Merasa ada yang tidak beres, Inspektur Dirga langsung menelpon kantornya yang tidak jauh dari kawasan Damansara dan meminta beberapa anak buahnya untuk memeriksa daerah tersebut siang itu. Sementara, aku dan Nouna berusaha mencari ke seluruh rumah, kemudian ke arah yang tadi tunjukkan oleh Pak Rahmat diikuti Inspektur Dirga.
Awalnya aku, Nouna dan Inspektur Dirga tidak melihat hal mencurigakan. Namun setelah kembali menelusuri jalan setapak arah pantai, di sana kami melihat seonggok tubuh tergeletak tidak sadarkan diri. Tubuh itu tidak lain adalah Lemi. Kami pun segera berlari dan menemukan tubuh wanita muda itu, yang sudah pucat tidak bernyawa.
“Tidak. Lemi, apa kau ... ah!” teriakku, begitu melihat tubuh Lemi.
Inspektur Dirga kemudian berlutut di samping tubuh Lemi dan berkata, “Sepertinya Puan Lemi sudah meninggal, Satria. Sebaiknya kita segera panggil dokter terdekat guna memeriksanya.”
“Pak Rahmat, ya ... kurasa dia dokter yang tinggal di kawasan ini dan tadi bertemu dengan kita saat di depan pos itu!” seruku.
Beberapa anak buah Inspektur Dirga yang baru datang, langsung diminta menjemput Pak Rahmat yang tadi berada di depan pos keamanan. Tidak berapa lama, ia pun datang dan langsung memeriksa tubuh Lemi.
“Saye rasa dia sudah meninggal cukup lama, sekitar tiga atau empat jam yang lalu. Aneh ... tak ada seorang pun yang tahu keberadaannya. Cem mana kejadiannya sampai ia seperti ini?” ungkap Pak Rahmat, begitu mengetahui kondisi Lemi sebenarnya.
Aku pun segera menceritakan kejadian dari pagi, saat Lemi pamit hendak olah raga pagi.
“Apa Puan Lemi terlihat sedang sakit, keh? Atau ada riwayat penyakit yang dideritanya selama ini?” tanya Pak Rahmat.
“Tak. Setahu saye tadi pagi ia sihat je, tak nampak sedang sakit pun. Kalau riwayat penyakitnye selama ini, saye tak begitu paham. Sebab baru-baru ini saye kenal, dan tak begitu paham dengan kehidupannye selama ini,” jelasku.
“Ape ada indikasi lain penyebab kematiannye, Pak Rahmat? Semacam diserang seseorang, atau dianiaya?” selidik Inspektur Dirga.
“Saye belum memeriksa lebih detail, Inspektur. Tapi saye merasa dia terkena serangan jantung tiba-tiba. Mungkin terlalu capek, pun saat latihan pagi tuh,” ucap Pak Rahmat.
“Tapi, apa bisa orang mati karena kecapekan latihan kemudian terkena serangan jantung, Pak Rahmat?” tanyaku.
“Banyak yang terjadi serangan jantung tiba-tiba, jika memang terlalu capek aktiviti, Encik Satria. Itu pun jike ada riwayat lemah jantung atau semacamnya. Mmm ... saye tak bisa memeriksanya secara intensif di sini, baiknye segera diautopsi guna pemeriksaan lebih lanjut tersebab kematiannya,” ungkap Pak Rahmat.
Suasana tiba-tiba sangat ramai, saat kejadian meninggalnya Lemi siang itu. Dari beberapa warga yang melihat kejadian tersebut, semuanya mengatakan keterkejutannya. Bahkan ada yang berkata sempat melihat Lemi berlari saat menelusuri pantai, dan kemudian menghilang tanpa tahu jika saat itu ia terjatuh dan tewas seketika.
“Apa korang tengok puan tuh tadi pagi? Apa yang korang tengok saat tuh?” tanya Inspektur Dirga kepada salah seorang pria berbaju biru yang tadi berkata.
“Ya, saye rasa tadi pagi tengok ia latihan seorang di pinggir pantai nih. Namun saye tak jelas ape yang terjadi kemudian, sebab saye sedang berseronok dengan beberapa kawan saye di balik bukit tuh,” jawab pria tadi seraya menunjuk arah bukit yang memang lumayan jauh dari tempat Lemi tewas.
