Loading...
Logo TinLit
Read Story - The Black Hummingbird [PUBLISHING IN PROCESS]
MENU
About Us  

Langkah kaki yang terdengar sangat teratur, diiringi dengan bisikan cewek-cewek di belakang Clyde dan William menyadarkan Clyde bahwa Jaxon pasti sedang berjalan mendekati mereka.

“Xon, tumben..” Namun sebelum Clyde berhasil menyelesaikan kata-katanya, ia menemukan Jaxon dengan wajah yang terlihat lelah dan lingkaran hitam di bawah matanya.

William yang bingung mendengar kalimat Clyde yang terputus membalikan tubuhnya hanya untuk menemukan manusia dengan tatapan kosong dan mata panda yang berjalan lunglai ke arah mereka. 

“Tumben lo nggak dateng pagi. Tumben lo kacau gini. Tumben..”  Lagi-lagi kalimat Clyde dipotong. Kali ini dengan isyarat tangan Jaxon.

“Gue perlu nunjukin kalian sesuatu,” kata Jaxon begitu posisinya cukup dekat dengan Bram dan William hingga hanya mereka berdualah yang mendengar perkataannya.

“Jangan di sini. Pulang sekolah, tempat biasa,” William merendahkan suaranya walaupun matanya nyalang, nyariin orang yang kemungkin memata-matai mereka.

Gaya bicara Jaxon menyadarkan William bahwa ada masalah yang lebih penting daripada Rhea. Rhea dan kelompok mereka sedang diterror! Orang itu kemungkinan besar juga bersekolah di SMAN 3. Oleh karena itu mereka harus lebih berhati-hati karena orang itu bisa saja membuntuti mereka.

Pelajaran hari ini terasa dua kali lebih lama bagi Rhea dan kawan-kawan karena di antara mereka, hanya Bram yang bisa dengan santai tidur di kelas. Sisanya tegang setengah mati dengan mata yang jelalatan menyari orang yang mencurigakan. Ketika bel akhir pelajaran berbunyi, Rhea berjalan cepat-cepat menuju kelas Kiran yang letaknya memang bersebelahan dengan kelas Rhea dan kawan-kawan.

“Kiran mana?” tanya Rhea begitu ia tiba di ambang pintu kelas XII-IPA-3.

Kelas yang tadinya rusuh pun menjadi sunyi senyap dalam seketika. Seperti robot yang menerima perintah, semua tangan menunjuk gadis yang duduk dengan tubuh tegak dan kaku karena terkejut.

“Lo ikut kita hari ini!” kata Rhea kepada Kiran.

Kiran yang jelas-jelas tidak berani melawan Rhea segera membereskan bukunya dan dengan panik berlari-lari kecil menuju pintu di mana Rhea menunggu.

“Clyde! Kiran numpang lo yah!” kata Rhea pada Clyde. Ternyata teman-teman Rhea sudah berdiri dengan tidak sabar di depan kelas Kiran. Kiran jadi tambah merasa risih, apalagi dengan tatapan sinis cewek-cewek kelasnya. Kiran bahkan tidak berani menoleh kembali ke kelas karena takut Cherris sudah memelototinya dengan tatapan membunuh. Ia hanya berjalan kaku dengan tangan kanan dan kaki kanan bergerak bersamaan ke arah Clyde. Clyde yang menangkap pemandangan itu pun tergelak. Kemudian berdeham karena Kiran terlihat seperti ia akan siap menangis.

“Cabut ah! Risih diliatin!” kata William dengan nada memerintahnya. Pasukan itu pun menurut pada sang panglima perang dan bergerak cepat menuju mobil sport masing-masing, kecuali Rhea yang berjalan menuju parkiran motor.

“Kenapa si Kiran nggak ikut lo aja sih?” tanya Clyde lewat jendela saat motor Rhea telah berhenti tepat di sebelah mobilnya.

“Tanya tuh anak!” seru Rhea dari balik helm-nya.

Clyde menatap Kiran meminta penjelasan. Walaupun sebenarnya ia tidak keberatan membawa Kiran, ia khawatir Kiran akan dihajar habis oleh Cherris. Dan juga Ara.

“Aku nggak boleh naik motor sama Papa dan Mama,” kata Kiran dengan suara yang lebih mirip cicitan anak ayam daripada suara.

“Hah?” Clyde sukses melongo mendengar jawaban Kiran.

“Kata Papa bahaya anak cewek naik motor. Nanti kalau jatuh lukanya bisa berbekas.” Kiran berusaha menjelaskan tapi gagal membuat Clyde lebih tidak terkejut. Malahan penjelasan Kiran membuat Clyde ingin memijit pelipisnya karena pusing.

“Lah terus kenapa Rhea boleh bawa motor?” tanya Clyde tidak habis pikir.

“Papa nggak bisa ngelarang Rhea. Abis dia beli sendiri sih,” kata Kiran sambil tersenyum tipis.

Clyde geleng-geleng kepala dan meluncur mengikuti mobil sahabat-sahabatnya dan juga motor Rhea yang menyalip dengan lihai ke kanan dan kiri. Tidak lama kemudian tibalah konvoi mobil dan motor sport di halaman rumah Bram. 

“Kita ke rumah Bram, Mas?” tanya Kiran.

“Mas lagi?” protes Clyde.

“Eh, iyah. Anu..Maksud aku, Clyde,” ralat Kiran.

Clyde tersenyum. Namun senyum Clyde kepada Kiran terlihat berbeda dengan senyum tebar pesona andalan Clyde yang selalu ia lemparkan pada Cherris dan penggemarnya yang lain. Senyum Clyde kali ini terlihat lebih tulus dan tidak dibuat-buat.

