Why?
Lalu lalang kesibukan di tempat ini mulai berubah sepi. Papan warna oranye dan tulisan berbunyi POS di dinding belakang para petugas loket, seakan menjadi icon yang selalu menarik perhatian.
Vella masih merenung di salah satu kursi bercat oranye terang. Sudah sejam yang lalu dia berada di sana. Ada sesuatu yang ingin dipastikan. Alih-alih di kepalanya masih berkecamuk tentang keputusan Noval dan Mella yang sama-sama sepakat menjadikannya sebagai pemeran snow white. Belum lagi kejadian beberapa waktu lalu di cafe Chrry&Bakery.
Ia menghela napas. Kini beralih pada sepucuk surat di tangannya.
“Akhir-akhir ini aku terlalu sibuk sama drama—drama kehidupan, sampai lupa kalau ada punya misi yang harus aku selesaikan.” Gumamnya pada dirinya sendiri. Perhatiannya tertuju pada sepucuk kertas lusuh di tangannya.
Sudah satu bulan yang lalu Vella mengirim surat balasan. Tapi hingga hari ini, dia tidak menerima surat balasannya. Dia tidak lagi menganggap ini sepele. Meski sebenarnya dia merasa dipermainkan oleh surat misterius itu. Satu hal yang pasti, surat itu sukses membuatnya penasaran. Ia bahkan berjanji pada dirinya, ia harus bisa ingin menemukan siapa pengirim di balik surat-surat itu.
Ia melihat pantulan wajahnya dari lantai di bawah sana.
“Oke, aku harus menyelesaikan semua ini.” Pehatiannya
tertuju pada salah seorang petugas yang bergerak menghampirinya.
“Maaf Mbak, sudah jam 3 kami akan tutup.”
Vella bangkit dari duduknya. “Err. Tapi saya menunggu—“
“Mbak Vella ya?” seseorang menyapa dari belakang.
Vella berbalik. Dia melihat Paman Andi menghampirinya. Seorang petugas pengirim surat yang sudah cukup dikenalnya.
“Paman. Bukankah seharusnya surat temanku sudah sampai di Jakarta minggu ini?” tanyanya memastikan, “aku mengirimnya satu bulan yang lalu. Tapi kenapa—“
Paman Andi berfikir sejenak. “Wah tadi ada seorang petugas dari SMA mbak. Kebetulan dia mengenal mbak Vella, jadi saya menyampaikan surat-surat balasan itu padanya.”
Selama beberapa detik Vella tercenung. Mungkinkah seorang petugas TU mengambil surat-surat yang akan dikirim ke SMA-nya termasuk surat balasan miliknya. Kurang kerjaan sekali orang itu. Apa gunanya jasa Pak POS kalau dia bertindak begitu. Dia sendiri merasa bodoh, sejak kapan dia begitu penasaran dengan balasan surat itu. Lalu kenapa tiba-tiba dia menjadi sebodoh ini?
“Oh. Baiklah. Sepertinya tadi aku lupa mengeceknya di TU.” Lanjut Vella basa-basi.
“Kalau begitu, mari.”
Vella mengangguk. Ia segera beranjak keluar dari kantor POS. Dia mengumpat pada dirinya sendiri.
“Buat apa juga aku ngarepin surat balasan,“ Vella
mendecakkan lidahnya. Tiba-tiba ia menghentikan langkahnya
beberapa meter dari pintu keluar kantor POS.
“Kalau Kak Vegan di Jakarta dan surat itu dari Bandung, jelas bukan Kak Vegan yang mengirimnya kan? Mereka orang yang berbeda.” Desis Vella. Dia kembali berjalan menapaki trotoar. Begitu dia melihat sebuah busway merapat ke halte, dia bergegas mempercepat langkah kakinya.
***
Selama perjalanan menuju Cherry&Bakery seperti biasanya, Vella terus memikirkan teka-teki ini. Dia tak lagi peduli mengapa dia menjadi begitu serius begini? Sejak kapan dia menjadi begini? Bukankah sketsa kosong yang dijelaskan Ivy beberapa waktu lalu sudah cukup membuatnya muak dengan orang misterius itu? Atau, mungkinkah dia mulai tertarik dengan kata-kata dalam Bahasa Italy di sana?
Sebuah notifikasi SMS dari ponsel di saku seragamnya menyadarkan Vella dari lamunan sesaatnya.
Tina: Vell, Kakak bakal pulang malem jadi maaf nggak bisa jemput kamu hari ini.
Vella tiba-tiba bangkit. Membuat beberapa penumpang di sampingnya ikut terkejut melihatnya.
“Ada apa Mbak?” tanya petugas busway terkejut. “Mau turun di sini?”Vella masih celingukan di dalam bus. Dia melihat keadaan di luar. Begitu ia berhasil menemukan huruf “C dan B” warna coklat dengan hiasan kue dan donat, ia pun mengangguk pada petugas busway memberi isyarat kalau dia akan turun di halte selanjutnya.
***
@yurriansan makasiih banyak yaaa ... ☺️
Comment on chapter FLASH BACK