“Eh-eh! Udah-udah!” Jaxon yang sedari tadi hanya berpartisipasi sedikit-sedikit berusaha menghentikan euphoria.
“Apaan sih, xon? Nggak rame banget,” gerutu Rhea.
“Kita punya masalah lain yang lebih penting,” kata Jaxon.
“Apa?” tanya Rhea dengan tampang bete.
William yang mengerti maksud Jaxon pun memegang pundak Rhea dan dengan lembut membuatnya duduk di ranjang. Keempat cowok salah tingkah yang bingung harus mulai cerita dari mana pun duduk mengelilinginya. Sebagai bos dari para pendekar SMAN 3, William pun memulai cerita.
“Jadi..Kegan adalah double agent? Mata-mata ganda gitu?” tanya Rhea di akhir cerita.
“Bukan gitu aja, Rhe. Clayton kelihatannya cukup dekat sama Kegan. Gue juga mikir kalau Clayton dan Kegan kerja buat Black Hummingbird,” kata Clyde.
“Apa lo bilang?” Kali ini William-lah yang tercengang mendengar pernyataan Clyde.
“Kemarin pas lo dah tumbang, gue, Jaxon dan Bram ngeliat Kegan lagi ngobrol sama Clayton,” jelas Clyde.
William geleng-geleng kepala dengan mulut ternganga. Tidak pernah ia menyangka bahwa Clayton bekerja sama dengan mata-mata ganda dari keluarga Kim yang juga adalah peneror Jaxon dan Rhea. Apalagi bekerja sama dengan Black Hummingbird, siapa pun dia.
“Sekarang semuanya masuk akal. Semua keping puzzle itu berbentuk,” kata Rhea dengan wajah yang sama melongonya dengan wajah William.
“Sorry, Will. Gue nggak nyangka ternyata Clayton..” Rhea menepuk pundak Wiliam dengan tatapan prihatin.
“Sorry, Will. Gue rasa lo perlu tahu,” kata Clyde, merasa bersalah karena harus menjadi orang yang menyampaikan kenyataan pahit itu pada Wiliam.
“Gue nggak nyangka dia segitu bencinya sama gue,” kata William lirih.
“Sekarang gimana?” tanya Jaxon.
“Kayak gue bilang tadi. Kita pulang. Kita hadapin bokap-bokap kita. Bonyok yah bonyok.”
Jaxon menghembuskan napas panjang, masih tidak bisa menerima keadaan.
“Oh, xon. Satu lagi. Lo harus bohong. Bilang lo sama gue lagi ada urusan apaaa gitu kemarin. Bilang lo sebenarnya nggak main bareng gue. Bilang lo ngedeketin gue buat mata-matain keluarga gue atau apa kek! Pokoknya lo harus kelihatan benci sama gue.” Kata William.
“Gue tahu.” Jaxon mengangguk.
“Biarpun gue udah nggak bisa berkelit lagi karena ketangkep basah sama Clayton pas mau nyelametin lo kemarin, seengganya bokap lo nggak tahu. Nggak perlu kita berdua sama-sama mampus,” kata William.
Rhea menatap William dengan perasaan gado-gado. Kagum dan juga kasihan. William sangat tangguh dan perkasa. Itulah mengapa Rhea dan yang lain-lain menjadikan William sebagai pemimpin mereka. Tapi perasaan aneh apa itu yang menelusup relung hati Rhea? Untuk sekejap, Rhea merasa jantungnya berdebar-debar. Namun cepat-cepat ia hapus pikiran aneh yang terbersit di otaknya.
Sesuai keputusan, William dan Jaxon pulang ke rumah masing-masing. Clyde dan Bram memutuskan untuk tinggal karena mereka pikir tidak ada gunanya pulang ke rumah di siang bolong begini.
“Kiran mana?” tanya Clyde.
“Ck.. Lo ngeceng kakak gue hah?” tanya Rhea, straight-to-the-point,nggak pake sugar coating.
“Cherris mana?” Bram membumbui gossip yang dimulai Rhea.
“Sialan lo berdua emang! Cocok banget lo berdua. Tahu nggak?” protes Clyde.
“Cieeeh. Mukanya meraaaah!” ledek Rhea lagi.
