Loading...
Logo TinLit
Read Story - The Eternal Witch
MENU
About Us  

“Dasar dari semua cabang sihir adalah imajinasi,” ujar gurunya dahulu.

   “Itu percuma, guru! Seindah apapun imajinasi seseorang, jika ia tak punya talenta dan bakat yang mendasari, itu semua tidak ada artinya!” jawab pemuda itu dengan yakin. Di dunia ini, ada beberapa orang yang memang terkutuk; sekeras apapun mereka berusaha, mereka tak pernah menyantap buah dari kerja kerasnya.

   Si guru mengambil dua buku dari raknya, lalu ia berkata, “tahukah bahwa penulis buku sihir ini sebenarnya akromatik?”

   Si pemuda tertegun, tak percaya dengan ucapan gurunya. “Itu tidak mungkin! Bagaimana mereka dapat membuat teori sihir dan mekanisme sihir serumit itu tanpa mencobanya sendiri!”

   Si guru tertawa, “kau benar anak muda, memang benar!” si guru duduk di kursinya, mendongak ke langit-langit ruangan, “dulu aku mengenal orang gila yang berusaha tanpa lelah. Ia awalnya seorang dokter. Di sela-sela waktunya menjadi dokter, ia mengisi waktu senggangnya dengan menulis jurnal hariannya. Terkadang, ia menulis tentang pengalaman, kadang pula ia menulis harapannya di masa depan.

   “Suatu hari, ia menemui pasien, seorang pengembara yang lihai dengan ilmu sihir. Si pengembara berutang nyawa kepada dokter, namun pengembara itu tak punya sepeserpun untuk membayar dokter. Alhasil, ia memberinya suatu hal lain yang berharga, yaitu pengetahuan tentang ilmu sihir. Dokter itu awalnya menolak, karena ia tahu betul bahwa ia tak diberkahi talenta. Namun akhirnya mengalah dan menerima demi kehormatan si pengembara itu sendiri.

   “Hari berganti demi hari, lalu bulan, dan tak terasa sudah enam bulan lamanya si pengembara tinggal bersama dokter. Dokter tak merasa keberatan karena si pengembara dapat membantunya mencari tanaman herbal di pagi hari, lalu mengajarinya sihir di waktu luang. Hingga suatu hari, si pengembara berkata: ‘aku rasa sudah saatnya aku kembali ke tempatku, kawan. Semoga ilmu yang kau dapat bisa kau gunakan’. Semenjak itu, si pengembara tak kembali.

   “Hari-hari si dokter kembali seperti biasanya. Entah mengapa, ia merasa hampa, ia tak punya kawan untuk diajak bicara atau berbagi pengetahuan. Lama-kelamaan, pesaing dokter yang lebih muda mulai menggeser reputasinya, membuatnya memiliki banyak waktu luang untuk sendiri. Di dalam waktu luangnya, ia kembali mengisi jurnalnya dengan pengetahuan yang ia dapat dari si pengembara. Tak cukup sampai itu saja, ia juga menumpahkan imajinasi di tiap angannya menjadi torehan tinta.

   “Saat ia mencoba untuk mempublikasikannya, semua orang tertawa dan mengatakan bahwa ia sudah gila. Ia tak menggubrisnya, malahan ia tertantang. Ia makin giat mengisi jurnalnya lagi, melakukan revisi di beberapa topik, hingga terciptalah dua buku yang kau lihat ini,” sang guru berhenti sejenak, lalu tertawa kecil, “orang-orang awam menganggapnya gila, juga diriku. Tapi aku ingat pernah seorang guru besar pernah berkata, ‘orang jenius hidup satu cerita di atas kegilaan’. Dan akhirnya, aku menarik air liur yang sudah kuludahkan, lalu ikut mendukungnya.

   “Dan itu terwujud. Ironisnya, karyanya itu baru diterima selepas kepergiannya menuju surga. Namanya dikenang. Risalahnya diungkap. Teoremanya dianalisis. Ilmu-ilmunya yang pernah dianggap impian belaka itu memutar-balikkan dunia, mengubah pandangan orang terhadap sihir juga terhadap dunia, menggugah semangat orang terpelajar untuk menyelam di lautan ilmu.”

   Si pemuda memandang dengan antusias cerita gurunya itu. Buku itu setebal ratusan halaman, di balut dengan sampul kulit tua yang tampak elegan dan kuat. Papirus kuning menjadi tempat torehan tinta itu melekat. Perlahan, si pemuda salah satu buku coklat itu, mendapati satu kalimat yang menggugah semangatnya untuk belajar meskipun ia akromatik.

