Loading...
Logo TinLit
Read Story - Salju yang Memeluk Awan [PUBLISHING IN PROCESS]
MENU
About Us  

Devon's Point of View

Aku tahu bahwa Ryo mungkin akan mencoba sesuatu yang aneh di perlombaan jet ski itu. Tatapan matanya mengejek dan ada bara kemarahan yang membara di sana. Aku bisa melihatnya dengan jelas dan aku sama sekali tidak mengerti dari mana asal kebencian yang begitu mendalam. Aku mengerti kalau mungkin dia merasa cemburu Yuki sekarang lebih sering menghabiskan waktu denganku. Tapi aku tidak akan menyerahkan cewek itu ke pelukan cowok beringasan yang emosinya meletup-letup nggak jelas kayak gini. Dia boleh dulunya temen baik Yuki. Tapi sekarang, aku juga punya posisi sebagai teman dekat Yuki. Dia dan aku dua-duanya tidak memiliki Yuki jadi kita berdua memiliki chance yang sama.

Bukannya aku tidak takut dengan tantangan itu. Dalam hati aku mengutuk ketidakberdayaanku di dalam air. Aku menyesali ketidakmampuanku berenang. Sialnya, sepertinya kelemahanku ini jelas-jelas dimanfaatkan Ryo. Jangan-jangan Yuki sudah mengatakan sesuatu pada Ryo bahwa aku tidak bisa berenang. Rasanya aku tidak pernah menceritakan fobiaku pada air ini kepada siapapun selain cewek yang sekarang sedang sibuk memeriksa jet ski sewaan miliknya seolah dia benar-benar akan ikut bertanding dengan kami. Aku tersenyum kecut ketika menyadari kemungkinan bahwa Ryo ingin menghancurkanku tepat di depan mata Yuki. Ia ingin menunjukkan pada cewek itu siapa yang lebih kuat dan lebih berkuasa. Aku mendengus dan dengan marah aku berjalan menuju jet ski-ku. Aku begitu kesal dengan ketakutan yang jelas-jelas menguasaiku saat itu. Tanganku gemetar dan butir-butir keringat dingin mulai terbentuk di dahiku walaupun hari ini matahari sedang unjuk kekuasaan. Bisa dilihat dari teriknya yang bisa membuat kulit-kulit murid SMA Brahmana gosong dalam sekejap. Kukepalkan kedua tanganku sekuat yang kubisa sampai kuku-kuku jariku menancap di telapak tangan. Mungkin saja darah sudah mengucur di sana. Tapi aku butuh rasa sakit ini untuk membantuk mengontrol rasa takutku dan kemarahnku atas ketidakberdayaanku ini. 

Senyum mengejek di mata Ryo seolah memastikan kekalahanku di medan pertempuran yang memang sangat asing bagiku. Kuangkat daguku dan kubalas tatapan itu dengan harapan bahwa hanya ada kemarahan di sana, bukan ketakutan. Ya, pertarungan itu memang hanya terjadi di antara aku dan Ryo karena Yuki jauh tertinggal bahkan sesaat setelah start. Terjadi serempet-serempetan di antara kami. Aku bisa melihat Ryo akan menghajarkan motor airnya itu ke jet ski milikku tapi aku yang sebelumnya memang belum pernah mengendarai motor, darat maupun air, kelimpungan dan tidak sempat bertindak. Tentu saja jet ski Ryo sukses menghajar jet ski milikku. Tanpa kuduga jet ski Ryo terbalik dan sang pengendara pun terlempar ke laut...begitu pula aku dan jet ski milikku.

Ketika kubuka mata yang kulihat hanyalah biru gelap. Ya, biru yang sangat gelap karena kedalaman laut yang menganga di bawah itu membuat hatiku mencelos dan kepanikan yang sangat hebat menguasai pikiranku. Dengan panik kugerakan semua anggota tubuhku. Permukaan air yang lebih terang terlihat jelas dan rasanya begitu dekat tanpa bisa kugapai.

