“Kiran. Masa SMA tinggal berapa bulan lagi loh. Enjoy dong!” kata Cherris dengan tidak sabar.
“Aku nggak bisa nggak khawatirin keluarga aku, Cher..”
“Eh, ran. Aku ada urusan mendadak nih. Duluan yah. Dah!” Cherris menutup telepon tanpa aba-aba, membiarkan Kiran termangu dengan telepon masih menempel di telinga dan nada telepon di putus yang berdengung.
“Pasti Clyde,” kata Kiran sambil tersenyum memaklumi.
Alih-alih merasa bersalah, Cherris yang baru saja memutus telepon dari sahabatnya hanya menatap Clyde dengan tatapan menggoda.
“Sorry ya, babe. Ini si Kiran ada masalah lagi. Biasa,” kata Cherris dengan centil.
“Rhea?” tanya Clyde.
“Ih kok kamu tahu sih. Kamu nguping yah? Romantis banget sih, babe.”
Clyde ingin facepalmmendengar gombalan jayus overpede-nya Kiran. Tapi sebagai self-declaredCassanova, tentu saja Clyde tetap menampilkan senyum terbaiknya.
“Kenapa si Rhea?” Clyde yang penasaran akhirnya bertanya pada Cherris, walaupun ia tahu Cherris nggak akan suka nama cewek lain disebut-sebut.
“Tahu tuh si Rhea. Kiran bilang Rhea tiba-tiba nyuruh dia nggak kemana-mana sepulang sekolah selama beberapa hari. Aneh kan?”
“Oh, gitu yah? Iyah. Aneh yah?” Clyde asal jawab dengan senyum tidak tulus yang masih mengembang di wajahnya.
Otaknya berputar memikirkan apa yang baru saja terjadi. Rhea yang diceritakan Cherris sama sekali nggak terdengar seperti Rhea yang Clyde kenal. Pasti terror itu!
“Ehm, Cher. Sorry banget. Aku baru inget ada urusan nih. Harus jemput bonyok di bandara. Aku anterin kamu pulang yah,” Clyde bangkit berdiri dan mengulurkan tangannya pada Cherris untuk membantunya berdiri. Gesture dari seorang gentleman sejati. Cherris yang tentu saja hatinya sudah kebat-kebit dan meleleh-leleh menyambut tangan itu dengan senang hati.
Clyde menuntun Cherris ke mobil sport-nya dan membukakan pintu untuk gadis itu. Inilah mengapa pesona Clyde memang tak tertahankan buat cewek-cewek. Siapa yang nggak pingsan diperlakukan kayak gitu sama cowok yang mukanya mirip Kim Bum.
Clyde menyetir cepat-cepat dan menyalip kanan kiri karena ia ingin cepat-cepat tiba di rumah Cherris. Alhasil Cherris yang centil teriak-teriak heboh selama perjalanan. Tapi Clyde tidak ambil pusing karena memang ia tidak memiliki perasaan apapun untuk Cherris.
“Udah sampe nih,” kata Clyde, lagi-lagi dengan senyum mautnya. Padahal dalam hati ia ingin mengusir dan mendepak cewek itu jauh-jauh.
“Thanks yah, Babe. See you di sekolah besok,” kata Cherris. Tapi cewek itu masih juga nancep di kursi jok mobil Clyde.
“Iyah, bye!” jawab Clyde, heran dengan tingkah Cherris.
“Iyah, bye!” Cherris melambaikan tangannya namun bokongnya tidak berpindah dari kursi mobil Clyde.
“Cher..”
“Ya?”
“Aku buru-buru nih,” kata Clyde selembut mungkin.
“Oh iyah. Aku turun dulu yah.”
“Iyaah,” Clyde tersenyum menahan geram.
Akhirnya sang primadonna turun dari mobil. Tanpa basa-basi, Clyde menginjak gas dan mobil melejit mundur keluar dari halaman parkir rumah Cherris. Dengan tangan kiri di setir dan tangan kanan di hape, Clyde mencari-cari nomor William.
“Halo?” suara William terdengar parau.
“Bro, lo lagi tidur?” tanya Clyde.
“Kira-kira?” sahut William dengan bete.
“Sorry-sorry. Kayaknya Rhea baru dikirim surat sama si kolibri lagi deh,” kata Clyde, straight to the point.
@Kang_Isa Thank you so much! Salam kenal juga, Kak! Nanti aku mampir yah ke cerita Kakak!
Comment on chapter Prolog