Kisah yang Berakhir
Selembut hembusan angin ketika malam itu yang mneyentuh Sara, selembut sentuhan ringan yang menyebut namanya pelan. Sara masih diam menutup mata ia bukannya tidak mendengar nama itu, namay yang dipanggil lembut sangat jelas terdengar ditelingannya hanya saja Sara tidak percaya jika kehadiranorang yang diinginkan itu benar berada didekatnya saat ini. hanya dengan suranya saja membuat Sara senang dna nyaman sekali.
“Senyummu terlalu manis”
Kalimat yang cukup panjang itu membuka mata Sara. Itu tidka mungkin jika Narez atau Raska ada didepannya. Sara sedang tidak memikirkan merek berdua melainkan calon tunangannya. Sara menoleh kekiri asal suara itu, ia melihat Addrin berdiri disebelahnya. Ini bukanlah mimpi walau ia sempat memejamkan mata, karena ia tidur sama sekali.
“Kau Addrin?” Tanya Sara masih tidak percaya.
“Senyummu terlalu manis” Ujarnya kembali seakan membuat Sara menangis. Entah ia mengingat Narez atau karena Addrin yang mengatakannya rasanya sakit sekali Sara medengar hal itu. Sara mencoba menahan tangisnya.
“Maaf yang Mulia, hamba tidak tahu anda berada disini” ujar Sara gelagapan.
“Panggil saja aku Addrin dimanapun kamu berada” ujarnya tersenyum. Sinar matanya bagaikan lembayung yang menhangatkan namun warna yang pudar terlihat menyakitkan.
“Kau jangan sampai tertidur lagi”
“Apa yang sedang kau lakukan disini?” Tanya Sara penasaran.
“Aku hanya ingin mengingat masa bahagia ketika aku bersama wanita yang aku cintai tapi tidak mungkin aku miliki” ujarnya sedih.
Sara sudah cukup sedih melihatnya dan kini rasa itu bertambah ketika ia mendengar Addrin yang begitu mencintainya. “Bukan tidak mungkin untuk dimiliki, tapi belum bisa dimiliki”
“Itu sudah dipastikan tidak mungkin” tambahnya lagi.
“Apa karena pertunangan ini?” tebak Sara karena hanya ini alasan dibalik ia tidak bisa memilikinya dan yang Sara tahu hanya Misha wanita yang dekat dengan Addrin. Sara kecewa mendengarnya tapi ia sebisa mungkin menyembunyikannya.
“Tidak, tanpa pertunangan ataupun karena aku seorang pangeran. Ia tetap tidak kumiliki”
“Maaafkan aku karena…”
“Tidak masalah. Awalnya aku pikir telah salah mengartikan rasa ini. setelah sekian lama akhirnya aku merasakan cinta itu tapi sayangnya rasa cinta itu menjadi rasa sakit untukku. Disaat aku mengenalnya aku ingin menjauhinya, disaat aku rindu dengannya aku ingin mencampakkannya dan disaat aku bertemu dengannya aku ingin membencinya. Aku mencoba menghindarinya tapi ternyata ia semakin mendekat denganku. Rasa sakitku semakin sulit untuk kutahan. Aku tidak ingin dia mencintakuiku biarkan aku saja yang mencintainya. Mencintainya saja sudah membuatku sakit, dan itu akan bertambah sakit jika ia membalas cintaku”
“Itu tidak adil” sara memicingkan matanya kesal mendengar ucapan Addrin.
“kebahagiaan tidak hanya sekedar senyuman bahkan terkadang kau pun bahagia melihat orang menangis. Bukan berarti kau bersenang-senang diatas penderitaan orang lain, tapi kebahagiaan bisa kau dapat karena kau menemui berbagai macam penderitaan. Kebahagiaan adalah ketika kau merasakan rasa sedih dan senang bersama dengan orang yang kau sayangi. Percayalah pasti wanita itu tidak akan bahagia bila kau harus menanggung semuanya, lalu untuk apa kehadirannya selama ini”
Addrin tersenyum mendengar ucapan Sara, “Wanita itu mirip sekali denganmu?”
