Chapter 10: When The Survivor Talks (part 2)
Cheryl menyadari benar suasana hati sang kembarannya. Dia sampai pada suatu keadaan yang tanpa daya—tidak tahu harus merasa apa dan berbuat apa. Karena di sisi lain, dirinya punya pendapat sekaligus bersikukuh dalam benaknya kalau pendidikan merupakan salah satu hak asasi setiap manusia. Baik laki-laki maupun perempuan. Hal yang tidak bisa dan tidak boleh dilanggar, sekalipun oleh kembarannya sendiri.
"Fryer And Partners!" seru Don dan Sarron mengulangi, yang cepat-cepat diteruskan oleh Don, "Itu 'kan kantor hukum yang menangani keluarga Cherlone. Dari semua urusan bisnis kami—Ayah dan aku—sampai pada urusan keluarga serta pribadi masing-masing."
"Juga warisan," sahut Sarron melengkapi, "The Cherlones beserta wasiat Ayah diurus oleh timnya Tristan Fryer—cucu dari Warner Fryer sang pendiri. Kau bekerja di bagian tim yang mana, Cheryl?"
"Salah satu divisi yang juga dipimpin Tristan, tapi atasanku secara langsung adalah Noah Keyler."
"Tristan sudah menelponku tadi pagi," celetuk Sarron memberitahu, "Dia bilang akan datang pukul tiga siang ini, untuk membicarakan pendahuluan penting wasiat Ayah."
"Sepertinya bukan kebetulan kalau kami berdua berada di sini persis di hari kematian Ayah," sahut Chester sedikit blakblakan, lalu menoleh lagi pada kembarannya, "Tampaknya tak lama lagi kau akan bertemu dengan bos besarmu."
"Apa maksudmu?" tanya Don bernada agak menukik—meminta penjelasan akan kalimat pertama adik tirinya tadi.
Maka Chester menceritakan surel beserta hubungan telepon misterius yang diterima dirinya dan kembarannya selama ini. Cheryl ikut melengkapi pada bagian yang belum diketahui Chester.
Don, Sarron dan Farah menyimak semua informasi tersebut dengan cermat dan teliti. Tentu benak Don dan Sarron langsung tertuju pada rekaman percakapan rahasia sepasang laki-laki dan perempuan yang menjadi pembunuh misterius ayah mereka.
Karena terfokus menceritakan kejadian yang menimpa dirinya dan kembarannya saja, Chester tidak bisa memakai kemampuan pikirannya untuk meneropong isi kepala kedua kakak laki-lakinya.
Begitu keseluruhan informasi selesai diceritakan, semua piring makan di meja sudah kosong.
Usai membersihkan mulut dengan serbet, Chester berujar lagi, "Aku dan Cheryl punya sesuatu sebagai tanda mata untuk kalian. Apalagi, yang dariku sempat kupakai tadi untuk menghadapi keamanan super ketat si Marlon."
Chester memasukkan satu tangannya ke balik jas kasualnya yang terhampar di kursinya. Sesaat kemudian, tangan yang sama menyodorkan sesuatu kepada Don dan Sarron sambil berujar, "Kuberikan patung ini kepada kedua kakak tiri laki-laki kami."
Lalu sambil memiringkan kepalanya ke arah kembarannya, dia melanjutkan, "Dan Cheryl memberikan gaun cantik kepada kakak tiri perempuan kami."
Sementara tangan Cheryl merogoh tasnya yang cukup besar, ketiga anak Brandon itu memelototi patung tersebut dengan berseru, "Itu 'kan The Survivor kepunyaan keluarga Cherlone!"
Tenggorokan mereka tersedak. Menelan ludah bersamaan. Saling memandang satu sama lain. Chester memecahkan ketegangan kakak-kakak tirinya dengan menceritakan bagaimana cara dirinya berhasil menghadapi kewaspadaan Marlon berkat memakai The Survivor.
Tentu pada bagian Marlon mengenali tanda kode dengan diam, dikatakannya kalau sang pengawas yang bilang bahwa tanda yang dilihatnya itu merupakan simbol keluarga sang nyonya.
Cheryl diam saja mendengar kebohongan itu. Masih belum waktu yang tepat bagi dirinya dan kembarannya untuk mengungkap bakat indigo mereka. Karena pikirannya sependapat dengan asumsi Chester kalau ketiga kakak tiri mereka pantas dicurigai. Masih banyak yang harus dikorek dari Don, Sarron dan Farah.
"Dari mana kau dapatkan patung ini?" lantas Don mengajukan pertanyaan yang sempat dilontarkan Marlon tadi.
"Dari seseorang yang mengenal dekat kedua orang tua kandung kami," jawab Chester tenang dan kalem, namun penuh arti, "yang sekaligus juga ayah kita."
"Dia mengenal seorang Brandon Cherlone," kata Sarron, mencoba menganalisa, "dan juga orang dalam Cherlone Companies beserta—maafkan kata-kataku berikutnya, adik-adikku tersayang—perempuan simpanan penting Ayah, berarti..."
