Sungguh, hari yang sangat melelahkan bagiku. Sementara Nouna hanya bisa menatapku dengan perasaan simpatik dan tidak bisa banyak berkata apa-apa. Rencana untuk melamarnya hari itu gagal, karena dua tragedi yang tidak pernah kusangka sebelumnya.
Itukah arti di mana pagi tadi perasaanku begitu sangat gembira, ketika Panji masih bersamaku? Atau ada hal lain, di balik semua peristiwa yang terjadi ini? Aku hanya bisa berdoa di dalam hati, semoga setelah semua yang terjadi, ada hikmah terindah untukku juga Nouna nantinya.
“Awak mesti tabah menghadapi semua kejadian ini, Sat. Saye hanya berharap yang terbaik terhadap kejadian ini semua. Mengenai kes awak nak lamar saye, lebih baik kita bincangkan selepas semua kes ini selesai. Sepertinya itu jalan terbaiknye, Sat.” Mendengar perkataan Nouna, hatiku sedikit tenang.
“Awak juga mesti sabar tunggu maksud saye nak lamar nanti, ye? Biar semuanya selesai dulu, sebelum nantinya kita berdua bisa hidup bersama menggapai impian kita ya, Na?” Aku hanya bisa menjawab dengan hati getir, menatap sendunya wajah cantik Nouna yang berada di hadapanku saat ini.
Hanya Nouna. Ya ... hanya dia yang saat ini bisa menghibur kegundahan hatiku, dalam melewati segala yang terjadi. Perceraian ayah dan ibu dulu, hingga kematiannya yang hingga saat ini masih belum terungkap. Kini dihadapkan dengan dua peristiwa, jauh di luar perkiraanku. Kematian Lemi, ketika kasus kematian ayah yang menurut Inspektur Dirga ada hubungan dengannya. Kini, kabar tertembaknya Panji di saat tugas kami telah selesai menjelang wisuda nanti.
Seraya menunggu hasil penyidikan dari Inspektur Dirga, juga pemeriksaan Pak Rahmat. Siang itu hingga menjelang sore, aku hanya bisa merenungi apa yang terjadi selama ini. Aku bahkan tidak ingat ketika mereka membawa jasad Lemi untuk diautopsi, yang kuingat saat itu hanyalah aku mesti istirahat menenangkan diri. Segala keperluan dalam persiapan pemakaman, sampai hal terkecil sekali pun semuanya diurus oleh Nouna. Ya ... hanya Nouna yang saat ini bisa kuandalkan, ketika hatiku gamang dengan rentetan peristiwa sampai saat ini.
“Satria, saye rasa lepas kes kematian Lemi. Awak mesti segera ke Indonesia guna tengok keadaan Panji. Sebab kes yang Panji alami pun, ada hubungannya dengan persiapan awak hadapi wisuda nanti. Cem itu, keh?” ujar Nouna, setelah membereskan segala keperluan persemayaman jasad Lemi di rumahku.
Namun tiba-tiba, aku teringat dengan sosok pria yang kulihat ketika di bandara dan pulang dari acara Nouna wisuda siang itu. Benarkah ia adalah Zul? Ataukah wajah yang mirip dengannya? Lalu, ada maksud apa jika memang Zul ada di sekitarku saat itu?
“Ouh iya. Pak Teguh. Awak tengok Pak Sugi, tak? Saye merasa dia menghilang lepas Puan Lemi nak pegi latihan pagi. Awak cakap jike dia nak membeli belah guna urusan dapur, keh?” tanyaku kepada Pak Teguh, salah satu pengurus rumah.
“Saye belum tengok Pak Sugi balik, pun. Sebab saye tengok saat dia pegi tadi pagi tuh, seperti ade hal yang mesti dia selesaikan tersebab sikapnye yang tampak tergesa tuh, Encik Satria,” balas Pak Teguh, mengingat kejadian tadi pagi.
“Kemana korang tuh? Di saat genting macam nih, dia menghilang tanpa kabar,” ucapku. “Ouh iya ... awak cuba tunggu di sini, Na. Ada hal yang saye ingat beberapa hari sebelum kes ini, dan nampaknye ada hubungannya dengan Pak Sugi tuh,” sambungku teringat sebuah rumah kecil di dekat bukit yang sejalan dengan arah pantai. Rumah kecil yang saat itu aku dan Panji temukan, dan berpapasan dengan Pak Sugi saat itu.
Belum sempat aku keluar rumah melalui pintu belakang. Dari arah depan, Pak Rahmat ditemani Inspektur Dirga datang dan mencariku.
“Cem mana hasil autopsi Anda, Pak Rahmat? Dan Inspektur Dirga, apa yang Anda temukan dari penyidikan kes nih?” tanyaku yang mengurungkan niat ke rumah kecil di balik bukit.
