Read More >>"> BATAM HAIL BASKETBALL (CHAPTER 2: RUN THE MISSION I) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - BATAM HAIL BASKETBALL
MENU
About Us  

ANTOLOGIA 2: BATAM CENTER HAIL BASKETBALL

CHAPTER 2: RUN THE MISSION (PART I)


    Sebagaimana ketiga rekannya, Arex lihat siapa yang masuk ke basecamp secara tidak dianggap mengganggu pekerjaan jika senyum Arex itu bermakna sambutan hangat ke Agung yang menenteng dua kopor uang di antara Alter dan Arias.

    “Langkah awal yang bagus, gue tahu,” Arex dengan senyumnya merasa tahu itu.

    Agung taruh dua kopor yang di bawanya ke atas satu meja paling besar dalam ruangan sehingga dua dari tiga anggota Arex buka, ternyata salah satu kosong.

    “Udah masuk rekening kita. Don’t worry, sisanya pas modal awal,” kata Agung.

    Tampaknya bisa Arex terima, “yang lebih penting …” belum habis Arex katakan.

    “Kita menang besar. Skor 56-18,” karena Agung yang potong.

    “Karena itu Big Bos CCR nantang kita besok due date jam tujuh malam,” tambah Alter.

    “Good job! Next, kalian lihat lokasi ini,” sambil Arex menunjuk print gambar seukuran kertas A1 yang sudah terhampar di atas meja.

    “Di mana, nih?” Agung tanya mengenai landscape peratapan gedung dari ketinggian seratus meter sebagaimana skala jarak di situ tertulis.

    “Ini ring basket?” sambil Alter menunjuk objek yang dia tanyakan dalam gambar. “ini juga?” intuisi Alter tidak salah efektif menemukan yang kedua.

    “Roof court!?” kalau menurut Arias benar.

    “Satu-satunya court atap gedung. Di antara distrik pasar second Aviari. Ini gak akan semudah di royal court. Lagipula waktu kita gak banyak,” jelas Arex.

    “Gue paham. Jadi gimana caranya biar court ini bisa kita pakai?” tanya Arias.

    “Nice question. Tapi gue enggak bisa jelasin rencananya secara langsung ke kalian, atau probablitasnya bisa turun drastis mendekatin nilai gagal.”

    “Maksud lu? Gue kira kalian punya alasan bener-bener percaya sama kita,” Agung blak-blakan. “Atau sejak awal kita udah salah percaya sama kalian, polisi,” singgung Agung.

    “Gue cuma khawatir Demiro bisa baca rencana gue lewat jidat kalian,” balas Arex nadanya lebih serius.

    Karena itu Alter, Agung dan Arias terdiam sebentar.

    “Kenapa Demiro bisa gitu, yang buat lu paling kahwatir?” Alter memastikan.

    “Misi gerilya nangkap Demiro itu bawa poin besar, dengan risiko kegagalan yang besarnya sebanding. Meski dia enggak cium bau intel di badan kalian, tapi gue enggak pede jamin matanya bisa kalian kibulin pake tampang polos atau bloon,” tegas intonasi Arex menerangkan.

    “…!?” cengang Alter, Arias dan Agung.

    “Bajingan besar kayak dia dikaruniain mata spesial. Operasi pertama kami nangkap Demiro dulu gagal. Imbalan kegagalan yang gue dapat, gue simpulkan Demiro punya mata yang jeli, pengamatan jenius.”

    “Owh, gue kira kayak mata kebenaran gitu,” komentar Alter.

    “Jadi saran lu apa?” tanya Arias.

    “Soal basket, dia itu sportif. Pada intinya, bawa dia ke roof court ini!” kuat Arex tegaskan.

***

    Selesai berurusan dengan polisi, jam tangan Alter menunjuk pukul 21:00, malam itu bersama Agung sampai di depan salah satu Lot Blok R dormitory di Taman Industri Mukakuning.

    “Buruan, sebelum dia ngambeg!” buru Alter mengajak Agung bergegas, sepertinya mengajak masuk menemui seseorang.

    “Bentar, bentar. Cewek gue telpon. Hallo! … iya, say.” Itu yang membuat Alter tambah tidak sabaran ingin cabut duluan, bergegas menuju tempat tujuan.

    “Trea!” Di depan pintu yang tertutup Alter terus memanggil, tanpa bersama Agung. “Trea mau tidur apa udah?”  belum dapat respon. “Trea! Mau bangun bentar enggak? Biar aku yang tidur.”

    Akhirnya ada yang mau bukakan pintu. “Sontoloyo!” ternyata bukan Trea.

    “Cusy!”

    “Trea udah enggak mau lu ganggu, udah fix katanya.”

    “Aku enggak ganggu, cuma mau ikut rayain ulang tahun dia. Udah bawain dia kado juga,” balas Alter.

    “Basi. Udah selesai. Lu kira dua empat jam.”

    “Kok elu yang sewot? Enggak usah sok jadi Trea, deh!” Alter tidak mau kalah.