"Maaf," sahut Chester menyela, "apakah berarti ucapan Marlon itu benar?"
"Ya, itu memang benar simbol keluarga ibu kandung kami," jawab Farah dengan ekspresi memelas, "keluarga Helmont."
"Kalau kami boleh tahu," pinta Cheryl dengan manisnya, "apakah artinya?"
Melihat Farah melemparkan ekspresi bertanya yang emosional, Chester menyahut, "Ya, mungkin berkat simbol itu, kita bisa memecahkan misteri kematian Ayah beserta siapa pembunuhnya."
"Kau berani bertaruh berapa?" tantang Don tiba-tiba dengan penuh percaya diri.
"Aku yakin sekali kalau Ayah dibunuh oleh beberapa saingan bisnisnya. Akhir-akhir ini, Ayah sudah menampar mereka dengan kekalahan telak, dan tidak berhenti sampai di situ saja—dia juga menyerang mereka dengan sikap arogan," katanya berasumsi serta bersaksi dengan emosi berlapis.
Segera Sarron dan Farah dapat melihat manipulasi pada karakter sang kakak tertua. Karena pada beberapa jam sebelumnya, orang yang sama mengakui dirinya punya banyak motif untuk membunuh sang kepala keluarga.
"Maafkan sikap kami ini," kata Cheryl sesopan mungkin, "Kami hanya ingin pembunuh Ayah terungkap dengan cepat."
"Baiklah, kalian semua tenanglah dulu," sahut Farah menengahi, lalu mulailah dia bercerita.
"Sebenarnya, The Survivor milik keluarga Cherlone berasal dari keluarga Helmont. Diwariskan turun temurun dari kakek ibu kami—awalnya seorang pedagang tekstil di Rusia awal abad dua puluh satu—Henry John Cunham.
"Henry John membeli The Survivor dengan penghasilan pertamanya. Maka, dianggapnya patung ini sebagai pembawa sekaligus penjaga keberuntungan.
"Karena Henry John Junior—si anak pertama—meninggal pada usia muda akibat suatu kecelakaan, terpaksa diberikanlah patung itu kepada putrinya, Wendy. Nenek kami itu akhirnya menikah dengan kakek—Wallace Helmont—dan menurunkan tiga orang anak. Ibu berada di urutan tengah.
"Kode tersebut dibuat oleh kakek, sebagai syarat pernikahan dari Henry John untuk mendapatkan nenek.
"Pada masa itu, The Survivor juga diyakini sebagai pelindung keluarga dari mara bahaya meskipun peradaban dan teknologi sudah maju pesat. Karena Henry akhirnya juga menjadi antropolog sekaligus arkeolog tulen. Wawasannya dijejali dengan sekian banyak kemegahan budaya masa lalu yang amat terpengaruh oleh mitos.
"Tanda seperti bintang ini melambangkan pernikahan Wendy dari keluarga Cunham dengan Wallace dari keluarga Helmont. Cunham diwakili tanda tambah bergabung dengan Helmont yang diwakili tanda bintang.
"Ketika melihat bahwa akhirnya punya tiga anak perempuan dari nenek, beliau melengkapi dengan bentuk segi enam, sebagai perlambang anak-anak Helmont beserta pasangan masing-masing. Yang dilengkapi tanda bintang tadi di tengahnya—perlambang sepasang orang tua sebagai pusatnya, yakni Wallace dan Wendy sendiri.
"Supaya tidak berat sebelah, maka ibulah sebagai anak tengah yang mewariskan The Survivor—berhubung kebetulan juga semua saudaranya perempuan.
"Untuk menghargai keluarga Ibu, Ayah menempatkan patung ini di tengah-tengah ruang keluarga di sini. Ruangan tempat kita berkumpul tadi. Karena semua Cunham dan Helmont berasal dari benua Eropa, termasuk ibu tentunya.
"Aku sungguh tidak tahu bagaimana caranya patung berharga milik keluarga kita ini bisa sampai berada di tangan pihak lain. Cuma yang kuceritakan itulah yang kuketahui dari penuturan Ibu."
"Kupikir aku tahu cerita selanjutnya," sahut Don menimpali dengan mantap, "Sewaktu mencampakkan Ibu, Ayah mengambil The Survivor dan memberikannya pada ayah tiri Chester dan Cheryl."
Sarron buru-buru meneruskan analisanya yang terpotong tadi dengan berkata, "Berarti Ayah terang-terangan merampas patung ini sebagai simbol peralihan perhatiannya dari istri tercinta. Pengkhianatan Cherlone terhadap Helmont."
"Tadinya kukira itu salah satu kode yang dipakai dalam Cherlone Companies," Chester menuturkan dugaan pertamanya dengan jujur dan agak kecewa.
Dia menggeleng lemah pada saat berikutnya, ketika Farah terang-terangan menyindir, "Apa sekarang kau sudah menemukan siapa tersangkanya?"
@Kang_Isa Terima kasih atas supportnya, kang
Comment on chapter #3