Pak Rahmat terlihat duduk dengan tenang, seraya membuka beberapa kertas yang entah apa? Mungkin hasil autopsi dari jasad Lemi yang ia lakukan di rumah sakit sejak tadi siang.
“Mmm ... begini, Encik Satria. Menurut hasil autopsi dari saye sejak siang tuh. Saye tak mendapatkan hal mencurigakan dari ape yang terjadi dengan tubuh Puan Lemi, saat kematian menimpanye. Hanya dari dugaan saye, ia mengalami sock jantung tersebab kecapekan berlebih saat melakukan latihan pagi tuh.”
Pak Rahmat menjelaskan dengan perlahan, hasil temuan yang ia dapatkan saat mengautopsi jasad Lemi. Dengan sedikti bahasa kedokteran, dan kemungkinan berharap aku bisa memahami sedikit penjelasannya itu. Ia menarik kesimpulan, jika Lemi meninggal akibat serangan jantung tiba-tiba, bukan karena aniyaya seseorang atau kecelakaan.
Aku sendiri tidak begitu banyak memahami hasil autopsi yang Pak Rahmat lakukan, serta penyelidikan dari Inspektur Dirga. Sebab yang aku tahu hanya, Lemi tiba-tiba meninggal tanpa ada kekerasan yang dialaminya atau kecelakaan dari orang yang mencoba membunuhnya. Namun saat itu aku segera berkata kepada Inspektur Dirga, jika selama ini sebelum peristiwa kematian Lemi. Aku menemukan sebuah rumah kecil di balik bukit dekat dengan pantai, yang jaraknya tidak begitu jauh saat tubuh Lemi ditemukan siang itu.
Tanpa banyak bicara lagi. Aku diikuti Inspektur Dirga juga Pak Rahmat, langsung bergegas menuju rumah yang kumaksud. Di sana, kami tidak menemukan hal yang mencurigakan. Hanya ada beberapa kertas berisi sebuah resep dokter, dan struk pembelanjaan obat-obatan yang diketahui Pak Sugilah yang membelinya. Dugaan kami langsung mengarah kepada Pak Sugi, yang hingga sore itu belum kembali dari berbelanja untuk kebutuhan rumah—seperti yang dijelaskan oleh Pak Teguh tadi.
“Dari beberapa nota pembelanjaan yang kita dapat, nampaknya Pak Sugi pernah membeli susu kesihatan juga beberapa obat penenang. Apa awak tahu Puan Lemi sering mengalami depresi, Satria?” ungkap Pak Rahmat.
“Ouh iya. Saye ingat, Pak Rahmat,” kataku, yang sempat membuat Inspektur Dirga juga Pak Rahmat terperanjat. “Sebelum Lemi pegi nak latihan pagi tuh, dia pernah berkata jike dia sudah sarapan dengan minum susu. Ape susu yang dimaksud adalah apa yang dibeli oleh Pak Sugi nih, ye? Jom kita periksa kamar Lemi, siapa tahu kita dapat susu yang dimaksud tuh. Cem mana?” sambungku.
“Iya, keh? Oke, Satria. Tapi ... apa awak kenal dengan Pak Sugi, nih?” selidik Inspektur Dirga.
“Tak, Inspektur. Setahu saye, dia hanya salah seorang pengurus rumah seperti halnya Pak Teguh itu. Perihal riwayat kehidupannya, saye tak banyak tahu,” jawabku.
“Baiklah. Saye nak cuba tanya Pak Teguh. Sepertinya dia korang yang tahu banyak hal tentang rumah nih.” Setelah memeriksa beberapa sudut rumah kecil itu. Aku, Inspektur Dirga juga Pak Rahmat segera kembali ke rumah utama dan menginterogasi Pak Teguh perihal Pak Sugi.
Sesampainya di rumah utama. Aku diikuti Inspektur Dirga, Pak Rahmat juga Pak Teguh, yang sudah diberitahu perihal susu yang pernah dibeli Pak Sugi tempo hari. Mencoba memeriksa kamar pribadinya Lemi. Cukup lama kami memeriksa setiap sudut kamar, bahkan membuka seluruh lemari pakaian hingga meja rias miliknya dan belum menemukan apa yang dicurigai. Hal itu sempat membuatku frustasi.
Namun begitu kami hendak melangkah keluar kamar. Pak Teguh melihat sebuah bungkusan hitam di atas lemari dekat deretan tas.
“Nah! Sepertinya ini yang kita cari dari tadi, Encik Satria. Benarkah susu ini yang dikamsud keh?” tanya Pak Teguh begitu membuka bungkusan plastik yang berisi beberapa dus susu kesehatan yang sering diminum Lemi selama ini.
“Ya. Ini memang susu kesihatan nak guna kekebalan jantung sihat. Tapi semuanya adalah bekas dan tak ade sikit pun sisa. Sedangkan susu yang tadi pagi diminum Lemi tuh, kita tak tahu susu apa,” ungkap Pak Rahmat.
