Read More >>"> Give Up? No!
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Give Up? No!
MENU
About Us  

Aline Gabriella Wijaya adalah murid SMA Negeri 15 Surabaya dan termasuk murid yang cerdas. Sekolah menengah atas tersebut tergolong cukup mahal dan rata-rata semua murid yang sekolah di sana berasal dari keluarga yang berada. Tapi tidak untuk Aline, Ia bukan berasal dari golongan yang berada. Ayahnya meninggal 2 tahun yang lalu, dan kini ibunya bekerja sebagai pembantu rumah tangga untuk mencukupi kebutuhan mereka, serta adik perempuannya yang duduk di kelas 5 SD.

            Aline mendapat program bantuan dari sekolah karena prestasinya, sering sekali dirinya diikut sertakan oleh guru-gurunya untuk lomba tingkat nasional dan mengharumkan nama sekolah. Kebutuhan sekolah Aline ditanggung oleh majikan ibunya yang merupakan orangtua sahabatnya karena mereka melihat prestasi Aline yang tidak main-main.

            Kini Aline duduk di kelas 3 yang sebentar lagi akan melangsungkan ujian nasional. Ia menjalani kesehariannya di SMA dengan senang meskipun ada beberapa murid yang selalu mengejeknya, namun kehadiran sahabatnya membuat Aline tidak bersedih begitu saja. Sahabat Aline bernama Marsha Agnovyan yang biasa dipanggil Chaca. Teman baik Aline tentu saja dari keluarga yang berada, ayahnya bekerja sebagai dosen matematika di UNAIR. Namun status keluarga Chaca tidak membuatnya malu untuk berteman dengan Aline.

“Nanti kalau sudah lulus kuliah mau jadi apa?” tanya Chaca.

Aline yang sedang membaca buku pun menjawab, “Lulus SMA aja belum, kenapa harus mikirin masalah lulus kuliah mau jadi apa?” jawab Aline yang pandangannya masih pada buku.

“Ga papa dong… kamu kan pinter, kamu tuh ya… pinter, masa depan pastinya jelas, mau jadi apa bisa, daftar kuliah di perguruan tinggi manapun pasti diterima, kalau udah lulus kuliah pasti dapat tawaran kerja.” Kata Chaca.

            Aline tersenyum tipis, Ia menutup bukunya kemudian tatapannya memandang ke depan. “Aku cuma pingin bahagiain ibu sama adik, biar semuanya aku yang nanggung.”

“Udah? Itu aja?” Chaca menggelengkan kepalanya, “Mama sama Papa kalau punya anak kayak kamu pasti bangganya nggak karuan.”

Aline menoleh pada Chaca dan mengacak rambut sahabatnya itu. “Makanya belajar… orangtua kamu udah seneng banget lihat kamu rajin belajar. Jadi orang tuh ya nggak harus jadi nomor 1 yang penting kita berhasil dan bikin bangga orang-orang yang disayangi.” Katanya.

“Iya deh aku belajar, biar orangtua sama sahabatku senang.” Kata Chaca diiringi tawanya.

Mereka berdua pun tertawa di tengah keramaian taman sekolahan.

            Waktu menunjukkan pukul 10 pagi, bel istirahat berbunyi saat itu juga. Aline sendirian berjalan menuju perpustakaan tanpa Chaca karena ada kelas tambahan. Saat hendak menuju tempat tujuan, tiba-tiba Aline ditarik oleh 3 murid perempuan ke toilet, mereka menarik Aline secara paksa. Suasana toilet yang sepi membuat Aline sedikit ketakutan sehingga Ia hanya pasrah saja.

Salah satu dari mereka mendorong Aline ke tembok dengan kasar sehingga membuat Aline meringis kesakitan karena punggungnya membentur tembok.

“Udah merasa paling hebat? Mau ngalahin aku?” tanya salah satu murid berambut panjang yang diikat. Tatapan murid itu menunjukkan kemarahannya pada Aline.

“Sania, aku tuh nggak ada niat buat ngalahin kamu atau siapa-siapa.” Kata Aline.