Percakapan malam itu sukses membuat Sara senyam senyum sendiri, wajah merona merah setiap kali mengingatnya. Sejenak Sara seperti mengkhianati perasaannya pada Narez, mungkin ini adalah yang terbaik untuk Sara, sebesar apapun perasaan Sara pada Narez, ia tidak mungkin untuk bersatu dengannya. Sara juga tdka menyangka jika pertemuannya yang hanya sesaat bisa tumbuh rasa tidak ingin berpisah dengannya. Kini sara hanya bisa berdoa dan mengantar kepergiannya keranah perang yang paling ia benci. Sara juga berpesan kepada Rawnie untuk menyelamatkan tanahnya dan membantu pasukan kerajaan. Rawnie mnejanjikan jika ia akan melindungi wilayah Aselin tapi tidak mungkin untuk melindungi kerajaan, karena anggota Lingga tidak mungkin untuk melindungi kerjaan, hal itu akan terlalu berbahaya jika mereka harus mendekat. Apalgi Anggota Lingga bukan tipe penyerang secara terang-terangan, kalaupun anggota Lingga bisa membantu tanpa harus mendekat hal itu tidak perlu Sara beritahu. Sara mengetahui maksud Rawnie hanya saja Ia merasa khawatir dengan Addrin.
Perang ahkhirnya terjadi antara kerajaan Lasverre dengan kerajaan Daarz yang mengira kerajaan Lasverre lemah karena selama ini mereka tidak bertidak apapun hanya diam sampai beberapa kerajaan telah mengambil alih dan masyarakat banyak yang sengsara karena penyerangan yang membuat mereka kehilangan keluarga dan tanah mereka. Raja Naren hanya pusing karena terlalu memikirkan anaknnya. Jika terus seperti ini tidak mungkin kerajaan Lasverre memiliki keturunan. Sifat raja Naren ketika itu tidak hanya membuat musuh-musuhnya tertawa puas tetapi membuat pangeran pertama Leo memendam geram. Ia tidak peduli dengan kutukan, kalaupun memang ia kutukan itu ada dan ia tidak bisa memiliki keturunan ia akan menikahi semua wanita yang ada dimiliki kerajaan Lasverre baik itu bangsawan ataupun para pelayan bahkan budak sekalipun. Ucapan itu terus tengiang ditelinga Raja, istri raja bahkan pangeran lainnya. hal itu juga yang membuat Leo benci pada Addrin. Padahal kutukan itu ada karena ulah ayahnya sendiri.
Selama mendapat kutukan, peperangan terus terjadi dimanapun, addrin juga harus menerima kebencian dari semua orang dan juga keadaan istana yang sekarang tidak aman. Addrin mengetahui ha itu namuan ia tidak mungkin untuk bertindak mengingat keadaannya sekarang yang tidak aman untuknya berkata, jalan yang ia ambil hanyalah melindungi adik kandungnya Ira, setidaknya ia harapan Addrin jika memang ia harus mati bersama kutukan itu.
Pertemuannya ketika itu membuat Addrin sadar jika ia mencintai ataupun dicintai tetap mmebuatnya tersakiti bahkan berlipat ganda jika ia benar-benar mencintai wanita itu. Addrin yang selama ini diam nertindak layaknya putra mahkota dan mengajukan diri kepada Raja Naren untuk ikut andik dalam mempertahankan wilayah Kerajaan Lasverre meski itu harus dengan jalan perang. Raja Naren sedikit terkejut dengan ucapan Addrin meski ia telah mendengar penjelasan dari Addrin untuk bergerak. Naren tidak yakin tapi Addrin memohon untuk mengikti keinginananya “Jika aku tidak bisa melindungi rakyatku. Aku tidak pantas untuk menjadi seorang raja ayah”. Addrin berlutut dengan Air mata yang akhirnya ia perlihatkan dalam cahaya, karena selama ini ia membiarkan air matanya tenggelam dalam kegelapan.
Addrin yang mulai melupakan kejadian malam itu justru malam kembali mempertemukannya dengan cara yang sama, dibawah langit dengan sinar bulan yang tenang di dekat danau. Addrin yang tidak sengaja memegang dada Linn dan juga Sara yang menyebut nama “Narez” dalam tidurnya. Entah mengapa hal itu bisa terjadi, aroma tubuh sarapun sangat melekat dipenciuman Addrin ketika ia pertama kali bertemu. Ketika itu Addrin sengaja untuk tidak menemui lagi Linn atau Sara karena ia takut jika ia benar-benar mencintainya. Namun takdir mengatakan hal yang berbeda dan kini ia dalam dilema untuk mempertahankan atau menjauhinya. Semakin ia menjauh semakin aku merindukannya.
