PERTEMUAN
Pagi hari yang cerah mengawali hari ini. Sinar mentari memancarkan kehangatannya seolah semalam tak pernah terjadi hujan. Suara kicauan burung bercampur dengan suara kendaraan serta suara beberapa orang yang sudah memulai aktifitasnya.
Rumah minimalis berwarna putih dengan kombinasi warna abu-abu itu adalah tempat tinggal Firman dan Nana. Seperti biasa di pagi hari Firman memulai aktifitas layaknya seorang Ibu yang bangun pagi menyiapkan sarapan untuk anaknya Nana. Di tengah ruang dalam rumah terdapat dua kamar yang saling berdempetan salah satunya kamar mungil berwarna merah muda yang terlihat begitu ramai dengan beberapa tempelan gambar dan pernak-pernik anak wanita. Di dalam kamar mungil berwarna merah muda itu terlihat seorang anak yang sedang berpakaian dibantu oleh Ibunya. Anak itu adalah Nana dan Ibunya Hanifa.
Pintu kamar sengaja mereka kunci dan tutup rapat agar Ayahnya tidak mengetahui jika ada Hanifa di dalam kamar.
"Ibu... Di sekolah jika Nana disuruh cerita tentang Ibu, Nana harus bilang apa Bu?" Tanya Nana ke Ibunya.
Hanifa merasa sedih mendengar anaknya berkata begitu maka dengan sabar dan ceria Hanifa berkata,
"Kalau disuruh ceritakan tentang Ibu maka Nana bilang aja Ibuku itu cantik bagaikan bidadari yang akan selalu menjaga dan melihatku di surga"
"Ibu surga itu dimana?" Tanya Nana yang penasaran.
"Surga itu di telapak kaki Ibu"
Nana semakin heran sambil menunduk menatap kaki Ibunya.
"Sudah... Sudah... Buruan nak Ayahnya nanti teriak panggil Nana.. Nanti Ibu ceritakan tentang surga" Lanjut Hanifa.
Setelah semua telah siap mereka pun berangkat. Hari itu Hanifa tidak ikut dengan alasan ingin bertemu dengan seorang teman. Saat itu Nana tanpa banyak tanya mengizinkan Ibunya untuk tidak ikut ke sekolah dengannya.
"Sepertinya aku harus menemui Raihan. Aku ingin mengetahui mengapa dia bisa kembali hadir di dunia ini" Ucap Hanifa.
Hari itu Hanifa ingin bertemu dengan Raihan dan tak butuh waktu lama buat Hanifa untuk bisa menemukan Raihan. Hanya cukup mencari Fina di kampus maka ketemulah dengan Raihan.
Di sebuah koridor kampus yang dipenuhi dengan beberapa mahasiswa terlihat Raihan sedang berdiri di sudut tiang tembok yang bersebelahan dengan ruang kelas bernomor 109. Saat itu Raihan menyadari kehadiran Hanifa yang tiba-tiba saja berada di hadapannya. Hanifa tersenyum menatap Raihan kemudian perlahan mulai mendekat.
"Eh... Kakak lagi apa disini?" Tanya Raihan dengan ekspresi wajah heran.
"Aku sengaja kesini untuk mencarimu Raihan" Kata Hanifa sambil tersenyum.
"Heh? Kenapa mencari ku kak?" Tanya Raihan semakin heran.
"Aku cuma ingin bertanya beberapa hal kepadamu. Ayo kita ke sana disini terlalu ramai dan ribut" Ajak Hanifa kepada Raihan.
Kemudian mereka menuju ke arah sebuah tangga yang terletak di sudut koridor. Di tangga tersebut tak ada siapa-siapa kecuali beberapa hiasan pot bunga yang terdapat di berbagai sudut anak tangga.
"Kak boleh aku bertanya sesuatu?" Tanya Raihan.
"Iya boleh, Kamu mau nanya apa?"
"Aku heran tak ada satupun orang yang dapat melihat apalagi mendengarku termasuk itu Fina tapi aku semakin heran dengan kehadiran kakak yang bisa melihat bahkan mendengarku. Kenapa Kak Hanifa bisa sedangkan yang lain tidak?" Ucap Raihan yang begitu penasaran.
"Hmm... Itu karena aku juga sama sepertimu" Kata Hanifa menatap sambil tersenyum.
"Maksud Kak Hanifa? Kakak juga makhluk tak bernyawa alias hantu?" Tanya Raihan yang begitu kaget mendengar ucapan Hanifa.
"Hmm... Seperti itulah..." Kata Hanifa yang tertawa.
"Tapi apa yang membuatmu kembali hadir di dunia ini Raihan? Bisakah kau ceritakan padaku?" Lanjut Hanifa.
