“Turun yuk! Nanti yang lain ngira lo ma gue ngapa-ngapain lagi!” gurau Clyde. Salah sasaran, wajah Kiran yang tadinya sudah netral sekarang kembali menjadi berwarna pink.
Clyde mendesah. Ingin rasanya ia membungkam mulutnya yang selalu ngegoda cewek kayak playboy kelas kakap itu. Kalau bisa, ia pun ingin memberi Kiran waktu lagi untuk mendinginkan kepalanya. Hanya saja ia tahu bahwa dirinya dan Kiran harus segera turun dari mobil untuk menemui yang lain kalau tidak mau dicurigai. Perkataannya tadi tidak sepenuhnya gurauan. Maka dari itu, Clyde membuka pintu tanpa menunggu Kiran berbicara. Ia berjalan memutari mobilnya dan membukakan pintu untuk Kiran. Kiran meraih tangan yang disodorkan Clyde dan berjalan melangkah keluar dari mobil. Dengan wajah tertunduk, ia mengikuti Clyde berjalan menuju istana keluarga Megajaya.
Kiran berjalan dan berjalan. Namun rasanya rumah ini seperti labirin yang tiada akhirnya. Setelah begitu lama berjalan, akhirnya Clyde berhenti di depan sebuah ruangan yang di pintu kayunya bertuliskan The Black Hummingbird. Kiran tersentak. Matanya membelalak seolah kedua bola matanya akan melompat keluar.
“Cieh! Akhirnya turun juga! Ngapain aja lo di mobil?” seru Bram ketika Clyde dan Kiran melangkah masuk ke dalam ruangan bernuansa hitam itu.
Clyde melirik Kiran, memastikan gadis itu wajahnya nggak jadi tambah merah. Jadi maroon gitu. Menyadari tidak ada yang bisa ia jawab, Clyde hanya tersenyum jahil seolah mengatakan sesuatu dengan matanya yang berkilat nakal. Rhea dan kawan-kawan gelelng-geleng kepala menghadapi kelakuan Clyde.
“Gila lo, Clyde! Kalo dilaporin babehnya aja..Abis riwayat lo. Kelar udah idup lo!” kata Bram lagi. Rhea tertawa namun anehnya, baik William dan Jaxon tidak tersenyum sedikit pun. Kedua cowok itu terlihat tegang dan banyak pikiran. Bram yang menyadari leluconnya salah tempat dan waktu berdeham. Ia memutuskan untuk bungkam, setidaknya untuk hari ini.
“Jadi.. Apa yang lo mau bilang?” tanya William kepada Jaxon.
Rhea dan Bram yang sama sekali belum mendengar tentang kabar terbaru itu pun saling lempar pandang. Empat pasang mata menatap Jaxon dengan khawatir karena kondisi cowok itu sangat berantakan. Kiran yang masih terguncang tetap tidak menengadahkan kepalanya. Ia takut dengan ruangan serba hitam itu karena menyandang nama yang sama dengan bosnya, mimpi terburuknya.
Jaxon tidak mengatakan apa pun. Ia mengeluarkan surat hitam itu dari saku jaketnya dan menyodorkan surat itu kepada William. William menahan napasnya ketika tangannya menyentuh surat terror itu. Napas Rhea juga terhenti karena ia menyadari bahwa dirinya bukanlah satu-satunya orang yang diincar burung kolibri hitam itu. Kini temannya pun mendapat surat yang sama.
‘Jangan kira posisi kamu sebagai penerus klan mafia bisa nyelametin kamu dari bahaya.’
William menatap Jaxon, meminta penjelasan dari cowok yang wajahnya tampak sangat lelah itu. Rhea menyabet surat begitu William berhenti membaca. Mata gadis itu bergerak cepat, membaca tulisan dengan tinta merah yang mewarnai kertas berwarna hitam. Lubang berbentuk burung kolibri yang mengakhiri rentetan kata seolah memberi kepastian bahwa peneror Jaxon adalah orang yang sama. Rhea mengikuti tindakan William, menatap Jaxon, menunggunya membuka mulut. Bram yang kaget melihat respons teman-temannya pun membaca surat itu dengan cepat. Kemudian ia mengoper surat kepada Clyde. Kiran yang duduk di samping Clyde dengan takut-takut mengangkat kepalanya untuk membaca isi surat itu.
“Surat itu diselipin di dalam matras gue yang gue simpen di lemari kamer.” Suara Jaxon memecah ketegangan di ruangan Black Hummingbird.
“Orang itu berhasil nyelundup ke kamer gue. Dan nggak gitu aja. Dia mengawasi gue tanpa sepengetahuan gue,” lanjut Jaxon.
“Terus? Lo tahu siapa dia?” tanya Rhea penuh harap.
Demi melihat kekecewaan teman-temannya, Jaxon menggeleng.
“Siapa pun dia, orang itu punya teknik tinggi. Gue nggak ngerasain auranya sama sekali ketika gue masuk kamar walaupun gue tahu seseorang udah masuk ke situ.” Jaxon berkata lagi.
“Kegan?” tanya William.
“Mungkin. Gue udah curiga emang orang itu pasti Kegan. Tapi kalau hanya berdasarkan pangkat Kegan, nggak mungkin dia punya skill setinggi itu.”
“Terus siapa dong?” tanya Bram dengan tidak sabar.
“Gue nggak tahu. Tapi bisa aja orang itu emang Kegan. Orang dengan level selihai itu bisa pura-pura bego dan nutupin skill mereka kalau mereka mau.”
“Tunggu dulu. Kalo lo nggak berhasil ngeliat dia dan lo nggak ngerasain aura dia, dari mana lo tahu dia ada di ruangan bareng lo dan ngawasin lo?” Akhirnya Clyde buka mulut.
Jaxon tersenyum lelah,” Gue rasa dia sengaja membuat suara untuk bikin gue takut. Dia ngegertak gue.”
Kelima orang di hadapannya pun diam seribu bahasa. Tidak ada lagi yang bisa mereka katakan. Sudah jelas bagi mereka bahwa lawan ini tidak seperti lawan-lawan mereka sebelumnya yang bisa diajak perang terbuka, tonjok kanan kiri dan perang pun usai. Lawan mereka kali ini seperti bayangan, mereka tidak tahu seperti apa dan seberapa kuat orang itu. Itu pun kalau sang lawan ternyata memang hanya satu orang.
Namun di antara keenam orang yang berkumpul di ruangan itu, ada seorang yang mematung karena ketakutan yang memuncak. Orang itu tentu saja adalah Kiran. Kiran merasa bersalah karena sekarang ia tidak lebih berperan sebagai mata-mata bagi Black Hummingbird. Jika cewek kejam itu sampai tahu kalau Kiran ada di rumah Bram, membahas terror yang menimpa mereka bersama-sama, sudah pasti Kiran akan dimanfaatkan. Black Hummingbird akan merasa di atas angin karena punya orang dalam. Yang lebih membuat Kiran merasa hampir mati karena takut adalah Black Hummingbird mungkin saja sudah tahu Kiran ada di rumah Bram detik ini juga. Pasalnya wanita itu punya mata-mata di mana-mana.
@Kang_Isa Thank you so much! Salam kenal juga, Kak! Nanti aku mampir yah ke cerita Kakak!
Comment on chapter Prolog