Aku berusaha sebisa mungkin menahan napas. Tetapi semakin aku berusaha menggapi permukaan itu, semakin rasanya aku tenggelam dan menjauh darinya. Tanpa sadar aku berteriak minta tolong. Suaraku tidak terdengar kecuali oleh diriku sendiri, tentunya bukan dengan indera pendengaranku tetapi dengan otakku. Bodohnya aku yang berteriak tanpa berpikri sehingga aku kehilangan semua udara yang tersimpan di paru-paruku. Rasanya paru-paruku terbakar, sesak sekali. Sakit kepala itu pun kembali menyerang dan pandanganku kabur. Meronta-ronta pun tidak ada gunanya, tidak akan ada yang bisa melihatku di tengah laut yang begitu gelap dan luas. Keganasan dan misteri laut memang selalu menakutkan bagiku. Aku pasrah. Kukira aku akan berakhir dengan terbaring di rumah sakit karena penyakit sialan ini. Tapi ternyata, aku berakhir di sini. Sejujurnya aku tidak tahu yang mana yang lebih konyol. 

Kubiarkan paru-paruku yang benar-benar terasa terbakar dan kepalaku yang rasanya akan pecah. Atau mungkin sudah pecah, aku tidak tahu. Tiba-tiba aku merasa tangan seseorang melingkar di leherku diiringi hentakan-hentakan kecil yang mengarah ke atas. Dengan sekuat tenaga kupaksa buka mataku, Yuki, gadisku, sedang berusaha sekuat tenaga. Tetapi sepertinya sia-sia karena dia jelas-jelas kelihatan kepayahan karena harus mengangkat tubuhnya sendiri dan tubuhku. Sepertinya gaya angkat air masih tidak cukup membantu. Aku mengulum senyum lemah, aku tidak menyalahkan Yuki kalaupun ia tidak berhasil menyelamatkanku. Aku sudah cukup senang seseorang menawarkan tangannya padaku.

Aku baru akan memejamkan mata lagi dan berharap Yuki akan menyadari ketidakberdayaannya sebentar lagi. Dengan begitu ia akan menyelamatkan dirinya sendiri dan aku tidak perlu merasa bersalah jika terjadi sesuatu padanya. Tiba-tiba kulihat sosok lain yang berenang ke arahku dan Yuki. Tidak salah lagi, itu Ryo. Aura kemarahan seperti api yang meletup di matanya tidak lagi terlihat. Dia menarik tanganku dengan sentakan kuat ke permukaan air. Begitu saja dan semuanya menjadi gelap gulita.

Ketika akhirnya kubuka kembali mataku yang terasa sangat berat ini, kulihat wajah Yuki yang cemas. Kupaksakan sebuah senyuman dan Yuki pun tersenyum membalasnya. Kebahagiaan itu sederhana. Melihat senyum Yuki selalu mengobati perasaanku. Kusapukan pandanganku ke seisi ruangan. Ternyata aku telah tidak sadarkan diri di sebuah ruangan rumah sakit yang sangat sederhana. Ketika sapuan mataku mencapai pintu yang membatasi ruangan ini dan ruangan lainnya, kudapati Ryo yang sedang memandangiku sambil menyandarkan punggunya ke tembok.

"Gue panggilin suster sama Pak Satya ya," kata Yuki cepat-cepat.

Aku tidak ingin terlalu berharap. Tapi inilah senyum tertulus dan terbahagia yang Yuki berikan padaku. Aku tersenyum mengiyakan. Yuki pun berlari menuju pintu, melewati Ryo yang masih tidak berkutik.

Sepeninggalan Yuki, Ryo pun berjalan mendekati ranjang tempatku terbaring. Rahangku mengeras dengan spontan dan tanganku kembali terkepal. Pandangan mata itu selalu membuatku berjaga-jaga. Di luar dugaan dia hanya berdiri di depan kaki ranjang dan tersenyum menyeleneh.

"Jangan salah sangka. Gue bukan nyelametin lo buat lo. Ini buat Yuki," katanya sebelum berbalik dan melangkah pergi.

"Ryo!" Seruku dengan suara serak.

Dia menghentikan langkahnya namun tidak berbalik.

"Thanks," kataku lagi.

Dia mengangkat tangan kanannya seolah menjawab ucapan terima kasihku itu sambil meloyor ke luar ruangan. Barulah ketika aku sendirian aku memutar kembali adegan-adegan mengerikan di laut itu dengan mata terpejam. Aku tersentak ketika aku sampai ke bagian ketika Yuki sedang berusaha menolongku dengan sekuat tenaganya. Aku ingat jelas apa yang kukatakan dalam hatiku sendiri saat itu. Aku memanggilnya 'gadisku'! Sejak kapan Yuki jadi 'gadisku'? Aku mendengus walaupun aku tahu sebuah senyum kecil pasti terukir di bibirku. Yuki jelas-jelas sudah menelusup hatiku. Sial!

