuk ia bertemu, untuk mengucap rindu pun rasanya sangat berat meskipun hanya dalam sebuah ketikan.
Di tempat yang berbeda Fina juga merasakan hal yang sama, ada rindu namun tak dapat terbahasakan.
"Awalnya aku tak yakin dengan yang kurasakan semenjak kita selalu bersama, aku merasa ada sesuatu yang berbeda di hati ini. Awalnya aku tak yakin jika ini adalah cinta, namun seiring berjalannya hari aku mulai meyakinkan diri jika ini adalah cinta, aku mulai merindukanmu ditambah lagi rinduku pada Nana semakin membuatku selalu ingin bertemu dan selalu bersama kalian." Ucap Fina yang juga sedang menatap layar ponselnya.
Mereka saling merindukan, namun tak ada yang mau memulai mengucap rindu. Fina berharap jika nama Firman muncul di layar ponselnya begitupun sebaliknya. Hingga beberapa menit berlalu akhirnya Firman menyerah dan memulai untuk mengetik sederet kalimat. Beberapa menit berlalu, beberapa kalimat yang ingin dikirim selalu di hapus kemudian di ketik lagi dan lagi.
Fina tak bisa menunggu lama akhirnya ia juga mengetik beberapa kalimat namun setelah menyeleksi beberapa kalimat, ia mengirim kata yang bertuliskan "Assalamualaikum, Kakak lagi sibuk?"
Mata Firman yang sedang tertuju ke layar ponsel tiba-tiba membaca nama Fina dan itu adalah sebuah pesan singkat dari Fina. Firman membacanya, sambil tersenyum ia membalas pesan.
"Tidak begitu sibuk, apa kabar Fina? Kamu kemana aja?" Ketik Firman.
"Aku lagi sibuk skripsi Kak jadi tidak ada waktu buat keluar rumah." Balas Fina.
"Kalau boleh tau kamu ujian skripsinya kapan?" Tanya Firman.
"Dua hari lagi Kak, doakan yah kak semoga ujiannya lancar." Jawab Fina.
"Iyaa aamiin... Besok kamu sibuk gak?" Tanya Firman.
"Iya kak besok aku sibuk mau siapkan peralatan tempur untuk ujian sekalian belajar! Hehehe..." Jawab Fina.
Sementara mengetik untuk membalas pesan Fina, tiba-tiba Fina kembali mengirim pesan.
"Kalau kakak besok ada waktu, aku mau di temani beli baju untuk dipakai ujian Kak."
Baru saja Firman ingin mengajak Fina namun ternyata Fina yang duluan mengajak.
"Oke, besok sore aku jemput yah, tapi Nana gak bisa ikut karena harus ke rumah neneknya sepulang sekolah." Balas Firman.
"Iyaa Kak, aku tunggu yah, hehehe.."
"Oke cantik!" Balas Firman.
Akhirnya mereka menetapkan janji untuk esok hari. Layaknya seorang pasangan yang dilanda asmara, mereka sesekali tersenyum sambil membayangkan hari esok mereka bertemu.
Keesokan harinya...
Seperti biasa, sepulang kerja Firman menjemput Nana sekolah dan mengantarkannya ke rumah neneknya. Sementara itu Fina telah bersiap dan menunggu Firman datang menjemputnya.
Setelah mengantarkan Nana, Firman menuju ke rumah Fina. Di dalam perjalanan ia terlebih dulu menelpon Fina untuk memastikan apakah ia sudah siap.
Tak lama kemudian Firman sampai depan lorong tempat tinggal Fina. Baru saja ia ingin menelepon Fina tapi ternyata ia sudah menunggu di depan lorong. Firman melihat Fina tampak begitu cantik dengan pakaian garis vertikal berwarna putih dengan garis merah muda yang begitu lembut. Jilbab yang ia kenakan juga berwarna merah muda lembut, sangat serasi dengan paduan warna bajunya. Hari ini Fina juga mengenakan rok berwarna merah muda yang begitu lembut. Sangat berbeda dari hari kemarin, hari ini seperti ada warna cinta dalam suasana mereka berdua.
"Fina kamu cantik." Ucap Firman yang menatap Fina dari dalam mobil.
Tanpa menunggu waktu lama Fina menuju ke arah mobil dan membuka pintu mobil sambil tersenyum.
"Hai kak, maaf kalau merepotkan yah." Ucap Fina yang ceria.