“Lo boleh panggil gue ‘Mas’ kok,” kata Clyde. Tangannya yang bebas menepuk kepala Kiran dengan lembut. 

Sontak saja pipi Kiran memerah dan jantungnya berpacu. Ia menundukkan kepalanya dalam-dalam, berharap dengan begitu Clyde tidak dapat melihat perasaannya. Clyde tentu saja tidak buta. Ia melihat jelas perubahan sikap Kiran. Namun alih-alih bangga karena berhasil melelehkan hati seorang puteri keraton. Ia merasa takut. Karena semakin lama ia menghabiskan waktu bersama Kiran, semakin ia merasa Kiran itu cantik sekali, luar dan dalam. Clyde membuang muka, berpura-pura ia tidak melihat wajah Kiran yang merahnya sudah sama dengan kepiting rebus. Clyde memberi waktu kepada Kiran untuk mengontrol kembali perasaannya. Setelah beberapa menit, ia pun mengajak Kiran turun dari mobil.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (2)
  • TamagoTan

    @Kang_Isa Thank you so much! Salam kenal juga, Kak! Nanti aku mampir yah ke cerita Kakak!

    Comment on chapter Prolog
  • Kang_Isa

    Keren. Ceritanya mistis banget, ikutan merinding juga. Salam kenal, Kak. Jika berkenan, mampir juga di ceritaku, ya.
    Salam semangat selalu. :)

    Comment on chapter Prolog
Similar Tags
Dear Diary
645      432     1     
Short Story
Barangkali jika siang itu aku tidak membongkar isi lemariku yang penuh buku dan tumpukan berkas berdebu, aku tidak akan pernah menemukan buku itu. Dan perjalanan kembali ke masa lalu ini tidak akan pernah terjadi. Dear diary, Aku, Tara Aulia Maharani umur 25 tahun, bersedia melakukan perjalanan lintas waktu ini.
Seperti Cinta Zulaikha
1818      1186     3     
Short Story
Mencintaimu adalah seperti takdir yang terpisahkan. Tetapi tuhan kali ini membiarkan takdir itu mengalir membasah.
Pacarku Pergi ke Surga, Tapi Dia Lupa Membawa Buku Catatan Biru Tua Itu
1117      398     7     
Fantasy
Lily adalah siswa kelas 12 yang ambisius, seluruh hidupnya berputar pada orbit Adit, kekasih sekaligus bintang pemandunya. Bersama Adit, yang sudah diterima di Harvard, Lily merajut setiap kata dalam personal statement-nya, sebuah janji masa depan yang terukir di atas kertas. Namun, di penghujung Juli, takdir berkhianat. Sebuah kecelakaan tragis merenggut Adit, meninggalkan Lily dalam kehampaan y...
Ignis Fatuus
2076      789     1     
Fantasy
Keenan and Lucille are different, at least from every other people within a million hectare. The kind of difference that, even though the opposite of each other, makes them inseparable... Or that's what Keenan thought, until middle school is over and all of the sudden, came Greyson--Lucille's umpteenth prince charming (from the same bloodline, to boot!). All of the sudden, Lucille is no longer t...
Heya! That Stalker Boy
582      354     2     
Short Story
Levinka Maharani seorang balerina penggemar musik metallica yang juga seorang mahasiswi di salah satu universitas di Jakarta menghadapi masalah besar saat seorang stalker gila datang dan mengacaukan hidupnya. Apakah Levinka bisa lepas dari jeratan Stalkernya itu? Dan apakah menjadi penguntit adalah cara yang benar untuk mencintai seseorang? Simak kisahnya di Heya! That Stalker Boy
29.02
447      239     1     
Short Story
Kau menghancurkan penantian kita. Penantian yang akhirnya terasa sia-sia Tak peduli sebesar apa harapan yang aku miliki. Akan selalu kunanti dua puluh sembilan Februari
Angel in Hell
536      405     0     
Short Story
Dia memutar-mutar pena di genggaman tangan kanannya. Hampir enam puluh detik berlalu dan kolom satu itu masih saja kosong. Kegiatan apa yang paling Anda senang lakukan? Keningnya berkerut, menandakan otaknya sedang berpikir keras. Sesaat kemudian, ia tersenyum lebar seperti sudah mendapatkan jawaban. Dengan cepat, ia menggoreskan tinta ke atas kertas; tepat di kolom kosong itu. Mengha...
Tower Arcana
791      584     1     
Short Story
Aku melihat arum meninggalkan Rehan. Rupanya pasiennya bertambah satu dari kelas sebelah. Pikiranku tergelitik melihat adegan itu. Entahlah, heran saja pada semua yang percaya pada ramalan-ramalan Rehan. Katanya sih emang terbukti benar, tapi bisa saja itu hanya kebetulan, kan?! Apalagi saat mereka mulai menjulukinya ‘paul’. Rasanya ingin tertawa membayangkan Rehan dengan delapan tentakel yan...
Chahaya dan Surya [BOOK 2 OF MUTIARA TRILOGY]
11685      2180     1     
Science Fiction
Mutiara, or more commonly known as Ara, found herself on a ship leading to a place called the Neo Renegades' headquarter. She and the prince of the New Kingdom of Indonesia, Prince Surya, have been kidnapped by the group called Neo Renegades. When she woke up, she found that Guntur, her childhood bestfriend, was in fact, one of the Neo Renegades.
Sacred Sins
1570      683     8     
Fantasy
With fragmented dreams and a wounded faith, Aria Harper is enslaved. Living as a human mortal in the kingdom of Sevardoveth is no less than an indignation. All that is humane are tormented and exploited to their maximum capacities. This is especially the case for Aria, who is born one of the very few providers of a unique type of blood essential to sustain the immortality of the royal vampires of...