   “Orang dengan talenta dapat mengerjakan hal yang tak dapat dilakukan banyak orang, tapi, orang jenius dapat mengerjakan suatu hal yang ‘tak dapat dilihat’ oleh orang lain.

   Karena penasaran, si pemuda cepat-cepat membuka buku kedua. Di sana, ia mendapati kalimat lain: “Masih banyak rahasia langit dan bumi daripada yang dimimpikan umat manusia sepanjang sejarah.

   Si pemuda mematri dua kalimat itu. Mengingatnya betul hingga bencana runtuh menghancurkan keluarga dan harapannya, hampir membuatnya lupa pada kebaikan-kebaikan nasib di masa lalunya, menyisakan kebencian, dengki, juga iri.

                                                                                                       ***

Ting! Suara logam berdenting terdengar nyaring. Sepersekian detik selanjutnya, pedang itu si algojo patah menjadi dua. Semua sosok hitam itu bersiaga penuh.

   Tangan Gawain bergetar. Sebagian telapak tangan yang diguakan untuk melindungi Sa’rah berubah menjadi benda mengilap. Itu berlian, benda terkeras yang diketahui umat manusia.

   Gawain bernapas lega, leher Sa’rah tak tertebas. Perlahan, ia merebahkan gadis itu sambil tersenyum kecil seolah berkata, “tunggulah sebentar.” Lepas itu, ia bangun. Entah dari mana, ia mendapatkan kekuatan untuk melawan. Amarah dan dendam di jiwanya meluap keluar, ia bukan Gawain lagi, ia menjadi sosoknya yang lama.

   Belum sempat Gawain bangun, sesosok hitam sudah menyerangnya dengan gada seukuran dua depa. Gawain tak menghindar, namun cukup menangkis kepala gada itu dengan berlian di tangannya yang berubah. Gada itu terpental, memberi waktu sepersekian detik bagi Gawain untuk melakukan serangan balik. Dengan cepat, ia merebut gada itu dan melompat. Gada itu berat, namun ayunan tangan Gawain lebih kuat. Dengan memanfaatkan gaya gravitasi, Gawain membiarkan momentum tubuhnya guna menambah kekuatan di ayunan. Bum, gada itu telak menghantam kepala pemiliknya sendiri.

   Gawain menyeringai, namun seringaian itu berhenti ketika sosok itu masih mampu berdiri dengan kepala yang remuk. Gawain meloncat, menghindari tikaman sosok lain dari belakang. Ia bersiaga dan mulai mengedarkan pandangan, mendapati salah seorang dari mereka memiliki leher dengan pisau masih tertancap.

   Gawain berpikir sejenak, lalu mendapatkan jawaban yang bahkan tak pernah ia bayangkan. “Orang mati tak pernah bicara, tapi mereka patuh pada perintah.” Itu menjelaskan fakta bahwa masih ada orang yang sanggup berdiri setelah menerima pukulan semacam itu atau dengan pisau lempar yang masih menempel di lehernya.

   “Lalu, bagaimana cara mengalahkannya?” Gawain mencoba berbagai cara lain. Menikam jantung, menghancurkan kepala, juga memenggal. Semuanya nihil, tidak ada satu carapun itu yang benar-benar menghentikan gerakan mereka. Tapi, ada satu hal yang membuat Gawain penasaran: bagian yang terpotong tidak akan kembali ke tubuh utama.

   Semisal Gawain berhasil menebas sepotong jari, jari itu tergeletak di tanah dan tak akan bergerak lagi. Itu bagus, jika saja ia punya momen khusus untuk menghancurkan semua sosok hitam itu dalam satu waktu sekaligus.

   Pertarungan menjadi lebih sengit. Gerakan mayat-mayat berjalan itu semakin lincah, mengikuti gerak-gerik Gawain. Terkadang, mereka berhasil menggores tubuh Gawain. Goresan itu tidaklah berbahaya, namun cukup menguras darahnya. Dalam pertarungan berdurasi lama, orang yang kalah adalah orang yang kehabisan napasnya terlebih dahulu. Dengan hilangnya darah, Gawain merasa napasnya tersengal, tanda ia kekurangan darah. Ia sekarang sudah jatuh berlutut dengan mata yang mengkerut. “Apa ini akhirnya? Mati sekali lagi dengan tragedi serupa?

   Genangan darah terlihat di bawahnya. Merah padam, tanda harapan yang lenyap. Dalam detik-detik yang menentukan itu, Gawain menemukan ide lain untuk menghancurkan semua lawannya dalam satu kali serang. Satu kata kunci yang menjadi kemenangannya: darah.