“Apa korang tengok puan nih terjatuh?” tanya Inspektur Dirga lagi.
“Tak. Saye tak tengok jika puan tuh jatuh tak sadarkan diri, sebab terhalang pohon besar tuh. Saye kire dia sudah balik ke rumahnye saat tuh.”
“Apa korang tengok ada sorang di dekatnye saat tuh?”
“Tak. Saye rase dia seorang pun. Tak ada siapa di sekitarnye.”
“Apa korang tak periksa kawasan nih?”
“Tak. Sebab saye nak pasal kes dengan kawan-kawan saye di seberang sane.”
“Baiklah. Agar semuanye jelas, baiknye segera kita bawa jasad Puan Lemi ke hospital terdekat guna pemeriksaan lebih lanjut. Sebab sudah terlalu lama ia tergeletak di sini, kasian jika tak segera diurus,” saran Pak Rahmat, kemudian diikuti Inspektur Dirga yang meminta beberapa anak buahnya membawa jasad Lemi ke rumah sakit terdekat.
“Satria, baiknye awak balik dan berkemas rumah guna menyemayamkan jenazah. Lepas tuh kita adakan pemakaman, selepas pemeriksaan di hospital nanti. Saye nak hubungi awak jike ada perkembangan nanti,” saran Inspektur Dirga, kemuidan berlalu mengikuti mobil yang membawa jasad Lemi menggunakan mobil salah satu anak buahnya.
Belum sempat aku kembali ke rumah bersama Nouna. Ponselku berdering, dan sebaris nama tertera di dalamnya, tidak lain adalah Pak Agus.
“Halo, Satria. Apa kamu baik-baik saja?” tanya Pak Agus begitu telpon kujawab.
“Iya, Pak Agus. Saya baik-baik saja. Ada masalah apa, Bapak telepon saya?” balasku kembali bertanya.
“Begini, Satria. Baru saja saya mendapat kabar tentang Panji, saat baru datang di bandara tadi siang. Sekarang dia ada di rumah sakit, dengan keadaan tertembak di bagian punggungnya. Menurut kabar, dia ditembak salah satu anak buah Sersan Basyir saat pemeriksaan di bandara, mengenai keterlibatannya dengan salah satu geng Cyber Crime.”
“Apa, Pak?! Tak mungkin, Pak! Pasti ada yang salah! Apa Bapak sudah menerima surat kuasa dari dosen sini, tentang tugas saya dan Panji selama di Malaysia ini, Pak?” seruku, terkejut mendengar kabar tentang Panji.
Mendengar keterkejutanku. Nouna yang sedari tadi berada di sampingku pun ikut terkejut.
“Saya belum menerima surat kuasa itu, Satria. Pasti ada hal yang salah dengan pemeriksaan Panji sewaktu di bandara itu. Makanya sekarang saya sedang menuju rumah sakit di mana Panji diperiksa. Apa kamu baik-baik saja di sana, Satria?” sergah Pak Agus.
“Saya baik-baik saja, Pak. Hanya baru saja ibu tiri saya ditemukan tewas di dekat kawasan perumahan kami, dan sekarang sedang diperiksa di rumah sakit terdekat. Kabari saya jika ada perkembangan mengenai Panji ya, Pak? Nanti jika di sini sudah beres, saya segera menuju Indonesia untuk melihat kondisi Panji,” kataku dengan perasaan tidak menentu.
Sungguh hari yang begitu melelahkan. Dua peristiwa yang tidak pernah kusangka sebelumnya, terjadi dalam waktu yang hampir bersamaan. Tewasnya Lemi yang belum diketahui apa penyebabnya. Tidak berapa lama, mendengar kabar tertembaknya Panji saat pulang ke Indonesia, yang sampai sore hari pun belum ada kabarnya juga.
*****
NB:
Terima kasih untuk yang sudah sudi mampir di episode ini.
Bila berkenan, ditunggu ulasan, saran, masukan, juga kritikannya. Agar cerita ini lebih baik lagi.
Selamat membaca, dan salam sukses selalu. :)
@Ardhio_Prantoko Wih ... terima kasih, Mas Dhim. Alhamdulillah karya ini sudah terbit, tinggal nunggu lounching saja, nih. Hehehe
Comment on chapter Info Novel IMPIANKU