Chapter 4: There Will be Another Murder
"Ayah kalian telah menjadi korban pembunuhan," ungkap Agen Logan dengan lugas kepada Don, Sarron dan Farah.
Ketiga anak Cherlone berada di dalam kantor pribadi Leonard Logan, agen senior SARBI (South Asia Region Bureau Investigation).
Dia yang mengepalai penyelidikan terhadap kasus kematian Brandon. Sang bilyuner ditemukan terbunuh di rumahnya yang di Area India, maka kejadian tragis tersebut menjadi wewenang SARBI—regu kepolisian setempat.
Mayat Brandon ditemukan sekitar pukul lima pagi. Maka, berita pertamanya disiarkan pukul enam. Dari setengah enam kurang lima, tim lokal SARBI sudah menguasai lokasi terjadinya perkara. Tanpa buang waktu lagi, lima belas menit sebelum pukul enam, Logan mengontak anak-anak Brandon satu demi satu.
Don yang di Area New York. Sarron di Area Rusia. Farah di Area Perancis. Semuanya kini berkumpul di kantor SARBI yang di Area India. Pukul setengah delapan. Hampir delapan jam usai pulang tepat tengah malam dari acara minum wine di rumah Brandon yang di Area London.
Kabarnya sang bilyuner punya satu lusin rumah. Secara resmi—dan fakta jelasnya—Brandon berhasil membeli rumah di Area London, Area Los Angeles, Area India, Area Australia, dan Area Singapura—hanya satu di tiap area. Dan yang satu itu saja bisa dibilang mewah.
Baik Don, Sarron maupun Farah lebih banyak memilih yang di Area London dan Area Singapura untuk kumpul bersama. Sedangkan sang ayah lebih menyukai yang di Area India dan Area Australia dengan alasan nuansa eksotis serta ketenangan suasana. Konon sang ibu menetap di Area Los Angeles karena gemar berjudi.
"Maafkan gayaku yang berbicara blakblakan tadi," kata Logan menjelaskan, “Aku lebih suka langsung ke pokok persoalan. Menyingkat waktu dan tenaga sehingga bisa lebih efisien."
Sedari datang Farah tak henti-hentinya menutup hidung dan mulut dengan kedua tangan. Meski tak setetes pun air mata yang keluar, suasana duka, haru dan tak berdaya dibawa oleh jiwa yang tegar itu. Dan inilah yang sangat memengaruhi hati siapa pun yang peka.
Sarron hanya murung, dengan kepala sering tertunduk. Seakan menghadapi realitas kegagalan di ruang sidang pengadilan, bukannya ayah yang tiada.
Hanya Don yang bersikap tenang dan terlihat biasa. Mungkin cuma satu dua saham pegangannya ambruk di pasaran.
"Tidak apa-apa, Mr. Logan. Kami mengerti," kata Don kalem.
"Malah kami mengharapkan Anda dapat secepatnya menepati kata-kata Anda barusan," Sarron menyambung dengan agak bersemangat, "Kami menginginkan kerja SARBI yang cekatan, dan segera menangkap pelakunya."
"Pasti, dalam waktu singkat," janji Logan, penuh percaya diri.
"Mr. Logan," suara Farah menyela dengan lirih, "bolehkah kami melihat ayah kami untuk terakhir kalinya?"
Dia mengangguk kepada kedua kakaknya dengan bertanya, "Masa sih kalian tidak punya keinginan untuk melihat Ayah? Mau ‘kan?"
Sedetik kemudian, tanpa menunggu jawaban Don dan Sarron, Logan menyahut dengan cepat, "Tentu saja, Nona Cherlone. Jenazah ayah kalian kami simpan dua kilo dari markas ini, aman dalam brankas korban SARBI yang steril dan cukup elegan."
Logan bergerak—mengantarkan mereka menuju tempat itu. Sewaktu keluar dari pintu kantor Logan, Sarron bertanya dengan cepat, "Bolehkah kami mengunjungi rumah terjadinya kasus ini? Meski pers bisa berkerumun di depan, bukankah pastinya sengaja kalian tutup dari publik?"