    “Lu ke mana aja, sih tadi hah?”

    “Pergi aja, biar kamu tanyain aku ke mana.”

    “Oh ya? Emang harus gitu?”

    “Ya enggak lah. Kamu pikir harus gitu?”

    “Tauk.”

    “Yaudah, aku ganti nama Maidin. Maidin yang cari Trea.”

    “Bentar, gue kasih tahu Trea dulu.”

    Entah kasih tahu Trea atau tidak kasihan sama Alter yang dianggurin selama lima menit yang tidak sabaran.

    “Dasar Cusy, php-in aku, malah dianggurin. Hevellivi Shivelivit!” Lalu Alter tolah-toleh kanan kiri dan 360 derajat, mungkin karena sebelum Alter masuk dormitory cewek termasuk illegal, sampai masuk ke ruang kamar pula.

    Badala! Ada Cusy dan dua cewek lain saling duduk lesehan bersama Trea sedang buka-buka kado yang ada banyak.

    “Maidin, Maidin siapa …” Trea gumam sambil mempertahankan ekspresi ngambegnya.

    “Aku Maidin mau ketemu Trea.”

    Karena itu keempat cewek buka-buka kado kompak menoleh dengan tajam, ternyata!?

    “Alter!?” Cusy syok.

    Trea segera naikin kasurnya, maksa cepat tidur.

    “Ngapain lu!? Illegal masuk dorm cewek, masuk kamar lagi!” Cusy galak.

    “Aku Maidin,” Alter meyakinkan Cusy.

    “Bodo amat. Sana keluar!” Cusy usir dibantu dua temannya saat Alter melawan dorongan paksa force body pressure ketiga cewek itu.

    “Ankle break!”Alter pikir tidak ada pilihan lain, sehingga tiga cewek itu bersimpuh jatuh dengan cantik, tidak sampai gulung-komeng atau jekangkangan. Entah kenapa bisa gitu. “Trea, maafin aku. Aku bukan enggak mau datang rayain ulang tahun kamu. Tadi ada urusan jadi maaf aku telat!” Alter tahu tidurnya Trea masih pura-pura. “Cie ngambeg gara-gara aku, cie.” Alter usil gelitikin Trea.

    Karena itu Trea hantam pakai guling meski tidak sakit, lanjut pura-pura tidur.

    “Hahaha … SUT Selamat Ulang Tahun, Trea. Semoga banyak bahagia di umur dua puluh empat. Semoga masih kelihatan umur tujuh belas kayak anak SMA. Semoga sering aku bahagiain. Semoga makin sayang aku. Semoga pengen jadi selingkuhanku. Dan semoga kamu maafin aku.” Lalu Alter perhatikan kalung titanium bentuk cetakan pulau Batam warna biru yang ditambahkan font ‘Anak’ di atas dan ‘Batam’ di bawah pulaunya, sebelum dia letakkan ke atas bantal dekat muka Trea. “Nih, kado buat kamu. Semoga kamu suka.” Lagi, Alter letakkan kado seukuran kotak ‘donat selusin’ di sekitar guling yang Trea peluk. “Kalo yang ini dari Agung. Dia bilang happy birth day to you and wish you all the best forever. Maafin Agung juga, ya. Dia tadi juga ada urusan sama aku. Selamat malam! Selamat tidur beneran sebelum aku tid… ,” tidak dilanjut, takut Trea tersinggung.“Selamat tidur beneran sebelum aku tidur kemalaman! Jangan pura-pura tidurnya, nanti dosa!”

    Padahal mau pergi, Alter dirintangi lagi tiga cewek tadi.

    “Udah?” Cusy sinis tanya.

    “Udah, kenapa? Aku enggak boleh keluar? Beneran maksa aku di sini aja?”

***

    Pukul 09:57 sebagaimana jarum jam pada tangan kiri Alter menunjuk, bersama Agung dan Arias sedang di depan pintu kantor CCR yang dijaga dua laki-laki macho penjaga enterance.

    “Okay, let’s move,” Agung mulakan sinyal pergerakan bersama Alter dan Arias.

    Tidak semudah masuk bar, malah seribet saat orang Indonesia masuk Singapore pada tahun 2018. Karena itu Agung protes terhadap teknis dua penjaga enterance memeriksa keamaan, “What-whatation is this!? Lu pikir kita teroris? Big Bos enggak kasih lu tahu siapa kita?” saat jadi yang pertama baju, celana dan sepatunya dibuka-buka.

    Begitu juga yang penjaga enterance lakukan ke Alter dan Arias sebelum mengizinkan masuk lewat isyarat ibu jari.

    “Lu, lu, siap-siap gue bikin jaga pake kancut doang habis Big Bos gue kalahin,” warning Agung dengan kesal ke penaga enterance.

    Cukup luas, artistik dan bersih ruang tunggu itu selain cantik menggoda dua cewek resepsionis yang stand by di ruang pertama itu yang mereka bertiga lalui.

