Loading...
Logo TinLit
Read Story - Kau dan Tulip
MENU
About Us  

Mengapa aku begini? Mengapa hanya karena sebuket tulip aku kembali mengingatnya, merindukannya?

Bayang-bayang dirinya kembali muncul meskipun selama ini aku sudah bersusah payah menghapus segala tentangnya, saat tadi pagi aku menemukan sebuket tulip putih tergeletak begitu saja di depan pintu kamar apartemenku.

“Ketika kau melihat tulip, ingatlah padaku...”

Suaranya mendadak menggema, terngiang bebas dipikiranku. Sepertinya sugesti itu sudah melekat kuat dalam diriku, mengundang kenangan-kenangan yang pernah kulalui bersama sang pemilik suara untuk datang silih berganti di otakku. Kenangan yang semuanya terlampau indah, sampai aku lupa bahwa hidup tak hanya dipenuhi oleh hal-hal yang indah.

Pikiranku melayang jauh ke masa tiga tahun silam, saat semuanya masih terasa indah dan menyenangkan. Awal pertemuan diantara kami setelah dia berhasil menangkap seseorang yang mencoba mencuri dompetku, keakraban kami yang terjalin baik sampai dia mengungkapkan perasaannya dengan memberiku sebuket tulip merah 'lambang cinta', dan hubungan kami yang berjalan sangat baik tanpa masalah apapun.

Namun semua itu hanya berlangsung manis diawal, karena saat usia hubungan kami belum genap satu tahun, dia pergi meninggalkanku begitu saja, menghilang tanpa jejak, membuat cinta yang selama ini kami perjuangkan tak ada artinya lagi.

Selama ini dia membuatku menanti sia-sia, mengharapkan dirinya yang tak kunjung kembali. Tapi itu dulu, kini aku sudah berhenti mengharapkannya. Karena aku tak mau: semakin aku berharap, semakin aku dikecewakan.

***

Tulip.

Dia yang membuatku menyukai bunga itu. Namun dia juga yang membuatku terkadang membenci tulip, karena bunga itu yang membuatku kembali mengingat dan merindukan dirinya.

***

Tubuhku menegang dan napasku tercekat, ketika kulihat seorang lelaki tengah berdiri dibawah pohon didepan apartemen yang kutinggali.

Angin musim dingin yang sejak tadi membuat tubuhku menggigil dalam perjalanan pulang, tak lagi terasa dingin ketika mataku dan matanya bertemu pandang.

Dia kembali. Dia yang selama ini menghilang dari kehidupanku.

Tapi, kenapa? Kenapa dia datang terlambat? Kenapa dia harus datang setelah aku hampir berhasil melupakannya?

"Kau... apa yang kau lakukan di sini?" tanyaku setelah melihatnya bergeming memandangku.

Jujur, aku sangat marah dan kecewa padanya karena ternyata dia masih berani muncul dihadapanku setelah meninggalkanku begitu saja. Namun di sisi lain, entah mengapa aku senang ketika akhirnya bisa kembali melihatnya setelah sekian tahun berlalu.

"Aku datang untuk meminta maaf padamu, Yura. Aku tahu kau membenciku, tapi setidaknya aku ingin menjelaskan semuanya padamu..."

Suaranya. Wajahnya. Aku tak bisa berbohong bahwa aku masih merindukannya. Tak bisa kupungkiri, aku masih menyimpan cinta untuknya. Namun hatiku memberontak, mengatakan lelaki itu tak pantas dirindukan dan dicintai setelah apa yang dilakukannya selama ini.

"Kurasa tak ada lagi yang perlu kita bicarakan." Setelah mengatakan itu, aku kembali melangkahkan kakiku, meninggalkannya disana. Setidaknya aku harus memberinya pelajaran, bagaimana rasanya ketika ditinggalkan pergi.

"Kumohon, Yura, dengarkan aku sekali ini saja. Aku... sudah lebih dari satu jam aku menunggumu di sini."

Aku menghentikan langkahku. Apa dia gila? Menunggu di sini bersama angin malam yang bertiup begitu dingin? Ditambah lagi, butir-butir salju semakin deras berjatuhan. Bahkan tadi kulihat dia hanya mengenakan jaket tipis untuk melindungi tubuhnya, tanpa syal dan mantel tebal seperti yang kugunakan saat ini.

