Hutan dan Kehidupan
Para bandit itu mulai melawan dan menjarah barang bawaan mereka semua. Bahkan beberapa menunjukkan wajah bejadnya terhadap Sara dan Rawnie. Merekapun sangat pintar untuk menyiksa kami secara perlahan. Sara beruntung karena tidak ada Pon yang melihat jelas wajah bejad mereka.
Melihat bandit itu mendekati Sara, Worrie dengan sigap dan berusaha untuk melindunginya. Kini 4 sudah prajurit yang tergeletak tepat didepan mereka dan belum ada korban sama sekali dari bandit itu hanya luka dan itupun karena Worrie.
"Nona cepatlah pergi hamba sudah tidak bisa lagi menahannya" Worrie terus bersungut-sungut mengusirnya.
"Sungguh pahlawan sejati" Desah sara lalu menurunkan tangan Rawnie yang menghalaunya. Rawnie yang melihat sikap nonanya langsung masuk kedalam keretanya sedangkan Sara menghampiri Worrie. "Kau memiliki keluarga?"
Worrie bingung dengan ucapan Nonanya tapi ia harus menjawabnya, "Kami semua disini memiliki keluarga"
"Baiklah"
"Nona apa yang ingin kau lakukan" Worrie bertambah khawatir karena Nonanya mendekati mayat prajurit yang tergeletak dan mengambil pedangnya.
"KALIAN SEMUA JIKA BERANI LAWAN AKU!!!"
Para penjahat itu menertawai dan mengejek Sara dengan Tawaan yang menggema diudara. Suaranya sangat keras seolah mereka akan mendapat kemenangan sedangkan para prajurit ketakutan karena tingkah Sara yang justru akan membuat mereka dihukum mati jika tidak membawanya dengan selamat ke kerajaan dan juga tantangan Nonanya yang semakin memeperumit keadaan mereka saat ini yang sangat jelas tidak menguntungkan.
"KALAU KALIAN MASIH INGIN HIDUP, PERGI SEKARANG JUGA!!!"
Salah satu dari bandit itu tidak mengindahkan ucapan Sara justru ia berusaha untuk menyentuh bagian tubuh Sara, tanpa pikir panjang dan ampunan sara mengayunkan pedangnya dan membunuhnya dalam satu ayunan. Para bandit tidak terima dan ikut menyerang Sara. Sara tidak menyangka jika sisi lainnya akan di tunjukkan didepan orang lain kecuali Pon dan Rawnie. Sara sangat serius bertarung melawan para bandit disusul oleh Rawnie yang ia jadikan kesempatan untuk mengamuk. Beberapa dari mereka sudah tumbang. Sara langsung menghentikan aksinya ketika menghitung beberapa bandit itu tidaklah banyak dan membiarkan Rawnie yang mengurusnya.
"Hey... Nona mengapa kau membuang pedangmu?" Tanya Rawnie yang masih bertarung.
"Kau tidak perlu berpura-pura bukankah kau menikmati dan menunggu saat ini. Lakukan semaumu" Jawab Sara dengan senyum iblisnya dan alisnya yang ia naikkan.
Rawnie hanya mengangkat bahu dan melanjutkan pertarungan kembali. Gerakan pedang Rawnie meski tidak lebih cepat dari Sara tapi ia langsung mengenai organ vitalnya. Sara juga tidak ingin membuat para prajurit didepannya mematung. Tidak hanya itu gaun ini hanya ada 2 dan diberikan langsung oleh kerajaan jika sampai terkena darah yang tidak normal akan lebih panjang urusannya.
"Apa dipegunungan ini masih banyak bandit" ujar Rawnie mengatur napasnya dan menyarungkan pedangnya setelah membereskan para bandit itu.
"Hey... " Teriak Sara mengejutkan para prajurit dan Kapten Worrie. "Kalian tidak perlu takut aku tidak akan membunuhmu. Aku hanya tidak ingin membuat keluarga kalian sedih termasuk keluarga mereka tapi cara yang mereka gunakan pasti tidak kalah kejam dari semua ini"
Worrie yang mendengarnya terharu dan langsung bersujud bersumpah setia kepada Sara. "Aku Worrie bersumpah melayani Nona Sara seumur hidupku bahkan dengan nyawaku". Ucapan Worrie diikuti oleh prajurit lainnya masih tidak percaya apa yang barusan mereka lihat.
Ia teringat kembali ketika Pon dan Rawnie mengucapkan sumpah yang sama. "Bukankah kau telah bersumpah kepada kerajaanmu"
"Itulah alasanku menjadi seorang Prajurit. Aku bersumpah untuk melindungi tanah kelahiranku meski tanpa ada Raja sekalipun" Ujar Worrie tegas dan cukup berani mengatakan hal itu, mungkin ia sudah dihukum mati jika ia berbicara langsung didepan raja.