Kemudian mereka menuju sebuah toko tempat busana wanita.
"Kak Firman mau ikut ke dalam? Tidak apa-apa kok kak." Ajak Fina.
"Iya baiklah aku ikut." Sambil tersenyum Firman ikut ke dalam toko.
Seperti pria pada umumnya, di dalam toko busana wanita yang pertama kali dicari oleh seorang pria adalah kursi atau tempat duduk. Kebetulan ada kursi kosong tepat di depan ruang ganti, Firman menuju ke sana dan duduk menatap Fina yang sedang mencari pakaian.
Seperti kebanyakan wanita, rencana awal adalah membeli baju untuk ujian tapi di mata Fina banyak warna dan model yang cantik, ingin rasanya ia membeli semua yang ia suka namun apalah dayanya isi dompetnya tak mampu membeli semua yang ia sukai. Fina begitu bersemangat meskipun hanya untuk mencoba pakaian yang ia sukai. Fina mengambil dan ingin mencoba beberapa baju, ia kemudian masuk ke dalam ruang ganti untuk mencoba beberapa pakaian tersebut.
Fina mencoba mengenakan pakaian gamis dengan jilbab yang panjang, ia tampak begitu kalem dengan perpaduan warna hitam dan merah muda lembut. Ia bercermin menatap dirinya dengan tersenyum berharap bisa memiliki baju yang ia kenakan. Dengan suasana bahagia ia keluar dari ruang ganti itu bermaksud memperlihatkan dan meminta pendapat dari Firman.
"Kak ini cocok gak?" Tanya Fina yang sedikit tersipu.
Saat itu Firman sedang bermain game dan menatap layar ponselnya. Setelah mendengar suara Fina ia memalingkan wajah menatap ke arah Fina.
"Dia begitu cantik dan mengapa detak jantungku ini ikut berdetak lebih cepat dari biasanya?" Ucap Firman dalam hati.
"Hey... Hey tayoo! Kak!" Teriak Fina melambaikan tangan dan tertawa ke arah Firman.
Firman tersadar kemudian berkata, "Ehh, iya kamu cocok, kamu cantik dengan baju seperti itu."
"Tunggu yah kak masih ada satu lagi." Kemudian Fina berbalik menuju ruang ganti dan mencoba baju yang satu lagi.
Tak lama kemudian ia keluar, kali ini ia mengenakan baju dan jilbab berwarna hijau lembut atau biasa disebut tosca bercampur dengan pinggiran warna abu-abu di bagian pinggiran pakaiannya.
"Nah ini juga bagus, semua yang kamu pakai terlihat cocok karena kamu cantik!" Puji Firman.
Fina tersipu malu berbalik ke ruang ganti untuk melepas pakaian, ia merasa begitu bahagia meskipun tak bisa memiliki baju itu. Akhirnya yang ia beli cuma pakaian kemeja putih dan rok hitam.
Setelah mengantri di kasir bersama Firman, ia ingin membayar namun Firman heran dengan yang mau dibayar Fina cuma satu pasang baju.
"Kok kamu cuma beli yang ini?" Tanya Firman.
"Kan yang mau dipakai ujian cuma ini kan? Yang lain belakangan aja kak." Jawab Fina.
"Ya udah, kamu tunggu disini dulu yah." Kata Firman kemudian berjalan menuju ke arah salah satu karyawan.
Fina tidak begitu peduli karena ia ingin membayar pakaiannya. Namun tak lama kemudian Firman datang.
"Kamu sudah bayar?" Tanya Firman.
"Iya kak sudah, tinggal kembaliannya, kenapa Kak?"
"Aku juga mau bayar ini." Kata Firman yang memberikan pakaian ke kasir.
Fina menatap pakaian itu, pakaian yang baru saja ia coba.
"Loh? Kok kakak beli pakaian wanita? Memang buat siapa?" Tanya Fina.
"Buat Nana, tapi kayaknya kebesaran deh, kamu suka gak? Itu buat kamu yang cantik, kalau kamu suka." Senyum Firman menatap Fina.
Fina tak dapat membahasakan kegembiraannya. Ia tak pernah menduga jika akan memiliki baju itu, apalagi dibayarkan oleh orang yang spesial.
"Terimakasih Kak, tapi ini kan..." Belum sampai perkataan Fina.
"Sudah, tidak apa-apa, yang penting kamu suka, anggap saja rejeki kamu." Firman memotong perkataan Fina.