Aku berbalik. Seandainya ini bukan musim dingin, aku bersumpah akan mengabaikan dan benar-benar meninggalkannya. Tapi aku masih punya hati. Aku tak mau ambil resiko jika dia harus dilarikan ke rumah sakit akibat hipotermia. Untuk kali ini saja, aku akan menghargai usahanya dan mencoba mendengar penjelasannya.

Dan di sinilah kami, di sebuah kedai kopi tak jauh dari apartemen. Aku menyesap moccacino yang baru saja tersaji didepanku, lalu kembali mengalihkan pandanganku ke jalanan yang terlihat dari jendela kaca besar disampingku.

"Apa kau menerima sebuket tulip putih beberapa hari lalu?"

Pertanyaannya membuka obrolan diantara kami. Aku hanya mengangguk mengiyakan. Oh, jadi dia yang memberikannya. Lagi-lagi tulip...

"Tulip putih itu mewakilkan permohonan maafku, aku sengaja memberinya agar kau ingat padaku dan mau memaafkan kesalahanku."

"Tak bisakah kau langsung ke intinya?" Aku mulai merasa jemu dengan obrolan ini, terlalu berbelit-belit. Aku ingin segera menyudahinya, pulang dan beristirahat di rumah.

Dia mulai menjelaskan semuanya padaku, alasan mengapa dia meninggalkanku. Aku tertegun mendengar penjelasannya.

Ternyata dia menderita penyakit kanker darah, dan selama itulah dia menjalani pengobatan intensif hingga sembuh total. Dia mengatakan yang sejujurnya, tak kulihat binar kebohongan dari matanya.

Aku menyesal sudah berburuk sangka padanya. Aku sudah membencinya tanpa tahu dia melalui masa-masa sulit untuk berjuang hidup. Aku terlalu egois, hanya memikirkan diri dan perasaanku sendiri.

“Kenapa kau tak pernah mengatakannya padaku bahwa kau mengidap penyakit itu? Kau tak mempercayaiku?” tanyaku penuh desakan.

Aku kecewa padanya. Dia tak ingin membagi bebannya denganku, dia merahasiakan semuanya, itu artinya dia tidak menaruh kepercayaannya padaku.

“Aku merahasiakannya bukan karena aku tidak mempercayaimu. Hanya saja... aku tak ingin membuatmu merasa sedih dan kasihan padaku ketika melihatku dalam kondisi itu. Aku tahu betul kau orang yang sangat mudah menangis...”

“Itu alasanmu? Kau melakukannya karena aku lemah, mudah menangis? Kau tahu, aku lebih merasa sedih dan kasihan pada diriku sendiri ketika tahu aku tak pernah ada di sisimu saat kau sakit.” Nada bicaraku mulai meninggi.

“Maafkan aku. Kau tak mengerti maksudku yang sebenarnya. Bukankah kau pernah mengatakan ‘lebih baik membuat seseorang salah paham daripada mengatakan kejujuran yang dapat menyakiti hatinya’? Aku melakukan apa yang waktu itu kau katakan.”

“Kau bodoh dan egois...” ucapku, mengakhiri perdebatan ini. Aku hanya tak mau mengundang perhatian orang-orang yang ada di kedai ini.

Sekarang aku mengerti apa maksudnya. Selama ini dia berharap aku membencinya, agar jika dia pergi untuk selamanya, tidak perlu ada kata perpisahan diantara kami dan juga aku tidak akan merasa terbebani. Dia membuat ini menjadi rumit seakan-akan dia tak mampu sembuh dari penyakitnya, padahal kenyataannya dia mampu, dia kuat.

“Aku memang bodoh dan egois.” Setelah mengatakan itu, dia tersenyum pahit lalu menundukan wajahnya. Ah, aku jadi merasa bersalah telah mengatakan dua kata kasar itu padanya. Tadi aku sudah mulai terpancing emosi, jadi agak susah mengontrol ucapan.

“Aku tak memaksamu untuk kembali padaku, hanya saja aku mohon maafkan aku. Jujur, aku masih mencintaimu dan aku tak ingin kau menjauh dariku seakan-akan kau tak pernah mengenalku.” lanjutnya.

Kalimat yang diucapkannya tadi membuatku menatap kedua matanya. Kutemukan seberkas kesungguhan di sana.

Baiklah, sekarang aku menemukan jawabanku.

"Aku... memaafkanmu. Setelah mendengar penjelasanmu, kurasa tak ada alasan untuk tetap membencimu."

Bagaimanapun juga, aku tidak bisa membencinya. Akhirnya aku memaafkannya, memberinya kesempatan untuk kembali berada di sisiku, melupakan fakta bahwa hatiku pernah terluka karenanya.