“Ternyata Cassanova juga bisa jatuh..” kata Bram.
“Jatuh cintaaaa!” seru Bram dan Rhea bersamaan.
“Udah sana-sana!!” usir Clyde.
Menyadari wajahnya memang panas, Clyde berjalan meninggalkan kamar Rhea.
“Yeh, anaknya malah marah,” ledek Rhea lagi.
Tentu saja disambut dengan Bram yang tertawa terbahak-bahak. Bram pun merangkul Rhea santai. Di luar pintu kamar Rhea, Clyde bersandar dengan jantung yang berdegup kencang. Hatinya kebat-kebit karena ia takut bahwa Rhea dan Bram benar. Mungkin dirinya, sang playboy sejati ini sudah jatuh cinta. Kepada Kiran, cewek lembut, lugu dan sama sekali nggak kece itu! Dalam mimpi pun Clyde nggak pernah ngebayangin jalan sama cewek model Kiran. Tapi kayak orang tua bilang, terkadang jodoh tuh nggak sesuai sama kriteria kita.
Setelah bulak-balik berpikir, Clyde pun dengan mantap meraih hapenya dan membuka option ‘Missed Call’. Berbelas-belas telepon tak terangkat dari Cherris. Ia menekan tombol ‘Call’ di sebelah nama Cherrissa Putri.
“Ke mana aja kamu, Babyyy?” suara centil Cherris berteriak tepat di telinga Clyde.
“Gue banyak urusan.” Jawab Clyde, tanpa bumbu-bumbu gombalan.
“Kamu kok gitu sih, Yang? Kapan ngapelin aku lagi? Urusan apa sih yang lebih penting daripada aku?”
“Cher..”
“Apaan sih?” tanya Cherris manja.
“Kita putus aja yah,” Clyde berkata dengan mantap.
“Ap..Apa kamu bilang? Baby, kok kamu..Kamu tega mutusin aku??” suara Cherris tak terkendali, liar dan meninggi.
“Sorry, Cher. Gue bukan ‘baby’ ato ‘yayang’ lo lagi.” Clyde mematikan telepon sebelum Cherris sempat mencak-mencak lebih lama lagi.
Sudah cukup Clyde bersabar dan meladeni Cherris yang berisik. Tapi sebenarnya Clyde juga yang salah, menerima Cherris hanya untuk mengisi status jomblonya sepeninggalan Ara. Tidak pernah ada rasa sayang di hati Clyde, baik untuk Ara, maupun untuk Cherris. Clyde sendiri jua merasa bersalah karena Ara, Cherris dan Kiran adalah teman baik. Kini Clyde malah jatuh hati pada Kiran setelah mematahkan hati kedua sahabatnya. Ia takut, Kiran tidak akan mau menerima perasaannya.
Jantung Clyde berdegup kencang ketika ia berjalan menuju kamar Kiran yang walaupun jaraknya hanya beberapa langkah terasa berkilo-kilometer. Diketuknya pintu dengan perlahan. Langkah-langkah kaki di lantai kayu terdengar dari balik pintu.
“Mas Clyde?” Kiran terlihat bingung mendapati Clyde berdiri di ambang pintu kamarnya.
“Iyah. Gue lupa nanya. Gimana PR Kimia?” tanya Clyde.
“Oh..Ehm. Itu.. Belum selesai, Mas.”
Pasrah, Kiran pun mengaku pada Clyde bahwa dengan banyaknya hal yang harus dipikirkan, ia sama sekali belum menyentuh halaman 90 buku teks Kimia yang di-PR-kan oleh Clyde. Clyde yang jelas sudah menduga akan menerima jawaban seperti itu pun tersenyum lembut.
“Mana? Sini gue ajarin!” kata Clyde.
“Eh, Mas bukannya lagi ngobrol sama yang lain?” tanya Kiran.
“William dan Jaxon udah pulang. Bram lagi sama Rhea ngebanyol nggak jelas. Gue bosen.” Saking tegangnya, Clyde menjelaskan panjang lebar.
“Ehm. Bentar aku ambil buku dulu ya.”
@Kang_Isa Thank you so much! Salam kenal juga, Kak! Nanti aku mampir yah ke cerita Kakak!
Comment on chapter Prolog