   Sebagian kecil telapak tangan Gawain berubah menjadi lapisan keras. Sebenarnya, lapisan keras di makhluk hidup tidaklah jarang ditemukan. Seorang pemanjat memiliki lapisan kulit lebih tebal dan keras di jari-jarinya sehingga memudahkannya untuk memanjat tebing curam. Namun, jarang sekali lapisan kulit itu dapat berubah menjadi sekeras batu, contohnya landak, hanya landak dan saudara dekatnya sajalah yang memiliki struktur rambut tegak dan keras. Proses pengerasan ini dinamakan keratinisasi.

   Kulit yang berubah menjadi berlian bukanlah proses keratinisasi, Gawain berpikir sejenak tentang hubungan antara berlian dan kulitnya dan mendapatkan satu hal lain: unsur penyusun kedua benda itu sama, yaitu unsur karbon. Mengapa keduanya berbeda meskipun penyusunnya sama? Di sini, informasi yang terdiri dari susunan tiap unsur dari suatu material bekerja. Dalam ilmu Alkemi, jika seseorang dapat mengetahui seluk-beluk informasi dan cara memodifikasi-nya, maka ia dapat dengan mudah mengubah suatu benda menjadi benda lain asalkan benda itu memiliki kemiripan. Contohnya membuat berlian dari batu arang yang pernah ayahnya praktikan (keduanya sama-sama dari unsur karbon, hanya berbeda struktur menyusunnya).

   Gawain memfokuskan dirinya. Imajinasinya beradu cepat dengan waktu. Ia mengamati bunga-bunga kristal terbentuk di sekitar telapak tangannya yang tenggelam di genangan darah. Dengan seringai tipis, Gawain mendongak keatas, menampilkan senyum sinis penuh kemenangan.

   Srak! Sepersekian detik selanjutnya, ribuan duri muncul dari genangan darah. Itu kristal berlian, menusuk cepat menuju tiap sosok hitam di depan mata Gawain. Semua duri-duri itu tanpa ampun menikam dan menembus semua sosok hitam itu. Kejadian itu berlangsung cepat, hingga tak ada dari mereka yang sempat menghindar.

   Sepuluh detik kemudian, duri-duri itu berhenti, semua darah—bahkan dari semua sosok hitam itu sudah terkuras habis menjadi duri berlian yang tak terhitung jumlahnya. Hening menyergap, di susul dengan denting suara belati dan pedang yang jatuh dari tangan mayat yang lemas. Gawain memenangkan pertarungan, ia mencoba bangkit lalu berjalan perlahan menuju gadis yang ia tinggal tadi.

   Saat sampai, denyut nadi Sa’rah sudah berhenti, juga dengan sinar hidup dari matanya. Jemari Gawain menutup kelopak mata terbuka itu lalu menunggui mayat lemas dan pucat itu beberapa saat. Ia menahan tangisnya; tangisan tak akan menghidupkan yang mati, tapi setidaknya ia ingin menyampaikan beberapa kata kepada kematian, mengharap pesan itu akan sampai ke surga.

   Gawain mengurusi mayat gadis itu—karena hanya gadis itulah yang benar-benar utuh mayatnya. Ia mengambil beberapa barang yang mungkin berharga lalu menyimpannya di kantong sebagai kenangan. Salah satunya adalah sepasang anting emas imitasi juga kunci rahasia almari tempat mereka menyimpan ratusan permata murni. Gawain tersenyum, mengingat-ingat momen ketika mereka mengumpulkan permata-permata itu di suatu gua tambang terbengkalai. Awalnya, mereka berjanji untuk tak menggunakannya, namun keadaan ini mengubah janji itu menjadi ucapan belaka.

   Sebelum menguburnya, Gawain memilih untuk memotong lidah gadis itu, lalu menyambungnya dengan miliknya sendiri dengan bantuan Alkemi sebagai penghormatan dan sebagai cara mengenangnya. Awalnya ia tak terbiasa, namun beberapa menit setelahnya ia sudah dapat berbicara, meskipun dengan nada yang berbeda dari lidahnya yang dahulu.

   Mentari sudah muncul di ufuk timur, meniup kabut miasma hitam agar lenyap dari tanah sakral itu. Gawain memilih untuk mengubur gadis itu lekas-lekas, lalu menancapkan tanda nisan dari kayu yang disilangkan, serta tak lupa menggores nama Sa’rah di sana.