Setelah semua selesai mereka pun kembali ke mobil dan melanjutkan perjalanan yang tak pernah direncanakan.
"Kak, kenapa kakak mau beli baju ini buat Fina?" Tatap Fina yang bersandar di kursi mobil.
"Apapun itu asalkan kamu suka kenapa tidak? Buat orang yang baik dan cantik apa sih yang tidak boleh?" Gombal Firman.
"Apapun itu?" Tanya Fina merayu.
"Iya, memang kamu mau apa?" Firman dengan suara berbisik.
"Kalau misalnya aku meminta sesuatu yang berharga dalam hidup kakak, apakah kakak mau memberikannya?" Fina menantang.
"Sebut saja apa? Asalkan itu membuatmu senang dan tidak merugikan buat kita berdua silahkan saja." Kata Firman dengan tenang.
"Hmm... Kalau misalnya yang aku minta itu adalah Nana? Bagaimana?" Tanya Fina dengan ekspresi menantang.
Firman tidak begitu heran dengan pertanyaan semacam itu, selalu saja ada jawaban yang membuat Firman bisa membalas jawaban dari Fina.
"Kalau itu ada syaratnya!" Teriak Firman sambil sedikit tertawa.
"Syaratnya apa?" Tanya Fina.
"Kalau kamu mau mengambil Nana berarti aku juga harus ikut, kamu juga harus mengambil ku karena kami sudah satu paket, Mau gak? Jangankan kami, seisi rumah pun bisa menjadi milikmu." Firman balik menantang.
"Aduh sepertinya aku salah pertanyaan deh kak, hehehe... Tapi..."
"Tapi apa? Ayoo..." Gombal Firman.
"Tapi aku belum selesai kuliah kak, lagian aku ini bukan tipenya Kak Firman, sangat jauh dari semua yang dimiliki Kak Hanifa." Kata Fina.
"Kalau memang sudah ditakdirkan, jangankan masih kuliah, anak sekolah pun banyak yang sudah menikah, aku mau nanya sesuatu sama kamu, boleh?" Sesekali Firman menatap Fina.
"Tanya apa kak?" Fina sedikit cemas dan berharap Firman tidak memberi pertanyaan tentang pacaran atau perasaan."
"Suatu saat jika Nana bertanya padaku tentang seorang Ibu, maksudkuuu jika dia ingin aku mencari seorang pendamping, terlebih lagi jika dia mau kalau kamu yang menjadi Ibunya, apakah kamu mau?" Tanya Firman sedikit malu.
"Itu kan kalau Nana yang mau, aku ragu kalau Ayahnya juga mau? Apakah aku harus menjalani hidup bertepuk sebelah tangan?" Balas Fina dengan pertanyaan yang membuat mereka seolah mengungkapkan perasaan.
"Nana adalah yang paling berharga dalam hidupku, aku tak ingin dia terus tumbuh tanpa seorang ibu, sampai saat ini aku belum menemukan seseorang yang bisa menyayanginya seperti seorang ibu, dan bagiku kamu yang sangat pantas, lagipula aku juga menyukaimu, kamu wanita pertama yang bisa memenangkan hatiku selama beberapa tahun setelah kepergian Hanifa." Meskipun merasa malu namun akhirnya Firman telah mengatakan semuanya kepada Fina.
Mendengar itu membuat Fina senang sekaligus terharu.
"Apakah suatu hari nanti kamu ingin menjadi Ibu dari Nana dan menjadi pendamping hidupku? Apakah aku harus memberi cincin dan berlutut dihadapan mu agar kamu mau berkata iya?" Gombal Firman.
"Ihh apaan sih kak! Itu kan bukan budaya agama kita, tak perlu memberiku sesuatu atau harus berlutut, bagiku mendengar bahasa hati dari bibir Kak Firman sudah cukup membuatku berkata, Iya... Aku mau!" Jawab Fina yang sedikit tersipu malu.
Itulah hari dimana Firman dan Fina membahasakan perasaan yang mereka rasa dan setelah hari itu mereka semakin dekat. Firman berencana ingin menikahi Fina begitu pun Fina yang berharap bisa menjadi Ibu untuk Nana dan Istri dari Firman.
@Rifad ohh, oke...oke
Comment on chapter FINA [DUA]sama ya, dengan ceritaku yang Rahasia Toni, tokokhku juga terserang leukimia.
mampir2 juga ya, ke cerita terbaruku :D