"Aku juga tidak begitu mengerti dengan apa yang terjadi padaku. Awalnya aku bagaikan terbangun dari tidur yang sangat panjang. Aku membuka mata dan aku melihat jika aku berada di sebuah ruangan berwarna putih yang tak berujung. Aku juga tak mengetahui dan tak mengingat tentang diriku hingga akhirnya aku melihat di sisi ruangan tampak beberapa tayangan masa laluku yang akhirnya membuatku bisa mengingat siapa diriku. Disaat yang sama aku melihat beberapa orang yang sedih atas kepergian ku. Salah satu orang itu adalah Fina, dia begitu sangat sedih dan terpukul atas kepergian ku. Hingga akhirnya aku pun berdoa dan memohon agar dipertemukan lagi dengan Fina supaya aku bisa menghapus kesedihannya menjadi sebuah kebahagiaan. Ternyata doaku terkabul kenyataannya aku memang hadir kembali di Dunia ini namun aku tak dapat terlihat dan terdengar oleh Fina. Aku sangat bersedih dan mulai putus asa karena tak dapat berbuat apa-apa terhadap Fina"
Raihan begitu detail menjelaskan apa yang telah terjadi padanya sambil berharap Hanifa bisa memberikan solusi kepadanya.
"Kalau Kak Hanifa kenapa bisa kembali berada di dunia?" Lanjut Raihan.
"Jawabanku hampir sama dengan jawabanmu. Ini semua karena terkabulnya doa oleh sang pencipta. Beberapa tahun yang lalu sebelum aku melahirkan putri cantik ku itu aku selalu bermohon agar di selamatkan dalam persalinan namun jika aku tak dapat bertahan maka aku bedoa agar tetap bisa kembali ke dunia untuk melihat putri ku. Memang kenyataannya aku berada di dunia ini namun aku hanya sementara, aku hanya bisa hadir selama dua bulan yaitu di bulan ulang tahun Nana dan sebulan lagi setelahnya" Jawab Hanifa dengan ringkas dan jelas.
"Tapi kenapa Kak Hanifa bisa berbicara dengan anaknya Kakak?" Tanya Raihan heran.
"Entahlah... Bukan hanya berbicara aku bahkan bisa menyentuh dan menciumnya. Dari sejak Nana bayi dia sudah bisa melihat dan merasakan jika aku ini Ibunya bahkan dia seolah mengerti jika aku hanya bisa dilihat olehnya. Anak itu memang cerdas dan cepat memahami sesuatu, mirip seperti Ibunya" Jawab Hanifa tertawa bangga.
"Kak Hanifa bahkan bisa menyentuh sesuatu? Kenapa aku tidak?" Tanya Raihan
"Awalnya aku juga tidak dapat menyentuh apapun tapi mungkin karena rasa sayangku kepada Nana akhirnya aku bisa menyentuh sesuatu. Hal pertama yang ku ingat disaat aku bisa menyentuh botol susu Nana disaat malam dia menangis karena ingin minum susu dan sejak itu aku bisa menyentuh sesuatu" Kata Hanifa.
"Apakah aku juga bisa seperti itu?" Tanya Raihan.
"Mungkin saja, kamu harus selalu mencoba kalau tidak dicoba mana bisa kan?" Jawab Hanifa.
Di tempat yang berbeda, di sebuah ruangan yang dindingnya dilapisi beberapa kaca dan terlihat beberapa meja dan kursi saling berdempetan namun masing-masing memiliki sekat. Tiap sekat ruangan berisikan sebuah komputer, laptop, alat tulis dan beberapa peralatan kantor lainnya. Di sebelah kiri setelah pintu masuk ruangan ada empat ruangan terpisah. Yang pertama ruangan yang besar itu adalah ruangan utama pemimpin perusahaan, yang kedua adalah ruangan kepala bagian personalia atau biasa disebut HRD, yang ketiga ruangan yang di dalamnya ada empat meja masing-masing di tempati oleh kepala divisi perusahaan salah satu orang yang menempati ruangan tersebut adalah Firman. Ruangan terakhir yang sedikit kecil dari ruangan yang lainnya adalah ruangan penyimpanan arsip dan dokumentasi perusahaan.
Firman bekerja di salah satu perusahaan swasta yang bergerak dibagian penjualan kendaraan. Firman menempati posisi sebagai kepala divisi penerimaan dan pengeluaran barang. Semua tanggung jawab pembelian dan penjualan kendaraan harus dalam pengawasan dan izin dari Firman.
Di dalam ruangan Firman mengerjakan laporan penjualan dan dari meja sebelah seseorang berkata,
"Mas Firman sibuk gak hari ini?" Kata seorang wanita yang bernama Marni.
Marni adalah seorang wanita yang sedikit tua dari Firman. Dia adalah kepala divisi keuangan yang juga satu ruangan Firman. Marni adalah seorang janda yang di kenal dengan sebutan Pelakor. Beberapa orang di kantor sering mengejek dan bercanda mengenai Firman dan Marni katanya kalau Marni mendekati Firman itu bukan lagi namanya Pelakor tapi memang janda jodohnya duda. Firman tak pernah marah atau kesal dengan candaan orang di kantor malah terkadang Firman ikut bercanda menggoda Marni. Namun Marni sepertinya memang menyimpan rasa kepada Firman dan terlihat senang jika dia diganggu atau pun mendapat ejekan candaan dari teman-teman di kantor.