   Setelah memasang pancang di gundukan tanah, ia berdoa sejenak demi kebaikan si mayat, lalu berjalan berbalik meninggalkannya juga meninggalkan kenangan selama satu tahun yang menyenangkan demi kembali ke dunia yang menunggunya.

   Jalanan keluar dari desa amat sepi berkat semua makhluk hidup yang termakan miasma, menyisakan jasad yang mulai mengeluarkan bau busuk. Gawain berjalan damai dan tenang, tak menggubris lingkungan di sekitarnya. Lima menit berjalan, bau busuk itu sudah lenyap dari hidung Gawain.

   Gemericik air terdengar lirih di Teirie, Gawain berjalan menghampiri dan mendapati sungai kecil di depannya. Gawain membersihkan wajahnya juga meminum air sejenak. Rasa lelahnya sedikit teratasi dengan segarnya air, namun tidak cukup untuk mengembalikan darahnya yang hilang. Dari aliran air yang jernih itu, Gawain mendapati cerminan wajahnya.

   Wajahnya berubah menjadi lebih tirus dan tegas, kelopak matanya juga lebih cekung. Yang paling mencolok adalah warna rambutnya yang berubah menjadi kehitam-hitaman. Hei, ia bahkan tak mengenali sosok lamanya. Jemarinya menapaki wajah barunya itu, mencubit-cubit apakah ia sedang bermimpi atau tidak.

   “Aku rasa, nama Gawain lebih cocok daripada Erno,” gumamnya, “lagipula, akan buruk sekali jika kubawa nama lama itu. Masih banyak orang di luar sana yang memusuhi keluargaku; satu tahun tidak cukup untuk membuat orang-orang lupa terhadap kesalahan seseorang, setidaknya butuh satu era.”

   Gawain duduk termenung, mengingat-ingat hidupnya dahulu ketika di Junier dan satu tahun di desa Half-Elf. Manis, lalu pahit dan asam. Nama demi nama orang yang pernah ia kenal terkenang, hingga berhenti di satu orang; Florence. Gawain memikirkan bagaimana nasib adiknya itu, “apakah ia hidup? Jika iya, apakah ia bahagia? Jika tidak, di mana ia dikuburkan?” batinnya sesaat.

   “Bagaimana dengan Guru? Ah, aku harap dia tak terkena masalah karena melindungi kami.” Erno mendongak, matahari sudah merangkak naik. Ia memilih untuk bertindak daripada berdiam menyesali kematian. Meskipun begitu, kakinya melangkah lagi ke desa itu, memberi semua mayat doa tanpa terkecuali. Ia menyadari bahwa mayat hidup jugalah korban dari sihir.

   Omong-omong tentang sihir, Gawain masih bertanya-tanya tentang bagaimana ia dapat menggunakan sihir Alkemi. Ia juga bertanya-tanya bagaimana ia dapat tersesat di hutan satu tahun lalu. Ia mencoba mengingat-ingat, namun sia-sia, masih ada beberapa potongan ingatan yang buram.

   Masih banyak pula pertanyaan yang terngiang di kepalanya salah satunya: mengapa seseorang mengincarnya? Ia adalah orang biasa jika ia boleh mengaku, namun jawaban semacam itu tidaklah memuaskan, malahan membuatnya ingin mengeduk demi mencari jawaban. Sekarang, ia menyimpan pertanyaan-pertanyaan itu dan menyerahkan peran kepada waktu untuk menjawab semuanya.

   Setelah pergi dari jantung Hutan Magis Grende dengan membawa ratusan permata yang ia sembunyikan di saku rahasia di balik jubahnya, Gawain pergi mengenakan selempang jubah abu-abunya. Meskipun mengantongi kekayaan yang tak terkira, tapi tak terbersit secuilpun permata itu untuk kekayaannya; ia sama saja menghina makam Sa’rah jika melakukan itu. Hanya satu ide yang ada di kepalanya, ia ingin membayar hutang dan ganjaran kepada beberapa orang.

   Jalan yang ia tempuh berat, selaiknya perahu yang menumbuk badai dan menabrak karang; ajaibnya, kapal itu belum karam setelah kejadian semacam itu. Gawain merasa bersyukur, jika bukan kebaikan Dewa dan Dewi serta sebagian kecil keberuntungan nasib, ia sudah tenggelam dan mati di dasar lautan. Namun sialnya, badai lain sudah terlihat dari kejauhan. Itulah pelayaran hidup; mereka—para kru kapal berani itu menerjang badai hanya untuk menghampiri badai yang lain demi menyongsong mentari esok yang menjanjikan kejayaan.