    “Selamat pagi! Selamat datang di Coloseum Court Rental!” Mantap, bisa bersamaan dalam satu tempo sambutan dari dua cewek resepsionis saat mereka bertiga berlalu di dekat. “Silakan lewat koridor ini, terus aja, courtnya pas depan quality room,” kata salah satu.

    “Okay, thank you!” Agung balas.

    Seperti yang ditunjukkan resepsionis ke mana mereka bertiga menuju.

    “Itu quality room,” pandangan Alter temukan wordart pada papan nama yang portable.

    Sampai dekat quality room yang tidak berpintu atau berskat menampakkan langsung formasi furniture dalam ruang ngumpul yang sangat pewe, selain sangat nyaman banget kalau belasan cewek mantul alias mantap betul yang mengisi ruang itu mengajak minum bareng. Karena itu mereka bertiga sampai loading terpaku.

    “Hey, sayang ngapain?” tanya cewek salah satu.

    “Ah, ru-ruang room mana ya?” Alter yang pertama sadar, tapi belum sepenuhnya.

    “Ng!? Ruang room?” cewek itu jadi saling tanya ke yang lain.

    “Ruang room apa sih, Say?”

    “Ru-ruang, eh!? Court, court. Courtnya di mana ya?” masih belum stabil juga, Alter tanya.

    Cewek itu menunjuk belakang Alter.

    Mereka bertiga berbalik, tepat menghadap sepasang pintu tertutup, jadi Arias buka begitu saja sehingga menampakkan court indoor standar DBL sedang dipakai belasan orang, salah satu dari mereka berambut Italian undercut berbalik tepat menghadap masuknya Alter, Agung dan Arias. Karena itu yang lain jadi saling tertuju ke mereka bertiga yang datang.

    Laki-laki yang pertama menatap mereka bertiga menghampiri. “Welcome! Thanks udah datang,” di belakangnya disusul dua laki-laki berparas American-nigga, yang satu berambut cepak satu lagi dreadlock atau rambut gondrong yang dikepang banyak. Dengan begitu masing-masing kubu tiga laki-laki saling menatap selain membentuk sinkronitas dari pancaran layer-layer aura masing-masing.

    “Gue Big Bos,” yang berambut Italian undercut menyatakan nama, Alter pikir benar dia Demiro yang Arex beritahu.

    “Aguer,” si rambut cepak menyatakan nama.

    “Frau,” si rambut dreadlock menyatakan nama.

    “Arias,” lalu, “Cake Ank,” dan “Alter,” masing-masing balas perkenalan.

    “Ini cuma pertandingan doang, kan?” Agung tanya ke Big Bos.

    “Ya, dan gue enggak selera main kecuali sama yang bisa kalahin Art Richer.. Telak."

    “Wah, gak asyik kalau pure competition. Gue punya tawaran bagus, kalau lu berani, sih,” balas Agung.

    “…?” tatapan mata Demiro berisyarat tanya.

    “Kalau kalian udah kita kalahin di babak pertama, kita undang kalian main babak kedua di court special.”

    “Mau lu!?” Demiro memastikan.

    “Court terbaik di Batam,” lanjut Agung.

    “Roof court, di pasar second,” tambah Alter.

    “… !?” pikiran Demiro sepertinya berhasil diguncang, karena itu jadi menatap dengan dalam isi maksud lewat tatapan mata mereka bertiga. “So what, demi apa harus lanjutin setengah pertandingan ke sana?” dengan ketenangan yang menyembunyikan sikap perhati Demiro beri pertanyaan balik.

    “Court itu yang bisa buktiin dengan sebenarnya siapa top three players Batam,” jawab Arias.

    Setelah berpikir sejenak, “Udah berapa kali kalian pakai court itu?” tanya Demiro mulai investigatif.

    “Sering,” jawab Arias.

    “Main aja entah itu siapa yang bikin,” jawab Agung.

    “Itu roof court gue yang bikin, fool!” balas Demiro.

    “What the hell is problem?” tanya Aguer yang rambut cepak mungkin kurang belajar bahasa Indonesia.

    “These fuquein guys so dummy tricky looking,” jawab Demiro.

    “What?” tanya Frau yang rambut deadlock.

    “Nothin,” terdengar seremeh yang Demiro anggap. “Just chicken tricking.” Lalu Demiro jelaskan situasi alur urusannya ke dua rekan. Setelahnya, “Let’s how we do it,” berarti sudah Demiro putuskan.

    Three on three bisa dimulai setelah waktu pemanasan yang cukup, LED layar waktu dan skor sudah tersetting ke default selain menampilkan nama team Dequase melawan Trinity di atas status skor masing-masing. Cewek-cewek yang tadi di quality room ikut mengisi luar court di antara laki-laki yang juga menonton selain entah mana yang mengawasi. 