“Berarti memang selama ini, Lemi mempunyai riwayat lemah jantung, keh?” tanyaku masih penasaran.
“Kalau tak salah iya, Encik Satria. Puan Lemi memang sering mengeluh sakit dada, jika malam atau pagi sebelum dia sarapan,” ujar Pak Teguh.
“Ouh iya, Pak Teguh. Korang bekerja di rumah nih sudah lama, keh?” tanyaku perihal keberadaan Pak Teguh selama ini.
“Cukup lama, Encik Satria. Bahkan di saat Encik Dani masih ada, dan saye yang selalu urus beliau dari segala hal. Macam makanan, kebersihan rumah, pembayaran listrik rumah, sampai mencuci kereta milik Encik Dani. Sebab saye orang pertama yang mengabdi kepada beliau tuh,” jelas Pak Teguh.
“Berarti korang tahu siapa Pak Sugi?” tanya Inspektur Dirga sedikit curiga.
“Pak Sugi tuh orang baru di rumah nih, dan yang memasukkan dia kerja di sini yaitu Puan Lemi. Mmm ... sekitar empat bulan nih,” ungkap Pak Teguh.
“Korang tahu nama lengkap Pak Sugi tuh, Pak Teguh?” selidik Inspektur lagi.
“Mmm ... kalau tak salah. Namanya ... Zulham. Ya, Zulham Sugiantoro.”
Deg! Mendengar pernyataan Pak Teguh, aku langsung teringat dengan Zul. Kawan kuliahku di Indonesia yang pernah meminta dibuatkan program supermarket ,dan dia termasuk salah seorang pemburu binatang liar selama berada di sana. Hal itu pun mengingatkanku saat tadi pagi melihatnya berada di bandara, dan ketika keluar dari acara wisuda Nouna yang seolah membuntutiku selama ini.
“Inspektur, Anda ingat tak saat tadi siang saat kita keluar dari acara wisuda Nouna, tuh? Seorang pria berjaket hitam dengan motosikal yang mengikuti kita, tuh? Dia ... dia orangnya, Inspektur. Anda ingat, tak?” tanyaku kepada Inspektur Dirga yang terlihat sedang mengingat sesuatu.
“Ya. Saye ingat, Satria. Apa mungkin dia terlibat dengan kes kematian Lemi, nih? Sebab tak ada satu saksi pun, yang pernah tengok dia ketika Lemi meninggal. Apa mungkin dia orang sedang mengincar awak nak jadi korban berikutnya, Satria?”
Penyataan Inspektur Dirga sempat membuatku merinding, dan diselimuti rasa khawatir. Jangan-jangan Pak Sugi atau Zul ini memang sedang mengincarku selama ini, mulai dari bandara sampai saat Nouna wisuda siang tadi. Sungguh perasaan yang begitu membuatku benar-benar khawatir.
“Baiklah, demi keamanan awak di rumah nih. Saye nak tugaskan beberapa anak buah guna menjaga diri awak, sampai kes kita ini selesai. Saye nak pegi ke kantor, guna menyelidiki biodata Pak Sugi alias Zul ini, cem mana?” saran Inspektur Dirga, seraya mengeluarkan ponsel miliknya bermaksud menghubungi anak buahnya.
“Baiklah, Inspektur. Saye ikuti saje yang terbaik dari Anda.”
Kasus terbunuhnya Lemi, sedikit demi sedikit menemukan titik terang. Dugaan awal mengarah kepada Pak Sugi alias Zul kawan sekuliahku di Indonesia, dan entah ada hubungan apa antara Lemi dan Zul sewaktu tinggal di rumahku selama ini? Setidaknya untuk beberapa hari sebelum semuanya terungkap, hidupku harus diselimuti rasa khawatir meski ada beberapa petugas anak buah Inspektur Dirga yang berjaga.
Bisa jadi Zul atau Pak Sugi ini menyamar menjadi seorang loper koran, atau pengantar pesanan makanan instan yang bisa dengan mudah membunuhku saat semuanya lengah? Bahkan kekhawatiranku malah terhadap diri Nouna, yang bisa saja menjadi sasaran tameng untuk menjebakku dan bisa dengan mudah membunuhku di tempat lain? Sungguh, semuanya menjadi serba menakutkan buatku, hingga saat pemakaman Lemi berlangsung sehari setelah pengungkapan motif kematiannya.
*****
NB:
Terima kasih untuk yang sudah sudi mampir di episode ini.
Bila berkenan, ditunggu ulasan, saran, masukan, juga kritikannya. Agar cerita ini lebih baik lagi.
Selamat membaca, dan salam sukses selalu. :)
@Ardhio_Prantoko Wih ... terima kasih, Mas Dhim. Alhamdulillah karya ini sudah terbit, tinggal nunggu lounching saja, nih. Hehehe
Comment on chapter Info Novel IMPIANKU