"Ya, tentu saja, Mr. Sarron," jawab Logan mantap, menatap ketiganya, "Kalian adalah keluarga, jadi kalian juga punya hak ke sana, tapi tentu bersama timku dan di dalam pengawasan mereka."
Lima menit kemudian, Farah sudah menangis pilu di hadapan mayat ayahnya. Kedua kakak laki-lakinya tetap tenang.
Sesekali Don mengusap matanya.
Sarron merasa dirinya seperti bagian dari SARBI, atau setidaknya, tim forensik. Kondisi tragis sang ayah cukup memicu adrenalinnya. Dia berharap dirinyalah yang bisa menjadi orang pertama yang hasil pemikirannya selain sukses memecahkan kasus, serta merta mampu mengarahkan pada seorang pelaku.
Rupanya kepala Brandon dipukul dari belakang dengan benda berat. Menyebabkan otak bagian belakangnya mengalami keretakan. Pada perut dan lengan kiri terdapat beberapa sayatan benda tajam. Juga ada beberapa bekas di kedua lengan yang menunjukkan kalau korban sempat memberi perlawanan.
Banyak tanda menceritakan terjadinya pergulatan sengit yang akhirnya dimenangkan oleh para pelaku. Rupanya lebih dari seorang.
Polisi serta tim forensik memprediksi kalau penyerang Brandon setidaknya dua orang, dari dua arah yang berlawanan—depan dan belakang. Itu terlihat dari luka-luka di perut dan di kedua lengan.
Tak diragukan lagi, semua kekejaman itu diperbuat oleh sosok yang posisinya berhadap-hadapan dengan korban. Sosok dengan posisi di belakang korban merusak otak, dengan menghantamkan benda berat tepat di kepala bagian belakang. Kalau pun ada yang ketiga, bisa membantu dari arah samping.
"Sialnya, pada saat itu, sistem kamera CCTV yang menyorot tempat persis terjadinya pembunuhan sudah diubah dengan pemutaran rekaman menit-menit sebelumnya," ungkap Logan saat mereka berempat tiba di depan pintu masuk brankas mayat.
"Pengubahan itu dilakukan berapa lama sebelum kejadian?" tanya Sarron.
"Lima belas menit. Dengan demikian, semua pelayan di rumah ayah kalian yang di area ini menjadi sasaran empuk penyelidikan kami. Bahkan bukan tidak mungkin, salah seorang di antaranya dapat dengan cepat kami jadikan tersangka."
"Harus begitu! Pasti ada orang dalam! Pelayan yang kinerjanya tidak beres di mata Ayah, lalu Ayah tegur dan ancam akan memecat, dan dia menjadi terancam—kehidupan ekonomi yang sulit—lalu ketakutan dan membunuh... ya, membunuh!" sahut Sarron mengomentari dengan penuh semangatnya.
Kontan saja Don, Farah dan Logan memandangnya dengan tatapan aneh.
"Cuma kamera yang menyorot lokasi itu yang dikerjai," kata Logan menyanggah, "dan semua pekerja sudah kami tahan begitu kami datang. Jika memang itu jelas-jelas kejadian beserta motifnya, orang ini tidak akan membiarkan dirinya berhadapan dengan petugas hukum—terlalu berisiko."
Sementara Don, Sarron dan Farah masih bercengkerama dengan mayat sang ayah, Logan yang berada di luar pintu brankas didatangi dua orang bawahannya. Mereka menyampaikan pesan penting.
Tiga anak Cherlone itu menghabiskan waktu di dalam selama sekitar sepuluh menit. Ketika keluar, mereka mendapati Logan yang sudah tidak sabaran.
"Ada perkembangan terbaru dari timku," katanya dengan lugas, “Nyawa kalian sekarang ini boleh dikatakan terancam. Ada sejumlah pertanda fisik yang jelas-jelas mengatakan kalau ayah kalian merupakan langkah awal. Mereka ingin menghabisi keluarga Cherlone satu demi satu."
@Kang_Isa Terima kasih atas supportnya, kang
Comment on chapter #3