Ternyata Alter, daya akurasi dan jangkauan tangannya akan bertaruh dengan si rambut dreadlock pada tip-off saat salah seorang laki-laki menajdi wasit melambungkan bola ke atas dengan rute vertical sempurna.Perbedaan yang jelas, saat lompatan Alter yang jelas terlihat mumpuni dan berani diadu dalam tip-off dibuat cukup kalah level oleh kecepatan maupun ketinggian lompat Frau yang menunjang keberhasilan back-scope-nya tepat mengarah ke tangkapan Aguer di belakang.

    Serangan pertama Dequase di tangan Aguer yang mendapat penjagaan pertama dari Agung sebagai penampilan one on one yang adaptatif, antara beberapa perubahan free-style, irama dan tempo Aguer yang saling adaptatif dengan pasti dan sustainable (berkelanjutan) terhadap Agung dengan style gerakan sejenis. Begitu gaya bertahan Agung memberi tekanan sebanding supaya menyisakan satu pilihan terakhir Aguer agar mengoper bolanya ke Demiro atau Frau, jika Agung saat itu menunjukkan penguasaan level teknik dan control lebih tinggi sehingga tidak akan dilewati Aguer seperti yang terjadi, saat Agung membuat celah lebar setelah salah arah selain jadi terlambat bereaksi karena mati langkah.
Dengan begitu selanjutnya Aguer bisa menghadapi Arias yang bertahan dilow post sendiri menjaga ring, memberi perlawanan yang tidak kalah epic dan high-skilled setelah Agung barusan. Perlawanan itu juga yang menunjukkan Pro-nya level Aguer lebih keluar meski tidak sampai melewati Arias yang mematahkan offense-nya dengan quick-steal yang tidak terprediksi arah, kecepatan dan ketepatan waktunya, sehingga counter dari Trinity dimulai oleh Arias balik melewati Aguer sebelum mengoper bola ke Agung yang segera mendapat penjagaan Frau. Menunjukkan penampilan beda dari Aguer, tipe tekanan perlawanan Frau berangsur semakin menekan Agung selain memojokkan ke tepi lapangan, bahkan membatalkan pengaruh dari setiap macam perubahan gerakan ofensif Agung.

Bisa dibilang sebanding Aguer, tapi enggak juga. Akselerasinya lebih tangguh. Kalau gitu … dalam hati Agung menganalisis, lalu memilih penyelesaikan yang berani, melakukan backward lane-up supaya membuat jalur kurva lintasan pelambungan tear-drop (tembakan satu tangan dengan rute kurva lebih tajam daripada jenis tembakan dasar satu tangan) sehingga harus melakukan teknik pendaratan tubuh dengan aman setelahnya supaya tidak mengalami cidera.

Keputusan yang berani dan mengesankan membuat tear-drop bisa jadi sukses membuat three-pointer jika air force grab Frau tidak akurat membaca arah, kecepatan dan ketinggian tembakan itu selama disupport oleh kemampuannya melompat tinggi dengan cepat. Karena itu mereka yang di sisi luar court berchoir kagum lebih ramai daripada keberhasilan steal Arias tadi. Setelahnya Frau jadikan posesi bola di tangannya menajdi operan ke Demiro yang bisa mengatasi penjagaan Alter, sebelum Demiro kembalikan lagi berupa operan tinggi aley-oop, yang tepat menuju depan telapak tangan kanan Frau di udara saat melompat hampir vertical di sekitar garis tengah lapangan.

Dari situ Frau menghempas bola sekuat tenaga dengan rute diagonal lurus sempurna mengarah ke kolong ring, sebagai three-pointer perdana Dequase pada menit kedua. Karena itu juga meriahnya sorak kekaguman untuk Frau dari mereka yang di luar court drastis semakin meningkat di samping berlangsungnya cengang Alter, Arias dan Agung.

“What-whatation is that!?” setengah kesadaran Agung mengesan.

“What do you say?” karena Frau tidak merasa pernah menemukan dalam kamus bahasanya, salah satu kata yang barusan Agung ucapkan.

Jam dunk … dari tengah lapangan!? Pikir Agung.
Dunk … three-pointer!? Dari jarak setengah lapangan!? Pikir Alter.

Gaya akselerasinya, lompatan tinggi … dan akurasinya luar biasa! Pikir Arias.

“Mau dilanjut enggak?” Demiro coba sadarkan ketiganya.

“Hmhm,” Arias senyum. “Buruan guys, revenges them! Jangan lagi nanggung, all-out to breaks them!” seru Arias saat motivasinya jadi naik.

Serangan balasan pertama Trinity di posesi Agung yang mendapat penjagaan di dalam lingkar tengah court, sampai Agung tahu Aguer punya style yang sama dengannya, sebelum dibuat paham bahwa ternyata level Aguer memang lebih tinggi sehingga tidak mudah dilewati.

Padahal gue udah all-out, pikir Agung disamping 24 detik semakin mendekati clock violation. Gue ragu sama Alter yang malah ditekan Demiro. Ke belakang gue khawatir Frau potong operan duluin reaksi Arias.

“Shall you make a tear drop again?” tanya Aguer.

