“Menurut lo apa maksud surat ini?” tanya Rhea, sama sekali tidak tertarik sama urusan yang ada ‘Cherris-Cherris’ nya.
“Apalagi maksud surat ini selain buat ngegertak lo, Rhe? Siapa pun si burung kolibri, dia mau nyakitin Kiran buat bikin lo emosi!” kata William dengan geram.
“Jangan kepancing emosi dulu. Kita pikirin baik-baik. Sekarang kita bener-bener tahu kalau siapa pun dia, dia tahu banyak tentang lo. Dia tahu tentang tempat hang outrahasia kita dan dia tahu tentang Kiran. Maksud gue, selain kita dan Cherris, siapa yang tahu kalau kalian berdua adik-kakak?” kata Clyde.
“Exactly! Nggak ada!” Clyde melanjutkan.
“Terus sekarang gimana caranya kita tahu apa yang peneror ini rencanain buat nyelakain Kiran?” tanya William.
“Nah, itu! Kita harus cari tahu,” jawab Clyde yang diakhiri dengan desahan putus asa semua orang di kamar Rhea.
Tanpa Rhea dan kawan-kawan ketahui, Kiran sudah memasang telinga sejak ia mendengar kedatangan William CS. Seperti biasa, ia menempelkan telinganya di tembok yang memisahkan kamar Kiran dan Rhea. Kiran terpaku karena rupanya ia mendengar setidaknya delapan puluh persen dari yang mereka diskusikan.
“Jadi gimana?” tanya Bram.
Namun sebelum teman-teman yang lain menjawab, telepon Clyde berdering. Di layar smart phone tersebut tertera nama ‘Jaxon Kim’.
“Halo?”
“Halo, Clyde. Lo dah di rumah Rhea?”
“Ya. Lo di mana? Lo nyetir apa naik sepeda sih? Lama amat!” protes Clyde.
“Gue ada sedikit masalah. Tapi gue dapet info bagus yang mungkin bisa bantu kita.
“Okaaaay?”
“Gue udah on the waynih. Kurang dari lima menit sampe,” kata Jaxon.
“Okay. Buruan. Kita di kamer Rhea,” kata Clyde lagi.
Betul saja! Tidak lama kemudian, gerung mobil sport milik Jaxon terdengar. Tidak butuh waktu lama bagi Jaxon untuk tiba di kamar Rhea. Tidak seperti William, Bram dan Clyde, Jaxon sudah terbiasa dengan keformalan dan tata krama.
“Akhirnya lo sampe juga!” kata Bram ketika pintu terayun terbuka dan wajah Jaxon yang mirip Song Joongki nongol.
Buru-buru Jaxon menutup pintu itu.
“Air dong!” kata Jaxon.
“Hah?” Rhea menatap Jaxon dengan bingung.
“Gue minta air dong, Rhe.,” kata Jaxon lagi.
Karena jelas Rhea nggak mungkin turun dan minta Bibik bawain air, akhirnya ia menyodorkan botol minumnya kepada Jaxon. Jaxon meneguk air tersebut dengan rakus.
“Ada apa sih?” tanya Clyde.
“Sorry. Gue belum sempet minum abis sparring sama bokap tadi,” jawab Jaxon di sela-sela minumnya.
“Lo baru diteror lagi?” tanya Jaxon, kembali dengan gaya cool-nya setelah ia meneguk habis air di dalam botol. Rhea pun mengagguk sebagai jawaban.
“Terus info apa yang lo bilang tadi?” tanya Clyde dengan tidak sabar. William dan Bram yang dari tadi saling lempar tatapan bingung pun merapat mendekati Jaxon.
“Jadi tadi pas gue terima telepon lo, gue lagi latihan Taekwondo sama bokap gue. Terus gue bilang kalau gue mau ke rumah lo, Rhe,” Jaxon mulai bercerita.
Rhea dan yang lain mengangguk-angguk, menunggu Jaxon melanjutkan ceritanya.
“Bokap gue bilang kalo kemaren dia tanpa sengaja ngedenger beberapa anak buahnya yang masih kelas teri nyebut-nyebut nama lo dan Kiranna,” Jaxon memelankan suaranya, seolah-olah ia takut beberapa anak buah Papanya tersebut akan mendengar jika ia bicara keras-keras.
“Apa?!” seru William.
“Gue juga nggak tahu seberapa mungkin anak buah bokap gue itu disewa sama peneror Rhea. Yang jelas menurut bokap gue, kacung-kacung kelas teri itu emang udah nunjukin gelagat nggak setia dari beberapa minggu yang lalu,” Jaxon melanjutkan ceritanya yang entah kenapa membuat bulu kuduk Rhea berdiri semua. Jelas sekali Black Hummingbird tidak main-main.
“Rhe? Lo nggak apa-apa?” tanya Jaxon yang baru saja menyadari perubahan air muka Rhea yang kini terlihat kosong.
Rhea mengangguk dan kemudian menggeleng. Jaxon menghela napas panjang.
“Please don’t tell me peneror itu ngomong sesuatu tentang Kiran?”
Rhea mengangguk lagi.
“Jadi kasih tahu semua yang mesti kita tahu tentang anak buah bokap lo yang pengkhianat itu!” kata William dengan nada otoritasnya.
“Mereka baru mulai kerja sama bokap gue kurang lebih dua atau tiga bulan lalu. Mereka beneran masih kelas bawah karena gue sama sekali nggak pernah ngeliat mereka saat makan malem. Kalau mereka belom makan malem bareng gue dan bokap, itu berarti kemampuan bela diri mereka masih kosong!” kata Jaxon. Ia berusaha menyelipkan nada percaya diri dan meremehkan untuk membangkitkan semangat teman-temannya.
William menepuk pundak Rhea,” Kita bisa handle kalau gitu.”
Jaxon, Bram dan Clyde tukar pandang kemudian mengangguk. Mereka tahu bahwa sejak lama, William memang menaruh rasa pada Rhea. Namun berdasarkan kode geng mereka, William nggak pernah berani nyentuh Rhea.
@Kang_Isa Thank you so much! Salam kenal juga, Kak! Nanti aku mampir yah ke cerita Kakak!
Comment on chapter Prolog