“Dari mana lo tahu?” William bangkit ke posisi duduk dalam sekejap begitu mendengar nama Rhea dan kata terror disebut.
“Si Cherris,” dengan enggan, Clyde menjawab.
“Hah? Dari mana si tante girang itu tahu kalau Rhea baru diteror?” Entah otak William yang masih belom konek atau Cherris yang mentakan kata’ Rhea’ dari mulutnya memang terdengar terlalu aneh.
“Dia teleponan sama si Kiran,” kata Clyde putus asa.
“Ooh.”
“Reaksi lo gitu aja?” tanya Clyde dengan bingung. Biasanya William paling heboh kalau ada yang berani macem-macem sama Rhea.
“Diem ah gue lagi mikir,” kata William.
“Apa yang mesti dipikirin sih, Will? Rumah Rhea. Sekarang!” Clyde yang biasanya cuma cengar-cengir sambil tebar pesona kali ini memberi perintah pada William yang memang dianggap bos oleh keempat pendekar SMAN 3 yang lain.
“Okay! Lo telepon Bram, gue telepon Jaxon!” Sepertinya otak William sudah selesai loadingsekarang karena dia terdengar seperti William yang biasanya. Penuh otoritas. Diktator.
“Eits. Gue telepon Jaxon. Lo telepon Bram. Si Bram masih bete sama gue,” potong Clyde.
“Ah, terserah lo deh.” Telepon pun diputus dan masih dengan satu tangan disetir, satu tangan memegang hape, Clyde mencari nomor Jaxon. Kalau ada polisi di sekitar sini, pastilah Clyde sudah ditilang karena menyetir sambil main hape. Bisa-bisa ia dikira mengemudi sambil main Pokemon GO karena matanya bulak balik melihat hape melulu.
“Kenapa lo? Baru putus ma Cherris?” tanya Jaxon, tanpa basa-basi.
“Ngawur lo! Kalo mau putusin si tante girang, gue pasti udah ngincer penggantinya dulu lah!” jawab Clyde.
Terdengar suara Jaxon yang tertawa di seberang telepon.
“Eh, bukan itu alesan gue telepon. Si Rhea diteror lagi kayaknya. Rumah Rhea, xon. Sekarang!” kata Clyde.
“Oke. Gue bentar lagi jalan! Jangan macem-macem sama Rhea sebelum gue sampe situ yah,” kata Jaxon.
“Ngaco yah lo! Cepetan ah!” seru Clyde.
Kemudian ia pun memutus telepon sebelum Jaxon selesai tertawa. Tentu saja Clyde tidak akan pernah menjadikan Rhea pengganti Cherris atau cewek mana pun. Rhea udah kayak adik perempuan Clyde sendiri. Lagian bayangan di hajar Jaxon yang punya sabuk hitam taekwondo nggak menyenangkan sama sekali. Apalagi dihajar William Nakamura? Pemegang sabuk hitam Aikido dan jago Judo. Hiii.. Mending Clyde jongkok berdiri seratus kali daripada disiksa William deh!
Dalam waktu beberapa menit, Clyde sudah tiba di depan gerbang rumah Rhea.
“Bik, Rhea ada?” tanya Clyde pada Bibik yang sudah bekerja pada keluarga Rhea untuk waktu yang lama.
“Ada, neng Clyde. Di kamernya,” jawab Bibik.
Si Bibik terlihat senyum-senyum sambil memainkan rambutnya. Clyde pun berdecak. Ternyata Bibik yang usianya dua kali lipat Clyde pun nggak bisa menolak pesonanya. Belum sempat Clyde melangkah masuk, dua klakson berbeda terdengar. Rupanya William dan Bram.
“Cepet banget lo! Ngebut yah!” seru Clyde pada Bram.
“Kebetulan gue lagi nganterin nyokap tadi,” jawab Bram.
“Lah terus nyokap lo?”
“Gue tinggalin lah!” seru Bram asal. William dan Clyde pun geleng-geleng kepala.