“Hmh, nothing but this is I makes sure,” segera Agung pejamkan mata setelah indra akurasinya mengonfirmasi jarak, arah, besar ketenangan dan besar tenaga yang diperlukan untuk menembak bola pakai tangan kanan dari arah sekitar belakang bahu kanan, dengan ketinggian dan tempo yang tidak akan sempat Aguer potong dengan block sehingga tembakan itu melambung bebas sebelum benar menuju kolong ring Dequase, karena itu Aguer segera mundur antisipasi rebound menyusul Alter yang tanggap lebih dulu.

“Nice formless shoot! Pasti masuk,” nilai Arias.
Dengan itu three-poiter Trinity dibuat, menyamai Dequase.

“Howh! Keep it up but not enough,” komentar Aguer ke Agung yang mendapat sorakan kagum supportif dengan tidak sedikit pun membuat dampak ke mentalitas Dequase.

    “Show them, Aguer!” Demiro mulaikan serangan balasan ke posesi Aguer yang posisinya segera dijaga Arias.

    Tampaknya masih kuat membekas bagaimana offensenya dipatahkan oleh unpredictable-steal Arias sebelumnya, kali itu Aguer di posisinya benar serius mengatasi defense pressure Arias yang sudah lebih adaptatif terhadap karakter basketnya.

    “But let me show you!” posisi Aguer dirintangi Arias di sekitar zona dalamnya atau zona luar terdekat dari ring sendiri, dari situ juga saat kekuatan tangan kanan Aguer membuat bank-shoot setelah memutar balik badan, membidik suatu titik pada papan ringnya sendiri sebagai target. Alasan mengapa bola itu melambung bebas di udara akibat satu pantulan kuat seperti menuju ring Trinity. Rute kurva pelambungannya bagus bisa presisi garis vertikal antara dua titik ring. Tanpa menyinggung lingkar ring bagian dalam, benar-benar ultimate level formless-shoot bahwa ada orang yang bisa mengendalikan bola membuat three-pointer seperti itu.

    Jelas banget bukan kebetulan. Gue rasain pancaran daya akurasinya pas bola melambung tadi, bener-bener terkontrol. Batin Agung saat terpana selain menyatakan penilaiannya dalam hati terhadap pemandangan barusan. Three-pointer kedua Dequase itu yang membuat ramainya mereka di luar court lama tidak berhenti.

    “Guys, ini udah pertanda enggak bagus,” menurut Arias, “tampang Aguer waktu buat shootnya gue lihat dia tenang dan yakin tanpa memfokuskan matang-matang ketenangannya mencari garis akurasi. So, maybe dia masih punya formless shoot lain yang lebih gila. Akurasi si nigga itu nyeremin.”

    “Si dreadlock nigga punya kaki yang bagus,” menurut Agung sambil hanya menatap Alter. “Percepatan dan perlambatan akselerasinya kayak Eloisa, selain flashjumpnya.”

    “ … ,” Alter tidak berkomentar apa pun. “Terus gimana?”

    “I’ll try,” seperti yang Arias katakan, karena itu pass-off dari Agung untuknya.

    Mulai terlihat versi tampang seriusnya Arias diliputi peningkatan tekanan aura ability-nya.

    “Arias all-out,” Alter lihat.

    “Let we see,” komentar Agung.

    Aguer sebagai rintangan awal tidak semudah sebelumnya. “Clever!” nilai Arias mengetahui all-out Aguer mengimbangi.

    “Your hands may faster but aint your feet,” balas Aguer.

    “I don’t think so,” balas Arias yakin berhasil memanfaatkan celah penjagaan Aguer sebagai jalur lolos.

    “ … !?” tegun Aguer. “Fuque! You moved follow my flow then be faster.” Seperti yang Aguer lihat, lebih baik Frau yang selanjutnya merintangi Arias dibanding mundur melakukan double-team  dengan tidak sempat.

    “He is mine!” Frau katakan, menurut Arias bicara dengan Aguer di belakangnya.

    “What-whatation is that!?” reaksi Agung perhatikan one on one Arias versus Frau. “Yakin gue, Arias enggak akan pakai cara yang sama gimana dia lewatin Aguer. Itu udah max acceleration dia. Tapi … ,” Agung tambahkan kedalaman pengamatan, “Enggak akan lebih cepat dari Frau.”

    Alter perhatikan juga, terutama gaya pergerakan kaki Frau. “Itu main agility dia. Hyper flexible acceleration. Baru aku tahu ada orang lain yang bisa tahan kakinya continue mengubah dadakan arah dan tempo percepatannya. Kebanyakan orang bisa mati langkah sendiri kalau maksa sekeras itu, bahkan jatuh dengan … Hmh, jangan sampai, jangan sampai nyusahin aku. Alter katakan dalam hati.

    Arias pikir, Frau bener-bener raja permainan darat. Kalau gitu …

    Mungkin memang pembacaan waktunya tepat, masih di wilayah tiga poin itu Arias lakukan one hand shoot. Jelas yang Arias tembakkan itu tipe formless-shoot, segera menerima reaksi Frau yang tidak kalah tepat waktu dengan flashjump yang mendukung ketinggian blocking kerasnya berhasil memotong rute tembakan, sedangkan Arias akurat membuat bola yang terhempas jarak pendek kembali ke genggamannya sebelum sempat Frau mendarat karena lompatan tinggi.