“Eh, dulu aku yang lebih unggul daripada kamu! Aku ingatin ya, mending kamu ngalah dulu, kayaknya kamu serakah banget biar jadi anak kesayangan guru.” Kata murid bernama Sania.

            Salah satu teman Sania menarik sekilas rambut Aline.

“A!” Aline menoleh pada murid yang menjambaknya tadi, kemudian tatapannya beralih pada Sania, kini tatapan Aline sedikit tajam. Tatapannya menandakan bahwa Aline muak dan kesal atas perlakuan Sania dan teman-temannya ini.

“Intinya aku nggak ada niatan buat ngalahin siapa-siapa! Aku ke sekolah cuma belajar sama cari ilmu. Kamu takut kalah pintar sama aku? Sampai bawa aku ke sini pakai cara begini pula. Apaan ini? Kalau gini caranya, udah kelihatan mana yang lebih pintar sama cerdas. Kata ibuku, orang pintar tuh kalau bersaing pakai pikiran mereka. Bukan pakai fisik sama keroyokan. Kalau kamu merasa dikalahin sama aku dan mau lebih unggul dari aku, nggak papa kok. Kamunya aja mungkin yang kurang belajar, makanya tingkatin belajar kamu biar bisa unggul dari aku.” Kata Aline panjang lebar. Kata-katanya menyampaikan emosinya pada Sania.

Sania terkejut dengan perkataan Aline. “Apa?!” Ia pun menyuruh teman-temannya untuk mengeroyok Aline, namun untung saja Chaca datang tepat waktu dan menolong Aline. Chaca langsung menarik Aline pergi dari sana dan mengajaknya ke perpustakaan.

            Mereka duduk di bangku paling pojok, niat Aline membaca buku menjadi hilang sejak kejadian tadi. Tatapannya murung terus dan membuat Chaca khawatir.

“Dia tuh ya… merasa paling hebat aja. Kayak nggak suka gitu ada yang lebih unggul dari dia, kayak dunia ini punya dia aja.” Complain Chaca.

Aline hanya diam dan memangku kepalanya dengan tangan kanannya. “Tahu darimana aku ada di sana?”

Chaca menjawab, “Dikasih tau anak tadi. Aline, menurutku si Sania bukan cuma iri sama kamu, tapi benci. Sania kayak mau nyingkirin kamu aja, dia sengaja nglakuin itu biar kamu stress dan nggak fokus belajar.”

Aline hanya tersenyum miring.

“Oh ya! gimana kalau kamu kuliah di UNAIR aja? Siapa tahu papaku bisa bantu kamu.” Tawar Chaca.

“Aku memang mau kuliah di sana, fakultas kedokteran, tapi ibu minta aku masuk managemen. Yaudah aku nurut aja.” Kata Aline.

“Biasanya pilihan orangtua itu yang terbaik. Semangat ya…”

Aline menoleh dan tersenyum pada sahabatnya.

            Waktu terus berlalu. Semua murid kelas 3 telah ditetapkan tambahan kelas untuk maple khusus UN pada jam 6 pagi dan jam 3 sore. Mau tidak mau mereka harus melakukannya karena ini demi nilai mereka agar mendapat nilai sempurna. Bahkan terkadang mereka pulang sampai maghrib karena pembahasan materi yang begitu banyaknya.

            Malam menjelang ujian nasional pun tiba, orangtua Chaca meminta Aline untuk belajar bersama putri mereka. Aline pun mengiyakan permintaan mereka.

D-day pun tiba. Ujian nasional dilaksanakan seluruh SMA di Surabaya. Penjagaan yang ketat agar tidak terjadi kecurangan dilaksanakan dengan baik selama 4 hari.

Dan hari ke-4 yang merupakan hari terakhir pun tiba. Aline mengerjakan soal ujian dengan teliti dan tidak terburu-buru karena nilai ujian ini akan ikut menentukan masa depannya.

            Hari kelulusan pun tiba, semua murid kelas 3 didampingi orangtuanya duduk di kursi tamu yang disediakan. Hari kelulusan ini sekaligus menjadi hari perpisahan mereka sehingga banyak pertunjukkan yang ditampilkan saat itu juga. Ibu Aline datang bersama dengan adiknya, Cindy. Sedangkan Chaca kedua orangtuanya datang.