   Gawain menggeretakan gigi, waktunya membanting kemudi kapal pelayaran hidupnya.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (3)
  • haruray

    ntap

    Comment on chapter Fiveteen: Persona
  • KurniaRamdan39

    @Ardhio_Prantoko Thanks Mas Ardhio atas semangatnya!

    Comment on chapter Fourteen: Retribution
  • Ardhio_Prantoko

    Aku sih YES sama cerita ini. Alurnya kompleks dan terarah. Implementasi figur tokohnya aku suka. Ditunggu kelanjutannya. Respect for writer

    Comment on chapter Fourteen: Retribution
Similar Tags
Secret World
3535      1247     6     
Romance
Rain's Town Academy. Sebuah sekolah di kawasan Rain's Town kota yang tak begitu dikenal. Hanya beberapa penduduk lokal, dan sedikit pindahan dari luar kota yang mau bersekolah disana. Membosankan. Tidak menarik. Dan beberapa pembullyan muncul disekolah yang tak begitu digemari. Hanya ada hela nafas, dan kehidupan monoton para siswa kota hujan. Namun bagaimana jika keadaan itu berputar denga...
Eagle Dust
364      265     0     
Action
Saat usiaku tujuh tahun, aku kehilangan penglihatan karena ulah dua pria yang memperkosa mom. Di usia sebelas tahun, aku kehilangan mom yang hingga sekarang tak kuketahui sebabnya mengapa. Sejak itu, seorang pria berwibawa yang kupanggil Tn. Van Yallen datang dan membantuku menemukan kekuatan yang membuat tiga panca inderaku menajam melebihi batas normal. Aku Eleanor Pohl atau yang sering mereka...
The Prince's Love
444      300     1     
Fantasy
some people are meant to meet, not to be together.
Evolvera Life
12727      3564     28     
Fantasy
Setiap orang berhak bermimpi berharap pada keajaiban bukan Namun kadang kenyataan yang datang membawa kehancuran yang tak terduga Siapa yang akan menyangka bahwa mitos kuno tentang permintaan pada bintang jatuh akan menjadi kenyataan Dan sayangnya kenyataan pahit itu membawa bencana yang mengancam populasi global Aku Rika gadis SMA kelas 3 yang hidup dalam keluarga Cemara yang harmonis du...
HIRI
164      134     0     
Action
"Everybody was ready to let that child go, but not her" Sejak kecil, Yohan Vander Irodikromo selalu merasa bahagia jika ia dapat membuat orang lain tersenyum setiap berada bersamanya. Akan tetapi, bagaimana jika semua senyum, tawa, dan pujian itu hanya untuk menutupi kenyataan bahwa ia adalah orang yang membunuh ibu kandungnya sendiri?
The Final Journey
429      300     5     
Short Story
Will they reached the top of the mountain with Fay's ashes?
Bye, World
7863      1854     26     
Science Fiction
Zo'r The Series: Book 1 - Zo'r : The Teenagers Book 2 - Zo'r : The Scientist Zo'r The Series Special Story - Bye, World "Bagaimana ... jika takdir mereka berubah?" Mereka adalah Zo'r, kelompok pembunuh terhebat yang diincar oleh kepolisian seluruh dunia. Identitas mereka tidak bisa dipastikan, banyak yang bilang, mereka adalah mutan, juga ada yang bilang, mereka adalah sekumpul...
The Wire
10071      2188     3     
Fantasy
Vampire, witch, werewolf, dan guardian, keempat kaun hidup sebagai bayangan di antara manusia. Para guardian mengisi peran sebagai penjaga keseimbangan dunia. Hingga lahir anak yang memiliki kemampuan untuk mengendalikan hidup dan mati. Mereka menyebutnya-THE WIRE
Trainmate
2731      1197     2     
Romance
Di dalam sebuah kereta yang sedang melaju kencang, seorang gadis duduk termangu memandangi pemandangan di luar sana. Takut, gelisah, bahagia, bebas, semua perasaan yang membuncah dari dalam dirinya saling bercampur menjadi satu, mendorong seorang Zoella Adisty untuk menemukan tempat hidupnya yang baru, dimana ia tidak akan merasakan lagi apa itu perasaan sedih dan ditinggalkan. Di dalam kereta in...
Unbelievable Sandra Moment
596      431     2     
Short Story
Sandra adalah remaja kalangan atas yang sedang mengalami sesuatu yang tidak terduga apakah Sandra akan baik-baik saja?