    “Hmh, dasar! Dia emang selalu pinter. Kata Agung dalam hati saat tersenyum.

    Hmhm, Arias. Dia pakai sikap one hand shoot yang tinggi buat mancing Frau flashjump. Fake-nya berhasil. Dia udah baca, tempo secepat itu gak akan bisa Frau buat air force grab dan perlu jeda waktu mendarat sebelum mundur ngejar Arias. Simpul Alter dalam hati.

Arias harus berusaha lagi melewati Demiro di low post. Bukannya segera mundur berusaha menahan Arias, justru Frau tidak beranjak dari tempat pendaratan seolah Demiro yang terseyum memberi tahu kalau tidak ingin dibantu.

    “Lumayan!” kata Demiro ke Arias.

    Alter dan Agung yang perhatikan situasi saat itu, mereka nilai Aguer dan Frau benar-benar tidak khawatir Arias akan lewati Demiro. Diperhatikan, Demiro tidak secepat akselerasi Frau selain tidak Aguer pilihan pergerakannya, tapi bisanya memperlambat pola gerakan Arias yang terasa peningkatan kewaspadaannya.

    Jadi ini yang Arex bilang. Iya, semua reaksinya akurat, temponya, arahnya dan pilihan pola gerakannya, pikir Arias dalam hati.

    Alter lihat ke layar skor dan waktu, kurang dari tiga detik lagi Trinity bisa kena clock violation.

    “Cukup!” Demiro katakan saat bola lepas dari posesi Arias oleh satu steal sebelum segera dioper ke Aguer yang tidak cukup mendapat tekanan penjagaan berarti dari Alter.

    “You’re nothing but sleepin pest,” kata Aguer saat memberi fake smashing-face sehingga fokus Alter goyah, lalu yang kedua sungguhan dengan keras ke dahi Alter sampai pecah fokus, bahkan membuat bola memantul ke arah ring Trinity dengan rute pelambungan yang dikhawatirkan.

    Aguer sendiri mau pun Frau merasa tidak perlu menyusulnya untuk rebound.

    “Jangan, jangan bilang … ,” Agung khawatir kemungkinan buruknya.

    “Ch!” ekspresi Arias berubah sedikit masam, begitu juga selama berlari mundur ke posisi awalnya.

    Mungkin Alter syok seperti yang Arias lihat. “Get back,” sambil Arias tepuk dua kali bahu kiri Alter.

    Suara tanda skor itu saat Alter pastikan ke layar LED, membuatnya geram mengertak gigi mengetahui kenyataan bagaimana three-pointer ketiga Dequase dibuat barusan.

    “Are you gonna be alright?” Agung cemaskan Alter.

    Mungkin karena itu juga, selain karena beberapa hal sudah mulai Arias khawatirkan, Arias pilih time-out sehingga disetujui wasit.

    “Tenangkan diri dulu, Alter. Rileks. Gue ambil time out buat pulihin mentalitas kita. Sport size mereka lebih besar dari kita. Mereka susah banget kita hadapi one on one, cause that kita harus jamin akurasi tiap three pointer yang bisa kita buat. Sampai sejauh yang gue lihat, kita masih kalah potensi. Akurasi mereka juga bikin setengah kesadaran kita melayang. Dari mereka bertiga cuma Aguer yang bisa gue lewatin. Frau, gue enggak bisa pakai cara yang sama setiap hadapin dia. Big Bos, dia bener-bener … ,” sebentar mengingat, “sempurna baca tiap gerakan gue, seolah-olah dia yang setting. Kecepatan tangan gue bisa dia lihat, gue yakin. Mungkin bener karena matanya special,” jelas Arias.

    “Kalau lu bilang gitu, berarti enggak ada salah satu dari mereka bisa gue lewatin,” menurut Agung.

    “Aku belum cukup lihai kasih penjagaan yang berarti ke mereka,” kata Alter. “Tapi kemampuanku belum dicoba. Giliranku kapan?”

    “Cause that, karena tadi lu sempat syok digituin Aguer. Kalau lu udah baikan, kasih tahu mereka lu siapa,” kata Arias, rupanya berhasil menaikkan motivasi Alter. “Kasih tahu mereka diri lu versi all out.”

    Selesai time-out, serangan balasan ketiga Trinity Arias dominankan ke Alter yang sudah mengeluarkan aura tekanan agility penuhnya.

    “Finaly, that’s their last card. We go break them,” kata Demiro ke dua rekannya.

    “Who first?” tanya Aguer.

    “Frau!” jawab Demiro.

    Segera Frau maju menghampiri, tidak membiarkan Alter melewati sekitar lingkar tengah court, di wilayah itu keduanya epic one on one mengeluarkan berbagai perubahan pola, teknik dan irama gerakan dalam kecepatan akselerasi tinggi. Sungguhan Frau tidak membuat Alter keluar melewati garis lingkar tengah court kecuali arah Alter mundur.