Bram yang cuma dikunjungi orang tuanya beberapa kali dalam sebulan memang menjadi dingin terhadap keluarganya. Ia tidak terlalu mengerti arti sebuah keluarga. Teman-temannyalah keluarga Bram.
“Si Jaxon mana?” tanya William.
“Nggak tahu. Di jalan kali,” jawab Clyde.
“Lo dah telepon?” tanya Bram.
Clyde mengangguk cepat. Tanpa banyak omong lagi, ketiga cowok itu melangkah masuk ke rumah Rhea. Mereka memang jarang sekali bertandang ke rumah Rhea karena biasanya Rhea akan menyuruh mereka ke rumah Bram saja. Maka dengan canggung mereka celingak-celinguk mencari keberadaan Rhea atau setidaknya, Kiran.
“Nyari siapa?” suara lembut seorang wanita terdengar. Sontak saja bulu kuduk ketiga remaja itu berdiri karena kaget. Mereka berbalik dan menampilkan senyum terbaik mereka.
“Nyari Rhea, Tante,” jawab ketiganya serempak seperti anak SD.
“Rhea di kamernya. Ketuk aja yah,” kata Mama Rhea dengan lembut.
Wanita bangsawan memang terlihat sangat berbeda, pikir ketiga cowok tersebut. Seperti dititah seorang ratu, William dan kawan-kawan berjalan menuju tangga dan menaikinya dengan langkah sepelan mungkin.
“Rhe?” suara William terdengar dua kali lebih lembut dari biasanya.
Rhea yang terlonjak mendengar suara yang tidak dikenalnya itu mengecilkan music.
“Siapa?” tanya Rhea.
“Gue, William!” jawab William lagi.
“Hah?” Dengan bingung Rhea beringsut menuju pintu dan membukanya. Ternyata sang empunya suara emas tidak berbohong. Dia memang William, sang panglima pasukan.
“Kenapa lo? Ngisep Helium?” tanya Rhea.
William, Bram dan Clyde tidak menjawab melainkan senyum-senyum salah tingkah. Detik berikutnya, Rhea menyadari alasan teman-temannya bertingkah aneh. Ia pun menyingkir supaya ketiga pasukan yang mendadak jadi Hello Kitty ini bisa masuk.
“Akhirnyaaaa,” seru Bram begitu pintu ditutup.
“Salting gara-gara nyokap gue? Ck..” goda Rhea.
“Berisik ah! Lo tahu nggak sih betapa anggunnya nyokap lo. Kita yang nggak biasa kan jadi salting gitu,” jawab Bram.
Rhea cekikikan. Namun tak lama kemudian ia menyadari kejanggalan ketiga temannya ini.
“Ngomong-ngomong. Ngapain lo pada tibat-tiba ke sini?” tanya Rhea tanpa basa-basi.
“Lo baru dapet surat lagi yah?” tanya Clyde, sama-sama tanpa basa-basi.
“Gosip dari mana?” tanya Rhea.
“Gue nebak aja.”
“Well, tebakan lo kali ini jitu.” Rhea mengeluarkan sepucuk surat hitam dari laci meja belajarnya.
Ia menyerahkan surat itu pada Clyde yang segera dikerubuti William dan Bram.
“Kapan?” tanya Bram.
“Baru aja sejam yang lalu kira-kira,” jawab Rhea.
Clyde membuka surat itu dan membaca tulisan yang tertera di sana.
‘Kakak kamu, Raden Ajeng Kiranna Ayu. Cantik yah? Tapi nggak akan lama lagi.’
“Sialan!” bisik Bram.
“Makanya lo suru Kiran nggak kemana-mana sepulang sekolah?” tanya Clyde.
Rhea membelalak,” Dari mana lo tahu?”
“Ck.. Kiran telepon Cherris. Cherris lagi sama gue,” Clyde akhirnya terpaksa menjelaskan.
@Kang_Isa Thank you so much! Salam kenal juga, Kak! Nanti aku mampir yah ke cerita Kakak!
Comment on chapter Prolog