"Aku gak sibuk, memang kenapa Bu Marni?" Jawab Firman yang tetap menatap layar laptop.
"Hari ini kita pulang bareng yah mas" Ucap Marni dengan suara manja.
"Aduh maaf yah bu, bukannya aku menolak cintanya Ibu ehh maksudku ajakannya Ibu Marni tapi kan saya harus menjemput anak dulu di rumah nenek nya. Arah kita berbeda bu" Jawab Firman sedikit bercanda.
"Oh begitu yah mas, kalau begitu lain kali aja deh yang penting kita bisa pulang bareng" Bujuk Marni.
"Iya deh bu siapp" Jawab Firman yang tidak begitu peduli.
Suatu hari ketika Hanifa berada di kantor Firman dia sempat melihat Marni yang begitu berusaha mencari perhatian Firman. Sebenarnya saat itu Hanifa cemburu namun ia hanya tertawa melihat tingkah Marni dan Hanifa selalu suka bercanda dengan menakut-nakuti Marni. Hanifa tak ingin jika Firman benar suka padanya bukan masalah Firman namun ia belum bisa rela jika Nana harus punya Ibu seperti Marni.
Sementara di kampus, Hanifa dan Raihan saling bercerita tentang masa lalu mereka. Bahkan Hanifa juga cerita tentang Marni yang di kantor Firman. Hanifa merelakan Firman dekat dengan siapa saja namun belum pernah bisa rela jika Nana harus punya Ibu yang tidak lebih baik dari dirinya. Namun lain halnya pada Raihan dia takkan pernah bisa rela jika harus melihat Fina membagi cintanya kepada orang lain. Raihan sangat ingin bisa menyentuh sesuatu agar jika suatu saat ada yang dekat dengan Fina dia bisa memberi pelajaran kepada orang tersebut.
"Raihan kamu mau sampai kapan membiarkan Fina menderita karena mu? Ikhlaskan dia bersama pria pilihannya namun tetap kamu harus ikut membantu menyeleksi dan memilih yang terbaik untuknya" Nasehat Hanifa ke Raihan.
"Kalau itu aku juga belum tahu kak. Perasaanku padanya masih sama seperti dulu. Aku begitu menyayanginya meskipun kini kami tak bisa lagi bersama" Raihan menghela nafas.
Dari dalam ruangan kelas keluar seorang wanita berpakaian kemeja lengan panjang. Itu adalah Fina yang keluar dari ruangan kelas. Fina baru saja selesai bimbingan skripsi bersama beberapa teman-temannya. Mereka begitu ceria dengan senyum bahagia karena tak ada revisi dari dosen pembimbing.
"Lihatlah Fina kak, dia begitu cantik di mataku. Senyumnya tampak begitu manis meskipun....."
Sementara Raihan berbicara Hanifa memotong pembicaraannya,
"Meskipun senyum itu hanyalah senyum palsu? Senyum yang seolah menutupi rasa sedih dan penyesalannya?"
"Ternyata Kak Hanifa juga bisa melihat kesedihan di wajah Fina" Kata Raihan.
"Bukan hanya melihat aku bahkan bisa merasakan apa yang kalian rasa. Aku tahu karena aku pun pernah merasakannya" Kata Hanifa yang menatap Fina.
"Itulah salah satu alasan mengapa aku ingin bertemu denganmu. Aku ingin membantu kalian dan aku pun berharap bisa tertolong agar merasa tenang meninggalkan dunia ini" Lanjut Hanifa.
"Maksud Kak Hanifa? Aku tak begitu mengerti kak?" Tanya Raihan.
"Belum saatnya aku menjelaskan apa maksud dari tujuanku. Namun untuk saat ini aku hanya ingin mengetahui apa penyebab kalian merasa gundah seperti ini dan sepertinya aku mulai tahu apa yang harus aku lakukan" Kata Fina.
Raihan semakin bingung dengan Hanifa yang penuh misteri. Raihan hanya bisa tersenyum penuh rasa penasaran.
"Kalau begitu cukup sampai disini pertemuan kita kali ini. Semoga di pertemuan kita berikutnya aku bisa menjelaskan maksudku ini. Oh iyaa Raihan... Sekali-kali pergilah berkunjung kepada orang tua mu mereka juga masih rindu akan hadirmu lagian manusia juga butuh privasi bayangkan kalau Fina bisa melihatmu yang selalu mengawasinya pasti dia akan membencimu. Hahahahahaaa..." Ucap Hanifa kemudian berbalik berjalan dengan tawa yang sengaja ia buat mirip kuntilanak dan kemudian menghilang.
Raihan pun merasa ketakutan namun ia sadar jika ia juga hantu maka perlahan rasa takutnya berubah menjadi sebuah kelucuan tersendiri baginya.
@Rifad ohh, oke...oke
Comment on chapter FINA [DUA]sama ya, dengan ceritaku yang Rahasia Toni, tokokhku juga terserang leukimia.
mampir2 juga ya, ke cerita terbaruku :D