    “Alter versi all out on fire, udah biasa nyeremin. Tapi kalau sampai kayak gini…” menurut Agung.

    “Secara genetis mungkin Alter dan Frau punya sport size setipe dan selevel. Karena itu Frau sedikit pun enggak mempan auto ankle break Alter. Biasanya, jangankan pemain kelas B, gue bisa kena ankle breaknya kalau di posisi Frau,” ungkap Arias, karena itu, dengan Agung bersamaan menyadari suatu hal. “Kalau gitu … ,” bersamaan mengatakan. 

    Masih belum Frau terlewati, alasan Alter jadi mengoper ke belakang jika Demiro dan Aguer yang tetap pede santai membiarkan Frau kerja keras sendiri. Mungkin karena melihat waktunya tepat sehingga Demiro dan Aguer maju sampai dekat Agung dan Arias sebelum Alter menyadari alternatif terbaik yang sempat terpikir, karena itu Alter ragu sebelum sempat mengoper.

    Pintar mereka baca pilihan terbaik Alter sebelum terjadi, pikir Arias.

    Alasan itu membuat Alter memakai satu-satunya pilihan yang paling sedikit kadar keraguannya dalam hati. Frau harus dilewati!

    Aku enggak mau boros stamina, tapi aku enggak mau kalah, kata Alter dalam hati sebelum daya akselerasinya meningkatkan variasi opsi flow-moving yang kelewat fleksibel dan maksa.

    Meski pun begitu, Alter enggak sampai bikin dirinya sendiri jatuh. Bukannya gerakan kelewat maksa fleksibelitasnya bisa bikin lutut cenat-cenut? Pikir Agung dalam hati.

    Pada akhirnya, Arias, Agung terutama Alter sendiri jadi tertegun sampai setengah sadar, karena steal Frau barusan mengakhiri offensive Alter selain memicu counter Dequase, juga menguntungkan posisi Aguer mengamankan bebasnya bola, karena itu Arias beralih membantu Agung merintangi Aguer pada posisi yang diagonal terhadap Demiro. Mengoper ke Demiro jadi pilihan sulit karena pilihan mudahnya mengoper ke Frau ke sisi kiri, tapi bukan yang kedua Aguer pilih. Drible keempatnya yang dipantul sangat kuat dia jadikan sebab melompatnya bola sehingga bebas melambung dengan rute yang lagi-lagi … Arias, Agung dan Alter khawatirkan.

    “Lagi!? Jangan … jangan lagi, please!” saat tidak sempat dan tidak mungkin Alter batalkan, selain karena yang menonton di sisi luar court saling bersorak, maka kenyataannya seperti yang Alter kahwatirkan.

    “Bounced shoot!? Si nigga ini bener-bener … ,” ungkap Agung selama tertegun. 

 

[To be continue to: RUN THE MISSION II

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (10)
  • Ardhio_Prantoko

    @CandraSenja ehm, ternyata mengganggu dan tidak match ya. Makasih, tanggapannya. Aku perbaiki

    Comment on chapter BLURB
  • CandraSenja

    Heem. Saya kok agak terganggu dengan bahasa dialognya, ya. Menurut saya kurang masuk dengan WS narasinya. Karena, menurut saya, bahasa lo gue dan mix B Ing itu cocoknya untuk novel teenlit dg badboy2 atau marie suenya. Pendapat saya ini mah ya.

    Comment on chapter BLURB
  • Gladistia

    @Ardhio_Prantoko Siap Dhio ^^
    Semangat terusss....

    Comment on chapter CHAPTER 10: ROOF COURT
  • Chaelma

    @ShiYiCha iyup betul banget Jess..

    Comment on chapter BLURB
  • Chaelma

    Deg2an tegang bacanya hehee, 😄

    Comment on chapter BLURB
  • Ardhio_Prantoko

    @Gladistia tunggu last chapter ya, Glad 😊. Makasih suportnya. Suport buat kamu juga!

    Comment on chapter CHAPTER 10: ROOF COURT
  • Gladistia

    Ngaduk2 emosi ya, Dhio. Ceritanya bikin nagih, lanjut lagi yaaa. Semangka ^^

    Comment on chapter CHAPTER 10: ROOF COURT
  • Gladistia

    Halo kak, ceritanya seru. Padahal aku baru baca sebagian. Nagih buat baca next-nya ini mah...
    Nanti aku lanjut baca dan nunggu next-nya....
    Semangat dan sukses terus ya kak. ^^

    Comment on chapter CHAPTER 6: BATAM CENTER HAIL BASKETBALL [Hot Chapt
  • Ardhio_Prantoko

    @ShiYiCha makasih Jessie. Sebenernya udah italic di ms. Word pas dicopy jadi normal 😁
    Iya, soal beberapa model dialog tag belum begitu mendalami.