Sara tersenyum bangga masih ada orang yang seperti ini didunia yang bisa dibilang kejam dan busuk ini. "Aku terima sumpahmu. Dan tugas pertamamu adalah merahasiakan semua ini. Jangan bicara kepada siapapun semua yang telah kau lihat. Anggap aku seperti wanita yang pertama kau pikirkan".
"Baik" ujar mereka kompak.
"Nona. Beladirimu sangat tangguh. Aku belum pernah melihat cara bertarung dan berpedang sepertimu. Bahkan gerakanmu bisa setingkat komandan. Nona maaf jika aku lancang. Aku ingin berlatih caramu bertarung"
“Apa kau tidak curiga padaku, aku bisa saja melawan kerajaanmu dan melakukan pemberontakkan?” ujar Sara yang membuat Worri sedikit terkejut karena benar juga yang dikatakannya bukan tidak mungkin hal itu terjadi mengingat ia juga mendegar jika Kerajaannya mulai melemah saat desas desus pangeran dikutuk mulai menyebar dan hal itu membuat kerajaan lain berusaha untuk menyatakan perang dan mengambil alih.
“Hahahahha” Sara terkekeh melihat wajah Worri yang bercucuran keringat dipastikan ia sedang berpikir keras.
Sara tidak mengatakan septahkatapun dalam beberapa detik begitupun dengan Worrie yang terus menunduk tidak berani menatap yang kini telah menjadi Tuannya karena sumpah setianya.
"Lihatlah aku" ujar Sara dan perlahan Worrie mengangkat kepalanya. "Ada berapa prajurit dalam komandomu?"
"Aku baru saja diangkat menjadi kapten dan aku baru dipercaya untuk memimpin 50 prajurit"
"Baiklah, biar nanti Rawnie yang akan mengurus semua itu, syaratnya hanya satu, apa kau memiliki kayakinan dalam hatimu. Jika kau yakin kau harus mempersiapkannya" Ujar Sara tegas.
"Nona kau sebenarnya ke istana untuk menikah dengan pangeran atau membunuh pangeran. Mengapa isi tasmu semuanya senjata milikmu?" Bisik Rawnie yang dibalas dengan senyuman manja oleh Sara.
Ucapan Rawnie semakin membuat Worri terkejut, apakah benar jika yang dihadapannya ini akan melakukan pembunuhan. Rawnie yang mengetahui akal-akalan Sara menambahkan Kalimat yang membuat suasana seolah mencekam. Sara dan Rawnie tidak kuasa menahan tawa mengerjai Worri yang menganggapnya serius. Sara yang sudah menganggap dirinya keterlaluan meminta maaf pada Worri. Sara lalu menyuruh mereka mencari daun Nale untuk luka mereka agar lebih cepat kering.
2 hari telah berlalu. Dari kejauhan gerbang yang besar sudah terlihat namun megahnya istana memberikan yang tak adil pada mata ini. Ia tidak tahu sama sekali jika istana akan sebesar ini. Jika jarak seperti sudah terlihat besarnya, ia tidak yakin jika harus melihatnya dari dekat. Pasti akan lelah sekali. Ia yakin jika wilayah kota Aselin masih lebih kecil jika dibandingkan dengan istana yang besar dan mewahnya tidak terukur.
Sara bisa melihat dengan sangat jelas sekali gerbang yang akan ia masuki. Tidak hanya kereta miliknya, sepertinya undangan yang ditunjukan untuk pawa wanita lainnya mulai memenuhi gerbang dan jalanan menuju istana. Setelah melewati gerbang utama mereka disambut oleh para rakyat yang menunggu mereka. Namun yang terlihat oleh Sara bukanlah Riuh dan tepuk tangan penduduk melainkan orang yang terpojok dan terkulai lemas diantara dinding kumuh. Sara menundukkan kepala dan lebih memilih berdiam diri didalam keretanya, selama ia meminimalisir ketidak adilan diwilayahnya dan berpikir mungkin diibu kota ini tidak akan ia jumpai hal ini namun yang ia lihat justru sebaliknya. Sara melihat keluar dari balik tirai jendela yang tidak sengaja terbuka karena goncangan kereta kudanya. Bahkan ia hanya duduk diam ketika disuguhkan hijau pepohonan sebelum ia memasuki istana.
Sara tiba dihalaman depan istana dan disambut oleh para prajurit yang berjaga di setiap kiri dan kanan tangga menuju kemegahan istana yang tiada kiranya. Sara keluar dibantu dengan uluran tangan Worri. Ia menatap dalam istana yang megah dan terlampau mewah. Namun matanya lebih terbelalak ketika melihat gadis lainnya yang sungguh luar biasa. Ada aksesoris berjalan, ada yang pindah rumah ada juga memakai topeng dan lain sebagainya. Sara mengucap dalam hati ia yakin diundang ke istana bukan ke acara sirkus. Ia mulai menaiki satu persatu tangga, hatinya sungguh berdebar ia tidak berani untuk berpikir.