Dan pengumuman siswa terbaik oleh kepala sekolah pun berlangsung. Mereka semua penasaran siapa orang itu. Dan orang itu adalah…

“Aline Gabriella Wijaya.”

            Suara tepuk tangan menggema di aula. Semua hadirin berdiri dan memberi senyuman bangga pada Aline termasuk Chaca dan kedua orangtuanya. Ibu Aline memeluk putrinya beserta dengan airmata harunya, Aline membalas pelukan ibunya dengan erat, Ia berusaha menahan airmatanya agar tidak terjatuh.

Aline dipersilahkan maju ke atas podium untuk menerima ijazah kelulusan dan penghargaannya. Ketika melewati Chaca, mereka berpelukan erat.

            Sehari setelah hari kelulusan, Aline langsung mendaftar ke Universitas Airlangga melalui jalur bidik misi. Ia datang tanpa Chaca karena sahabatnya itu mendaftar di Universitas Surabaya (UNESA) fakultas psikolog. Dan beberapa hari kemudian Aline dinyatakan diterima di UNAIR fakultas managemen. Aline juga mendapat beasiswa karena prestasinya, itu meringankan beban keluarganya.

            Selama kuliah, Aline mendapat banyak teman karena kecakapannya. Aline mendapat banyak pengetahuan dan latihan untuk pekerjaannya nanti. Meskipun tidak satu kampus, mereka sering menyempatkan untuk bertemu.

            Kesibukkan Aline di kampus membuatnya harus pulang larut malam, jarak kampus ke rumahnya cukup jauh dan minim kendaraan. Itu membuat Aline harus naik ojek. Saat hendak menyebrang di persimpangan, sebuah truk melaju dengan cepat menghantam motor yang ditumpangi oleh tukang ojek dan Aline. Ia sendiri terlempar jauh dan kepalanya membentur aspal dengan sangat keras, darah mengalir keluar dari kepala Aline, tidak hanya kepalanya yang mengeluarkan darah, telapak tangannya terluka karena bergesekkan dengan aspal. Saat itu juga Aline berusaha menahan kesadarannya, matanya memandang langit pada malam hari, Ia ingin sekali menutup matanya tapi dirinya terlalu takut. Yang Aline rasakan hanya rasa sakit pada kakinya, sakitnya lumayan lebih sakit jika dibandingkan kepala Aline yang terluka. Aline merasa harapannya yang ingin membahagiakan ibunya sampai di sini saja. Dan setelah itu semuanya menjadi gelap.

            Di rumah Aline, ibunya terbangun malam-malam karena menerima telefon dari rumah sakit. Beliau sangat terkejut mendapat kabar putrinya kecelakaan. Dengan segera beliau membangunkan Ela, adik Aline, menuju rumah sakit. Di sana, Chaca dan kedua orangtuanya telah menunggu. Belum sampai situ saja yang membuat ibu Aline shock dan hampir spot jantung.

“Kaki kirinya harus diamputasi, kalau tidak nanti akan menimbulkan rasa sakit yang terus muncul dan sulit untuk ditangani.” Kata dokter yang menangani Aline.

            Chaca dan Ela segera memeluk beliau, ibu Chaca mencoba memberi kekuatan pada ibu Aline. Pihak kampus menawarkan bantuan untuk operasi Aline, bahkan keluarga Chaca juga menawarkannya.

            2 hari kemudian, Aline baru sadar sejak kejadian kecelakaan itu. Ia mendapati ibu dan Chaca berdiri di samping ranjangnya. Aline merasakan sedikit sakit pada kepalanya sehingga membuat tangan kanannya menyentuh keningnya, dan Ia merasakan perban yang meliliti kepalanya. Melihat itu, Ibunya mengelus kepala Aline dan berusaha menahan airmatanya. Aline duduk dibantu oleh Chaca, sahabatnya itu tersenyum pada Aline. Melihat keadaan Aline seperti ini membuat Chaca ingin menangis, namun Ia harus menahannya.

            Aline merasakan kejanggalan pada kakinya, ketika Ia membuka selimutnya, betapa terkejutnya Aline melihat kaki kirinya tidak sesempurna kaki kanannya.