    Comment on chapter CAHPTER1: GO GET IT
  • ShiYiCha

    Ceritanya seru. I love it😍. Cuma ada dikit krisar. Kalo pake istilah asing/bahasa Inggris aturan biasanya itu di-italic. Terus beberapa penggunaan tanda baca di dialog tag dan dialog aksi ada yang salah. But, so far ini seru, kok. Semangat lanjutin, yaa Kak

    Comment on chapter CAHPTER1: GO GET IT
Similar Tags
Cazador The First Mission
7777      2101     21     
Action
Seorang Pria yang menjadi tokoh penting pemicu Perang Seratus Tahun. Abad ke-12, awal dari Malapetaka yang menyelimuti belahan dunia utara. Sebuah perang yang akan tercatat dalam sejarah sebagai perang paling brutal.
Code: Scarlet
22412      4367     15     
Action
Kyoka Ichimiya. Gadis itu hidup dengan masa lalu yang masih misterius. Dengan kehidupannya sebagai Agen Percobaan selama 2 tahun, akhirnya dia sekarang bisa menjadi seorang gadis SMA biasa. Namun di balik penampilannya tersebut, Ichimiya selalu menyembunyikan belati di bawah roknya.
Kinara
3319      1371     0     
Fantasy
Kinara Denallie, seorang gadis biasa, yang bekerja sebagai desainer grafis freelance. Tanpa diduga bertemu seorang gadis imut yang muncul dari tubuhnya, mengaku sebagai Spirit. Dia mengaku kehilangan Lakon, yang sebenarnya kakak Kinara, Kirana Denallie, yang tewas sebagai Spirit andal. Dia pun ikut bersama, bersedia menjadi Lakon Kinara dan hidup berdampingan dengannya. Kinara yang tidak tahu apa...
Goddess of War: Inilah kekuatan cinta yang sesungguhnya!
6355      1599     5     
Fantasy
Kazuki Hikaru tak pernah menyangka hidupnya akan berubah secepat ini, tepatnya 1 bulan setelah sekembalinya dari liburan menyendiri, karena beberapa alasan tertentu. Sepucuk surat berwarna pink ditinggalkan di depan apartemennya, tidak terlihat adanya perangko atau nama pengirim surat tersebut. Benar sekali. Ini bukanlah surat biasa, melainkan sebuah surat yang tidak biasa. Awalnya memang H...
The Eternal Witch
20443      2745     6     
Fantasy
[Dunia Alternative] Perjalanan seorang pengembara dan petualang melawan dan memburu entitas Penyihir Abadi. Erno Orkney awalnya hanyalah pemuda biasa: tak berbakat sihir namun memiliki otak yang cerdas. Setelah menyaksikan sendiri bagaimana tragedi yang menimpa keluarganya, ia memiliki banyak pertanyaan-pertanyaan di benaknya. Dimulai dari mengapa ia menerima tragedi demi tragedi, identitasnya...
Switched A Live
3031      1205     3     
Fantasy
Kehidupanku ini tidak di inginkan oleh dunia. Lalu kenapa aku harus lahir dan hidup di dunia ini? apa alasannya hingga aku yang hidup ini menjalani kehidupan yang tidak ada satu orang pun membenarkan jika aku hidup. Malam itu, dimana aku mendapatkan kekerasan fisik dari ayah kandungku dan juga mendapatkan hinaan yang begitu menyakitkan dari ibu tiriku. Belum lagi seluruh makhluk di dunia ini m...
Secuil Senyum Gadis Kampung Belakang
409      308     0     
Short Story
Senyumnya begitu indah dan tak terganti. Begitu indahnya hingga tak bisa hilang dalam memoriku. Sayang aku belum bernai menemuinya dan bertanya siapa namanya.
FIGURE 09
1503      579     3     
Fantasy
FIGURE.. sebuah organisasi yang memberikan jasa agen mata-mata atau pembersihan dunia daripara sampah yang terus memakan uang rakyat. bahkan beberapa raja dan presiden tersohor memiliki nomor bisnis mereka. seseorang yang sudah menjadi incaran para agen Figure, pasti akan berakhir pada kematian atau penjara seumur hidup, itu pun masih ringan karena biasanya sang pemakai jasa menginginkan mereka h...
Dramatisasi Kata Kembali
654      329     0     
Short Story
Alvin menemukan dirinya masuk dalam sebuah permainan penuh pertanyaan. Seorang wanita yang tak pernah ia kenal menemuinya di sebuah pagi dingin yang menjemukan. \"Ada dalang di balik permainan ini,\" pikirnya.
A Man behind the Whistle
1363      591     2     
Action
Apa harga yang harus kau tukarkan untuk sebuah kebenaran? Bagi Hans, kepercayaan merupakan satu-satunya jalan untuk menemukannya. Broadway telah mendidiknya menjadi the great shadow executant, tentu dengan nyanyian merdu nan membisik dari para Whistles. Organisasi sekaligus keluarga yang harus Hans habisi. Ia akan menghentak masa lalu, ia akan menemukan jati dirinya!