Malam itu kami habiskan waktu di kedai kopi dengan membicarakan banyak hal. Tersenyum, bercanda, tertawa. Akhirnya aku bisa merasakan semua itu lagi bersamanya. Tidak ada yang berbeda, rasanya tetap sama seperti kebersamaan yang pernah kami lalui dulu.

***

Tulip.

Terima kasih sudah menjadi bunga yang mempersatukan cintaku dan dirinya. Tetaplah menjadi bunga yang mengingatkanku padanya dan buat aku merindukannya. Karena aku... tulus mencintainya.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 1 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Jejak tanpa arah
138      130     1     
Inspirational
Tentang menemukan jalan pulang, bukan ke rumah, tapi ke diri sendiri
Salju yang Memeluk Awan [PUBLISHING IN PROCESS]
15529      3079     4     
Romance
Cinta pertamaku bertepuk sebelah tangan. Di saat aku hampir menyerah, laki-laki itu datang ke dalam kehidupanku. Laki-laki itu memberikan warna di hari-hariku yang monokromatik. Warna merah, kuning, hijau, dan bahkan hitam. Ya, hitam. Karena ternyata laki-laki itu menyimpan rahasia yang kelam. Sebegitu kelamnya hingga merubah nasib banyak orang.
Creepy Rainy
493      342     1     
Short Story
Ada yang ganjil ketika Arry mengenal Raina di kampus. Fobia hujan dan bayangan berambut panjang. Sosok berwajah seperti Raina selalu menghantui Arry. Apakah lelaki itu jatuh cinta atau arwah mengikutinya?
LULLABY
16710      3210     2     
Fantasy
Lowin mengingat Nasehat terakhir yang diberikan oleh sang kakak mowrine sebelum ia mengemban tugas dari kerajaan. Sang kakak mowrine juga harus melanggar larangan dan terpaksa berbohong untuk mendapat kepercayaan dari keluarga yang akan ia tinggalkan. Bukan tanpa alasan mowrine melakukan hal itu, ia melihat sesuatu didiri lowin yang mengusik ketenangan. Namun, Kenyataan tidak sesuai dengan har...
Bulan yang Tak Tergenggam
517      409     2     
Romance
Gadis penyuka lukisan dan seorang pelukis amatiran selalu melukiskan bulan. Bulan dari segala ukuran dan bentuk. Cintanya kepada bulan tidak pernah pudar sekalipun. Ia menyimpan seseorang dalam bulan, ya, bulan yang menyinari bumi sepanjang malam. Namun, bulan itu terlalu jauh untuk ia genggam. Ia berusaha melukis bulan hingga bulan itu berhasil ia genggam. Apakah bulan itu akan tergenggam selama...
Alex : He's Mine
2617      1019     6     
Romance
Kisah pemuda tampan, cerdas, goodboy, disiplin bertemu dengan adik kelas, tepatnya siswi baru yang pecicilan, manja, pemaksa, cerdas, dan cantik.
Tarian Sang Binar
643      427     0     
Short Story
Binar adalah salah satu penari dari sanggar pelita. Ia gadis yang sangat gigih pada apa yang ia mimpikan. Untuk mengapai mimpinya tidaklah mudah, ia harus melalui jalan yang penuh lika-liku untuk menggapainya. Ia gadis yang ingin menjelaskan pada dunia tentang indah dan beragamnya budaya Indonesia.
Heaven In a Nutshell
437      318     1     
Short Story
It's like a happy place, Except it's Like Heaven to me.
Janji-Janji Masa Depan
18737      5185     12     
Romance
Silahkan, untuk kau menghadap langit, menabur bintang di angkasa, menyemai harapan tinggi-tinggi, Jika suatu saat kau tiba pada masa di mana lehermu lelah mendongak, jantungmu lemah berdegup, kakimu butuh singgah untuk memperingan langkah, Kemari, temui aku, di tempat apa pun di mana kita bisa bertemu, Kita akan bicara, tentang apa saja, Mungkin tentang anak kucing, atau tentang martabak mani...
SOSOK
169      153     1     
Horror
Dunia ini memang luas begitu pula seisinya. Kita hidup saat sendiri namun bersama sosok lain yang tak terlihat. SOSOK adalah sebuah cerita yang akan menunjukkan sisi lain dunia ini. Sebuah sisi yang tak terduga dan tak pernah dipikirkan oleh orang-orang