“Ini.. kenapa…” Aline menatap ibunya dan Chaca bergantian.

Ibunya hanya bisa meneteskan airmatanya.

Aline menangis sejadi-jadinya. “Kenapa kayak gini? Aku nggak mau! Aku nggak mau! Ini nggak adil!”

Ibu Aline memeluk putrinya dan berharap bisa memberikannya kekuaatan, Chaca juga turut menangis melihat keadaan sahabatnya.

“Aline, kamu harus kuat. Ini bukan akhir dari semuanya, kamu masih ada kesempatan…” kata Chaca menggenggam tangan Aline.

            Hari demi hari, keadaan Aline telah membaik dan diboehkan pulang. Ia masih dalam tahap penyembuhan. Di rumah, Aline hanya melamun di kamar. Akan sangat susah untuknya kuliah dengan satu kaki. Ia merasa bahwa sudah tidak ada lagi masa depan untuknya.

Saat itu juga, ibunya datang dan menyemangatinya.

“Aline sudah nggak kuat lagi, bu…” Aline menggelengkan kepalanya dan kembali meneteskan airmatanya.

“Aline… ibu mengerti kamu dari siapapun, kamu bukan orang yang mudah menyerah begitu saja. Dengan kejadian seperti ini jangan kamu jadikan alasan untuk membiarkan mimpimu lepas begitu saja. Kamu tahu, nak?”

Aline menoleh menatap ibunya dengan sendu.

“Kamu diberikan hidup seperti ini karena kamu cukup kuat untuk hidup seperti ini. Percaya. Tuhan tahu kamu bisa bertahan, kamu masih diberi kesempatan. Tahu kan maksud ibu?” Ibu Aline mengelus kepala putrinya dan memeluknya erat-erat.

            Berkat semangat dari ibu dan teman-temannya, Aline tidak menyerah begitu saja. Demi janjinya pada sang ibu. Aline harus terbiasa mulai sekarang dengan tokat penyangga untuk membantunya berjalan.

            Chaca terus memberi semangat pada sahabatnya untuk terus semangat agar impiannya tercapai. Bahkan teman-teman di kampusnya turut menyemangatinya. Aline tidak merasa sendiri jika begini.

            Jenjang kuliah S1 yang diraih Aline telah selesai dengan waktu yang singkat. Lagi-lagi Aline menjadi lulusan terbaik tahun itu. Aline mendapat tawaran kerja dari berbagai perusahaan di Surabaya. Dosen bahasa Inggris mengenalkannya pada pengusaha dari Amerika, pengusaha itu takjub pada Aline dan hendak mengajak Aline untuk bergabung dengan perusahaannya yang ada di Amerika. Namun Aline meminta izin terlebih dulu pada ibunya.

“Sejauh ini ibu sudah percaya sama kamu, kalau itu yang terbaik ibu akan mendukung.” Kata ibunya.

“Iya, bu. Aline janji kok, nanti kalau Aline sudah punya uang akan dikirim untuk ibu dan Ela.”

            Aline pun menerima tawaran pekerjaan itu. Ia berangkat ke Amerika dan bergabung dengan perusahaan yang terbilang cukup sukses besar di California. Aline langsung mendapat bagian manager pemasaran, Ia dipercaya memegang jabatan itu karena atasannya melihat prestasi-prestasi Aline. Gaji yang diterima setiap bulan selalu Aline kirim ke Indonesia untuk ibunya, mereka menyempatkan diri untuk berkomunikasi. Bahkan Chaca yang kini menjadi guru magang di SMP sering menghubungi sahabatnya yang ada di Amerika itu.

            Teman satu perusahaannya yang bekerja sebagai Direktur, mengungkapkan rasa kagumnya pada Aline. Pria itu bernama Noel Anthony Luis.

“I've been admiring you for a long time.” Ungkap Noel.

Aline tersenyum menanggapi ungkapan Noel. Selama itu kedekatan mereka menumbuhkan rasa sayang di hati masing-masing.