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (3)
  • Kang_Isa

    Keren. Lanjut, ya. Sukses selalu. :)

    Comment on chapter Prolog
  • TamagoTan

    @ikasitirahayu1 Salam kenal juga! :) Thank you dah mampir yah.

    Comment on chapter Prolog
  • ikasitirahayu1

    Salam kenal, kak

    Comment on chapter Sang Salju dan Sang Awan
Similar Tags
Kenangan
661      417     1     
Short Story
Nice dreaming
Memoria
349      290     0     
Romance
Memoria Memoria. Memori yang cepat berlalu. Memeluk dan menjadi kuat. Aku cinta kamu aku cinta padamu
Kala Senja
35374      4957     8     
Romance
Tasya menyukai Davi, tapi ia selalu memendam semua rasanya sendirian. Banyak alasan yang membuatnya urung untuk mengungkapkan apa yang selama ini ia rasakan. Sehingga, senja ingin mengatur setiap pertemuan Tasya dengan Davi meski hanya sesaat. "Kamu itu ajaib, selalu muncul ketika senja tiba. Kok bisa ya?" "Kamu itu cuma sesaat, tapi selalu buat aku merindu selamanya. Kok bisa ya...
The Second Lady?
453      327     6     
Short Story
Tentang seorang gadis bernama Melani yang sangat bingung memilih mempertahankan persahabatannya dengan Jillian, ataukah mempertahankan hubungan terlarangnya dengan Lucas, tunangan Jillian?
Love: Met That Star (석진에게 별이 찾았다)
1787      1039     2     
Romance
Kim Na Byul. Perempuan yang berpegang teguh pada kata-kata "Tidak akan pacaran ataupun menikah". Dirinya sudah terlanjur memantapkan hati kalau "cinta" itu hanya sebuah omong kosong belaka. Sudah cukup baginya melihat orang disekitarnya disakiti oleh urusan percintaan. Contohnya ayahnya sendiri yang sering main perempuan, membuat ibunya dan ayahnya berpisah saking depresinya. Belum lagi teman ...
Marry Me
472      334     1     
Short Story
Sembilan tahun Cecil mencintai Prasta dalam diam. Bagaikan mimpi, hari ini Prasta berlutut di hadapannya untuk melamar ….
Story of time
2406      949     2     
Romance
kau dan semua omong kosong tentang cinta adalah alasan untuk ku bertahan. . untuk semua hal yang pernah kita lakukan bersama, aku tidak akan melepaskan mu dengan mudah. . .
Our Perfect Times
1124      759     8     
Inspirational
Keiza Mazaya, seorang cewek SMK yang ingin teman sebangkunya, Radhina atau Radhi kembali menjadi normal. Normal dalam artian; berhenti bolos, berhenti melawan guru dan berhenti kabur dari rumah! Hal itu ia lakukan karena melihat perubahan Radhi yang sangat drastis. Kelas satu masih baik-baik saja, kelas dua sudah berani menyembunyikan rokok di dalam tas-nya! Keiza tahu, penyebab kekacauan itu ...
Say You Love Me
188      160     0     
Romance
Mendapati suaminya sendiri berselingkuh dengan adik tirinya, Adelia merasa hatinya hancur berkeping-keping. Ia akhirnya percaya, bahwa peringatan Raffi - sahabatnya - benar. Namun semuanya telah terlanjur terjadi, ia telah memilih melepaskan Raffi dan menerima Morgan sebagai pemilik hati.  Setelah pernikahannya rusak, hidupnya perlahan hancur, kemalangan terus menerus menimpanya. Hingga berak...
Bersua di Ayat 30 An-Nur
947      467     3     
Romance
Perjalanan hidup seorang wanita muslimah yang penuh liku-liku tantangan hidup yang tidak tahu kapan berakhir. Beberapa kali keimanannya di uji ketaqwaannya berdiri diantara kedengkian. Angin panas yang memaksa membuka kain cadarnya. Bagaimana jika seorang muslimah seperti Hawna yang sangat menjaga kehormatanya bertemu dengan pria seperti David yang notabenenya nakal, pemabuk, pezina, dan jauh...