Perang hanya jalan satu-satunya untuk Addrin. Ia tidak hanya bisa melepas kutukan itu, ia juga bisa mendapatkan wilayah kerajaanya kembali dan yang pasti ia tidak menyakiti orang yang dicintainya. Ia ingin mmbebaskan orang yang terbebani dan merasa bahaya mengintainya jika ia terus hidup. Addrin semakin tidak percaya ketika ia bertemu untuk terakhir kalinya sebelum berperang, ia sengaja pada hari itu tidak kekamar Sara karena ingin menghindarinya tapi ia justru dipertemukan. Addrin tidak bisa menyalahkan jika Sara mengungkapkan kalimat yang begitu menyenangkan hatinya ketika ia mendengarnya tapi ia berani mengatakan hal itu karena Sara tidak tahu kenyataan.
Addrin yang telah sampai ditanah perang masih belum bisa melupakan ucapan Sara yang begitu menghangatkan. Tapi hari ini bukanlah saatnya ia mengenang kebersamaanya bersama Sara, ia harus mengahdapi kenyataan jika didepannya adalah musuh brutal yang harus ia tangani. Musuh yang benar-benar tidak mengenal belas kasih setiap kali menjarah ataupun menyerang. Perang ini juga adalah perang pertama setelah ia bersembunyi terlalu lama di balik dinding istana. Setidaknya pertemuan dengan Sara tidak ingin ia sia-siakan. Addrin menatap kedepan betapa banyaknya pasukan kerajaan Daarz yang disiapkan hanya untuk memerangi kerjaan Lasverre yang sudah jelas hampir seperempatnya wilayahnya sudah dikuasai oleh beberapa Kerajaan yang sengaja mencari keberuntungan dari kelemahan kerajaannya. Kalau bisa Addrinpun ingin meminta bantuan Lingga yang telahia dengar beritanya jika beberapa Anggota Lingga membantu mempertahanjan wIlayahnya dari serangan musuh. Setidaknya ia lega jika Lingga berasal dari Kerajaan, seperti yang Addrin dengar Lingga sangatlah hebat dan lucunya Lingga hanya merampok orang-orang tertentu dan kebanyakn dari mereka adalah bangsawan sombong. Setidaknya Addrin tahu jika Lingga bukanlah orang yang mementingkan diri sendiri. Namun ia terlalu sulit untuk ditemukan apalagi ditemui rasanya itu snagatlah mustahil.
Raja Naren, Addrin dan pastinya Leo memimpin pasukan digaris depan, Beltin tetap berada di tenda untuk memperhitungkan dan strategi yang aan diambil langkah selanjutanya sedangkan Raska ia membantu beltin untuk mencari informasi mengenai musuh-musuhnya. Mereka bekerja sesuai kemampuan mereka masing-masing. Hanya Leo dan Addrin yang memiliki kekuatan yang tangguh. Leo yang penuh ambisis dan benci kekalahan tidak mudah untuk musuhnya mengharapakan kemenangan sedang Addrin memiliki tanggung jawab dan ia benci perang karena sekali ia membunuh, pedangnya tidak bisa dihentikan, ia akan terus mengayun dan menyerang. Pedanganya menyeimbangi Addrin yang mulai haus darah ketika ia mempertahankan keinginannya.
Ia bukanlah Addrin dulu yang terus diam, kini ia bersumpah untuk mengambil kembali wilayahnya dan akan menghidupkan kerajaan yang telah mati. Mungkin ia telat untuk menyadari perasaan ini tapi ia merasa bersyukur karena perasaan itulah yang menyadarkan dna membangkitkannya. Kewajibannya hanya satu sebagai seorang pangeran dan juga putra mahkota yang akan kandidat raja yaitu mencintai rakyat dan melindungi negrinya. Hanya itu tanggung jawab yang bisa ia lakukan karena ia tidak akan pernah mungkin bersatu dengan orang yang dicintainya dan ia juga rela menanggung kutukannya sampai waktu menghentikannya.