            Aline merasa perjuangannya belum sampai di sini, Ia masih terus bekerja keras untuk ibunya dan adiknya. Bahkan Aline telah membelikan sebuah rumah untuk ibunya dan adiknya. Ibunya sangat bahagia dan bangga atas kerja keras putrinya. Aline akan terus mengingat kerja kerasnya dari dulu hingga membuatnya sesukses saat ini, kekurangannya tidak membuat Aline mundur begitu saja. Justru kekurangan itu yang membuat Aline terus ingin maju. Aline tidak pernah lupa untuk berdoa kepada Tuhan untuk masa depannya.

 

 

The End

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Gebetan Krisan
452      314     3     
Short Story
Jelas Krisan jadi termangu-mangu. Bagaimana bisa dia harus bersaing dengan sahabatnya sendiri? Bagaimana mungkin keduanya bisa menyukai cowok yang sama? Kebetulan macam apa ini? Argh—tanpa sadar, Krisan menusuk-nusuk bola baksonya dengan kalut.
Teman Hidup
4590      1981     1     
Romance
Dhisti harus bersaing dengan saudara tirinya, Laras, untuk mendapatkan hati Damian, si pemilik kafe A Latte. Dhisti tahu kesempatannya sangat kecil apalagi Damian sangat mencintai Laras. Dhisti tidak menyerah karena ia selalu bertemu Damian di kafe. Dhisti percaya kalau cinta yang menjadi miliknya tidak akan ke mana. Seiring waktu berjalan, rasa cinta Damian bertambah besar pada Laras walau wan...
Tentang Hati Yang Mengerti Arti Kembali
488      324     4     
Romance
Seperti kebanyakan orang Tesalonika Dahayu Ivory yakin bahwa cinta pertama tidak akan berhasil Apalagi jika cinta pertamanya adalah kakak dari sahabatnya sendiri Timotius Ravendra Dewandaru adalah cinta pertama sekaligus pematah hatinya Ndaru adalah alasan bagi Ayu untuk pergi sejauh mungkin dan mengubah arah langkahnya Namun seolah takdir sedang bermain padanya setelah sepuluh tahun berlalu A...
The Skylarked Fate
4631      1634     0     
Fantasy
Gilbert tidak pernah menerima takdir yang diberikan Eros padanya. Bagaimanapun usaha Patricia, Gilbert tidak pernah bisa membalas perasaannya. Seperti itu terus pada reinkarnasi ketujuh. Namun, sebuah fakta meluluhlantakkan perasaan Gilbert. Pada akhirnya, ia diberi kesempatan baru untuk berusaha memperbaiki hubungannya dengan Patricia.
Two Good Men
512      353     4     
Romance
What is defined as a good men? Is it their past or present doings? Dean Oliver is a man with clouded past, hoping for a new life ahead. But can he find peace and happiness before his past catches him?
Bulan dan Bintang
440      324     0     
Short Story
Bulan dan bintang selalu bersisian, tanpa pernah benar-benar memiliki. Sebagaimana aku dan kamu, wahai Ananda.
Diskusi Rasa
1085      630     3     
Short Story
Setiap orang berhak merindu. Tetapi jangan sampai kau merindu pada orang yang salah.
Redup.
426      257     0     
Romance
Lewat setiap canda yang kita tertawakan dan seulas senyum yang kerap dijadikan pahatan. Ada sebuah cerita yang saya pikir perlu kamu dengarkan. Karena barangkali saja, sebuah kehilangan cukup untuk membuat kita sadar untuk tidak menyia-nyiakan si kesayangan.
Sadness of the Harmony:Gloomy memories of Lolip
596      320     10     
Science Fiction
mengisahkan tentang kehidupan bangsa lolip yang berubah drastis.. setelah kedatangan bangsa lain yang mencampuri kehidupan mereka..
Laut dan Mereka
153      91     0     
Fan Fiction
"Bukankah tuhan tidak adil, bagaimana bisa tuhan merampas kebahagiaanku dan meninggal kan diriku sendiri di sini bersama dengan laut." Kata Karalyn yang sedang putus asa. Karalyn adalah salah satu korban dari kecelakaan pesawat dan bisa dibilang dia satu satunya orang yang selamat dari kecelakaan tersebut. Pesawat tersebut terjatuh di atas laut di malam yang gelap, dan hampir sehari lamanya Ka...