Angin yang menghampiri hidung Sara memaksanya untuk menghentikan langkah kakinya. Ia mencium aroma yang sangat wangi, ia pun menoleh mencari asal aroma itu. Untuk pertama kalinya ia yakin jika wujud wanita adalah seperti ini. Ia takjub dengan wanita bergaun merah dan berkulit mulus, bahkan tidak hanya Sara melainkan wanita lainnya juga terdiam dan saling berbisik memperhatikan setiap langkah wanita anggun itu. Wanita yang dikawal lebih banyak penjaga dan juga dayang, bisa dibilang melebihi kuota yang sudah disediakan kerajaan sebelumnya dan itu jelas terlihat disalah satu pengawal memakai jirah lebih bagus dari Worri. Tidak hanya itu Worri dan ketua lainnya membungkukkan badan pada prajurit yang pastinya jabatannya lebih tinggi dari mereka.
Wanita itu perlahan melewati Sara dan kini berada didepannya. Yang lebih sialnya lagi angin selalu mengitarinya dan membuat udara yang masuk kehidungnya seolah tidak membiarkan aroma lain untuk memasukinya. Untuk pertama kalinya ia menyesal jika ia tidak bisa menjadi wanita seutuhnya selembut dan secantik Raveena atau seangkuh dan tegas seperti Isvara. Dalam sekejap Sara merasa jabatannya tidak jauh berbeda dengan Rawnie hanya sebatas dayang yang menghantar ratunya. Padahal wanita bergaun merah itu hanya menggunakan hiasan sederhana namun pesonanya penuh dengan aura yang wanita idamkan. Jika ia benar-benar Linn yang seorang lelaki ia bisa menyukainya.
"Dia adalah Nona Mamisha Adelle Fadella. Ia anak pertama dari jenderal Fradella. Dan ketua itu adalah Kapten Tan, kapten tingkat satu yang juga merupakan Kapten tertinggi dan banyak menorehkan keberhasilan untuk kerajaan ini" ucap Worri menjelaskan yang ia ketahui.
"Aku tidak bertanya!" ujarnya sedikit jutek. Rawnie hanya tersenyum melihat majikannya untuk pertama kali cemburu melihat orang lain apalagi seorang wanita.
Sara menatap dalam wanita bergaun merah itu, ia juga berpikir dari segi apapun kalau judul menjadi seorang wanita ia pasti sudah kalah telak bahkan wanita lain yang ia lihatpun tidak ada yang mampu menyaingi pesona wanita itu. Sara cukup penasaran untuk apa diadakan surat menyurat atau undangan yang mempunyai rasa ancaman, karena mau tidak mau harus dipastikan hadir, hanya saja jika sudah jelas pemenangnya seharusnya tidak perlu diadakan hal semacam ini. Sara sangat direpotkan undangan itu. jika saja tidak datang kerumahnya, hal ini tidak mungkinn terjadi. sara sangat kesal, untuk pertama kalinya ia seperti kalah saing. "Worri, untuk apa diadakan acara seperti ini?"
Bisikan Sara terasa menggelikan karena sangat berbeda dengan ucapan sebelumnya. "Yang Mulia Ratu menginginkan acara ini tetap dilaksanakan"
Sara hanya mengangguk dan mengatakan "oh" saja. "Ternyata kau juga jago menguping dan bergosip"
Worri menaikkan sebelah alisnya, "Maaf Nona saya hanya mendengar sekilas saja, benar-benar tidak bermaksud... "
Sara langsung terkekeh kecil melihat raut wajah worri yang mudah sekali ditebak. "Terserah kau saja" ujarnya memegang pundak Worri dan melanjutkan menaiki tangga.
Sara memasuki istana yang benar-benar megah. Ia tidak percaya jika istana ini seindah dan sebagus ini. Ia juga yakin jika ruangan yang sedang ia pijaki bisa berkali-kali lipat dari rumahnya. "Berjalan kaki seperti berlari" gumamnya ketika matanya memutari seluruh ruangan yang berwarna putih dan emas. Jangankan lampunya temboknya saja menyilaukan mata Sara.
Meski begitu di otak Sara hanyalah ruangannya cukup banyak untuk ia bersembunyi.p
Konsep ceritanya menarik dengan sudut pandang istana sentris. walaupun banyak typo. Aku suka, sukses untuk ceritanya. Kunjungi ceritaku juga ya... yang RARANDREW.
Comment on chapter 01. SI BUNGSU