Dimedan perang ini ia bersumpah untuk menjadikan negerinya seperti semula. Cukup sudah negeri ini terkoyak dan rakyatnya terlantar karena kesalahannya, ia duduk dipangkuan kuda yang juga sudah bersiap untuk menyerang mengikuti gerakan Addrin . terompet perang ditiup menggema menguasai udara di langit. Tanggan kanan Addrin memegang pedang yang sudah lama sekali tidak ia sentuh dan tangan kiri ia memacu kudanya dengan kencang sekencang angin, hentakan kuda terdengar sekali menggembur tanah. Prajurit dibelakangnya hampir tertinggal jauh. Pedang dan matanya sama-sama tajam, aura membunuh sangat terasa sekali mengelilingi Addrin yang benar-benar berubah seperti monster yang kelaparan karena telah dikurung terlalu lama.
Addrin mengamuk sejadinya, dari dulu Addrin memang bukanlah orang yang mudah diremehkan. Perang perdananya setelah sekian lama membuahkan hasil. Kalah jumlah kini sudah tidak jadi halangan lagi untuk Lasverre semua karena Addrin yang membabi buta. Baik sang Ayah ataupun Leo tidak percaya dengan tinkgah Addrin yang kemampuan tidak menurun sama sekali padahal ia tidak pernah ikut ke medan perang ataupun latihan. Untuk kesekian kalinya Leo dibuat kesal karena Addrin yang selalu menghalangi jalannya. Kegagahan Addrin membuat semu terpukau.
Waktu yang dibutuhkan cukup lama tapi setidaknya Kerajaan Lasverre bisa menorehkan kemenangan ditanahnya. Wilayah yang semapt dijajah daa dijarah bisa direbut kembali. untuk sementara Addrin bisa bernapas lega, satu pekerjaan sudah terselesaikan. Ia masih duduk tegak diatas kudanya memandangi tanah peperangan yang masih penuh dengan prajurit tewas demi mempertahankan negerinya. Ia tidak ingin lagi melihat pemandangan yang seperti ini, meski untuk negeri rasanya tidak sepadan untuk mengorbankan para prajurit yang memiliki keluarga yang ditinggalkan. Entah sampai kapan ia akan terus melihat seperti ini. tidak seperti Addrin yang dulu yang tidak pernah menghiraukan keindahan ataupun nyawa, namun semenjak kutukan itu bersanding dengannya mata hatinya terbuka meski ia menutup dirinya dari semua orang.
Addrin mencoba berbaur dengan prajurit yang sudah lama sekali ia tinggalkan. Ia melirik kekiri dan kekanan melihat prajuritnya sebelum ia masuk ke tendanya untuk beristirahat. Addrin menemui sang Ayah, ia tersenyum menatap sang ayah namun yang ditunjukkan sang Ayah justru berbeda. Raja Naren memberikan wajah sedihnya setelah Addrin berusaha memenangakan peperangan. Addrin tidak mengerti yang dimaksud dari wajah ayahnya itu.
“Ada apa ayah” ujar Addrin bingung.
“Maafkan ayah Nak” Naren memeluk Addrin dengan tangisan.
“Ayah berhentilah menangis, kau seorang Raja jangan sampai Prajuritmu melihat kelemahan” Addrin balas memeluk Ayahnya.
“Mengenai kutukanitu, ayah tidak perlu resah. Aku tidak pernah menyalahkan ayah. Kau harus kuat ayah perang ini msaih belum selesai”.
“Andaikan saja ayah tidak ceroboh ketika itu, kau tidak akan mendapat hukuman yang seharusnya itu untuk ayah” ungkap Naren.
“Sudahlah Ayah. Kau harus ingat jika kau adalah seorang Raja”
Ayah dan anak itu saling menumpahkan kesedihan, kekesalan dan rasa bersalah mereka. Naren sangat sedih dan terus menerus meminta maaf pada anaknya. Ia mengungkapkan ketidakbecusannya sebagai seorang raja yang tidak bisa melindungi rakyatnya dan juga anaknya. Ungkapan Anak dan ayah itu menghentikan langkah kaki seseorang. Leo yang ingin menemui ayahnya untuk merayakan sejenak kemenangannya harus mengurungkan niatnya karena mendengar ungkapan mereka berdua.
Konsep ceritanya menarik dengan sudut pandang istana sentris. walaupun banyak typo. Aku suka, sukses untuk ceritanya. Kunjungi ceritaku juga ya... yang RARANDREW.
Comment on chapter 01. SI BUNGSU