“Clyde, stop!” tiba-tiba Jaxon berkata dengan tegas.
Clyde yang bingung dengan perkataan Jaxon yang tiba-tiba pun berhenti dan menengok ke belakang untuk mengecek keadaan teman-temannya. Dengan tangan yang bebas, Jaxon menarik Clyde kemudian keempat orang itu bersembunyi di balik pilar. Mata Jaxon menatap lurus ke arah Kegan.
“Apaan sih?” Clyde masih tidak mengerti apa yang dikhawatirkan Jaxon.
“Kegan,” bisik Jaxon.
“Wait! Itu Kegan bareng Clayton?!” seru Bram.
Buru-buru mulutnya dibungkam oleh Clyde. Dua pasang mata melotot ke arahnya.
“Ngapain mereka barengan?” tanya Bram setelah mulutnya bebas dari cengkraman tangan Clyde.
“Lo pikir kita tahu?” tanya Clyde lagi.
“Jalan, Clyde. Mereka udah pergi,” kata Jaxon.
Clyde pun kembali berjalan perlahan, memimpin teman-temannya ke semak-semak dimana mobilnya disembunyikan. Dengan bantuan Bram dan Jaxon, akhirnya William berhasil dimasukkan ke dalam mobil. Clyde sendiri sibuk mengutak-atik hapenya dengan satu tangan sedangkan tangan lainnya memegang setir. Mobil pun meluncur pergi dari lapangan tempur dalam keadaan utuh.
“Halo, ran. Lo dimana?” tanya Clyde begitu orang yang diteleponnya menjawab.
Bram dan Jaxon saling pandang karena mereka baru menyadari bahwa orang yang Clyde telepon tak lain adalah Kiran.
“Kita ke rumah lo sekarang yah. Rhea gimana?”
“Syukur deh kalo gitu.”
“Iyah. Gue, Jaxon, Bram dan William.”
Telepon pun ditutup setelah pembicaraan singkat antara Clyde dan Kiran.
“Sejak kapan lo sama Kiran pacaran?” tanya Bram penuh selidik.
“Nanti gue jelasin.”
“Nggak ngebantah berarti iya.” Dengan sendirinya Bram menarik kesimpulan.
Jaxon hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan temannya yang selalu optimis dan positif dalam berbagai keadaan. Kemudian ia melirik William yang masih belum sadar. Meskipun darahnya sudah mengering, kepala William dan bajunya sudah penuh dengan noda darah mengerikan.
“Apa yang terjadi ma kita bukan salah lo, xon,” Clyde melirik Jaxon yang duduk di kursi belakang bersama William dari kaca spion mobil.
“Sampe nih,” kata Clyde lagi.
Kiran dan Bibik berlari-lari kecil menuju mobil yang sudah terparkir di halaman rumah. Kiran tidak dapat menyembunyikan kekhawatirannya. Belum semenit pun ia tidur sedari pulang dari rumah sakit meskipun sekarang jam sudah menunjukkan hampir pukul tiga dini hari. Kiran memekik begitu keempat cowok itu keluar dari mobil. Tiga sebenarnya, karena William digotong bukan keluar sendiri.
“Mas..Ke..Kenapa bisa berdarah-darah gitu?” Kiran histeris melihat Clyde dan teman-temannya yang dalam keadaan lelah, kacau dan yang paling penting, bajunya dipenuhi noda darah.
“Gue nggak apa-apa. William doang yang luka. Kamar Rhea kosong?” tanya Clyde seraya menepuk kepala Kiran dengan lembut.
“Ko..Kosong. Mama dan Papa juga nggak di rumah. Jagain Rhea. Masuk, Mas,” kata Kiran dengan gagap, entah karena takut atau karena malu kepalanya ditepuk-tepuk Clyde.
“Cuma Clyde doang yang diajak masuk?” goda Bram sambil nyengir.
Kiran melongo melihat Bram yang masih juga bisa ngocol di saat-saat genting seperti ini. Rasanya Kiran ingin nyambet Bram pake kuali saking kesalnya. Bibik tergopoh-gopoh mengambil ember berisi air dan handuk bersih untuk menyeka luka di kepala William.
“Ni anak nggak akan geger otak kan?” Jaxon yang masih saja tidak bisa menghilangkan rasa bersalahnya berkata kepada Bram.
“Kayaknya nggak deh, Xon. Dia kayak baja.”
“Tenang aja, Xon. Orang dia masih bisa ngehajar antek-antek bokap lo waktu gue sama dia berusaha ngebebasin kalian kok,” kata Clyde.
Kiran sibuk membersihkan luka William dengan dibantu Bibik. Dalam sekejap baskom yang tadinya bening kini berubah menjadi berwarna merah. Berkali-kali Kiran bergidik ngeri karena darah yang banyak dan wajah William yang pucat pasi.
“Mas, apa nggak mending dibawa ke rumah sakit aja?” tanya Kiran.
Clyde menatap Kiran lalu pandangannya beralih ke wajah William. Dia menimbang-nimbang apakah aman jika mereka pergi ke rumah sakit. Pasalnya akan lebih mudah bagi Black Hummingbird untuk memata-matai mereka di tempat umum dibanding di rumah. Dan Clyde tahu, tidak ada di antara mereka yang masih punya tenaga untuk meladeni Black Hummingbird yang psycho itu.
“Kita tunggu aja sampe besok, Ran. Liat keadaan.” Clyde pun memutuskan.
“Mas Clyde juga terluka..” Kiran dengan spontan menutup mulutnya dengan kedua tangan ketika akhirnya menyadari tangan Clyde yang berdarah.
“Kena panah. Nggak apa-apa kok.” Clyde berusaha terlihat kuat di depan Kiran.
“Kena panah?” Kiran makin histeris.
“Kok bisa? Siapa yang manah kamu, Mas?”
“Nggak tahu, Ran. Kalo gue tahu dah gue suru Jaxon panah balik itu orang!” Clyde berusaha melucu untuk menenangkan hati Kiran.
Clyde gagal total. Kiran hampir menangis karena kekhawatirannya ternyata bukannya tidak beralasan. Firasat buruknya memang benar. Black Hummingbird berniat menghabisi kelima orang itu sekaligus. Berutung sekali tidak ada satupun yang gugur malam ini. Kiran beringsut mendekati Clyde setelah menyandarkan tubuh William ke tembok kamar Rhea. Dengan hati-hati ia membersihkan luka di tangan Clyde dan menutupnya dengan perban, seperti yang ia lakukan pada kepala William.
Tanpa Clyde sadari, Bram dan Jaxon mengamati dirinya dan Kiran. Kedua cowok itu menyadari perubahan dalam diri Clyde. Tingkah playboy pasar dan tatapan menggoda yang nakal lenyap tak bersisa. Mungkin ini adalah efek peneroran Black Hummingbird. Tapi mungkin juga.. Clyde Zhang akhirnya jatuh cinta!
Karena kelelahan, ketiga cowok dan Kiran pun jatuh tertidur di kamar Rhea tanpa banyak bicara lagi.
@Kang_Isa Thank you so much! Salam kenal juga, Kak! Nanti aku mampir yah ke cerita Kakak!
Comment on chapter Prolog