Azalea sudah mengetahui semua teka-teki saat ini. Meski dia merasa ada yang salah tapi jika di depannya hanya ada Krissan seorang maka kesimpulan yang Azalea dia ambil memang benar adanya.
“Kau... adalah Dewa terakhir yang akan mengujiku.” Tatapan Azalea bagai tatapan tanpa tenaga. Seharusnya dia tidak memercayai Krissan sepenuhnya. Seharusnya dia tahu ketika dia dapat menjawab semua pertanyaan-pertanyaannya mengenai dunia yang saat ini mereka jelajahi. Tidak mungkin Krissan bisa mengetahui semua tentang negeri ini tanpa dia pernah tinggal di sini. Seharusnya dia menanyai dari awal agar tidak merasa terjebak seperti ini.
Azalea memundurkan kakinya ke belakang ketika Krissan mendekatinya. Meski Krissan menggunakan pakaian seperti dirinya yang berwarna putih dan tanpa seperti Dewa pada umumnya.
“Kau...” Azalea mengingat nama-nama yang tertera di ukiran tadi. “Krissan, Anzelline, dan Arolda adalah keluarga. Bagaimana bisa? Apa kau kira aku bodoh?” Azalea bertanya dengan air matanya yang tanpa sadar menetes begitu saja. Ntahlah dia merasa sesak mendengarnya. Apalagi ketika mengingat bahwa Anzelline adalah seorang permaisuri dan Pangeran Arold adalah anak mereka. Bagaimana dia bisa sebodoh itu percaya bahwa Krissan menyukainnya.
“Kau salah sangka Azalea. Aku hanya... berusaha mengingatkanmu tentang sejatinya dirimu.”
“Apa kau pikir aku adalah reinkarnasi Anzellinemu begitu? Kau yang salah sangka. Sama seperti Dewi Daisy yang salah menyangka aku ini mirip seperti anaknya. Kau... melakukan kesalahan yang sama.”
“Apa aku harus memberi tahumu sesuatu?”
“Tidak perlu. Aku sudah tidak peduli dengan apa yang akan terjadi dengan mereka. Silakan tawan aku sesuka kalian. Jadikan aku budak kalian kalau kalian mau. Aku sudah lelah dengan semua hidupku.”
Krissan sangat tidak menyukai kalimat Azalea. Dia cukup terkejut dengan pemikiran Azalea yang seperti itu. Seharusnya memang dari awal dia tidak merencanakan hal ini. Tapi kenyataan bahwa Black Died muncullah yang membuatnya merencankan hal itu. Hanya saja yang mengetahui di mana Noterratus memang dirinya sendiri. Anzelline sendirilah yang menyimpannya ketika dia menyuruh Anzelline menyimpannya. Dan hanya cara seperti ini yang mampu membangkitkan memori Anzelline dalam diri Azalea.
Dengan sekali kedipan mata, Krissan memeluk tubuh Azalea. Dia sangat tidak menyukai air mata yang keluar dari kedua mata perempuan itu. Perempuan yang menjadi reinkarnasi permaisurinya yang sudah dia tunggu-tunggu sejak lama. Sejak dia mengetahui bahwa permaisurinya akan bereinkarnasi. Saat itulah dia berkelana keliling dunia mencari reinkarnasi Anzelline. Dan ketika melihat seorang bayi lahir dengan nama Azalea, membuatnya kembali bersemangat untuk hidup. Dia bahagia bisa menemukan reinkarnasi Anzelline.
“Aku tidak akan membiarkanmu sendirian. Kamu adalah bagian dari hidupku. Aku sudah menunggu selama beribu-ribu tahun untuk dapat menemukanmu.”
“Apa yang sebenarnya kau inginkan?” Azalea mendorong tubuh Krissan dengan kuat. Membuat laki-laki itu menjauh darinya.
“Kamu. Dan hanya kamu.”
Azalea tersenyum meremehkan. Dia tidak bisa percaya begitu saja. Meski jika benar kenyataannya dia reinkarnasi dari Anzelline, bukankah dia tetap berbeda dengan Anzelline. Dia terlahir kembali bukan terlahir sebagai Anzelline. Dia tidak semudah itu percaya dengan Krissan.
“Jika Anzelline ada disini. Apa kamu akan lebih memilihnya daripada reinkarnasinya? Orang ini tidak sama dengan Anzelline.” Azalea menunjuk dirinya sendiri.
Pembicaraan mereka terhenti tatkala sebuah portal muncul di tengah-tengah mereka berada. Dewi Daisy dan Pangeran Arold muncul dari sana. Setelahnya portal itu menghilang. Menyisakan kedua orang itu berdiri di tengah-tengah ketegangan yang terjadi.
“Tapi aku bisa mengingatkanmu kembali Azalea.” Dewi Daisy berbicara dengan lembut berbeda sekali dengan pertemuan mereka kemarin. “Kamu tahu apa yang aku pertanyakan kemarin? Itu adalah pertanyaan yang pernah Anzelline berikan padaku. Dan hanya dia yang bisa menjawabnya. Jawabannya sama seperti jawabanmu.”
Azalea tersenyum miris. Bisa saja itu rekayasa mereka. Bagaimana bisa mereka merencanakan hal gila seperti ini. Apalagi berhubungan dengan dunia teratas. Saat ini Azalea harus berhati-hati.
“Dan... ibu.” Pangeran Arold kali ini bersuara. Wajahnya menahan rasa rindu pada ibunya yang sudah lama tidak dia lihat. Dia harus tumbuh sendiri dengan Krissan yang mendidiknya dengan keras. “Apapun yang ibu jawab pada pertanyaanku akan menghasilkan jawaban yang salah. Karena memang tujuannya untuk membuat ibu melihat ukiran yang ada di penjara itu. Tapi sebenarnya itu bukanlah sebuah penjara. Melainkan kamarku yang ibu desain untuk melindungiku dari para pembunuh yang selalu mengincar nyawa kita. Dan hanya ibu dan aku yang bisa membuka itu, bahkan ayah tidak tahu ada pintu seperti itu.”
“Berapa banyak lagi kebohongan yang akan kalian bualkan? Aku sudah capek mendengarnya. Bisa kalian tawan aku saja? Itu adalah hal yang mudah,” kara Azalea dengan sarkastik.
“Maka kalau begitu kamu harus melihat ini.”
Krissan maju di tengah-tengah Dewi Daisy dan Pangeran Arold. Dia menggerakkan tangannya dari samping kiri ke kanan dengan alur melengkung seperti lengkungan pelangi. Lalu sebuah gambar muncul dari sana. Mirip seperti televisi, hanya saja itu tanpa kabel dan sejenisnya. Seperti layar bioskop yang lebar, menampilkan semua kegiatan Anzelline yang pernah terjadi semasa dia hidup. Dari mulai kisah Anzelline dan Krissan, sampai lahirlah seorang anak laki-laki tampan yang Azalea dapat pastikan bahwa itu adalah Pangeran Arold. Kepalanya pusing seketika, matanya memburam. Tapi dia masih bisa melihat sekelilingnya. Hanya saja di dalam matanya seperti ada cermin. Cermin itu menampilkan Anzelline yang ada di dalam dirinya. Dia bisa melihat bahwa Anzelline tersenyum ke arahnya. Tapi dia hilang kendali. Kesadarannya berakhir saat itu juga. Sesaat setelah dia mengingat semuanya dan menerima bahwa dirinya memang reinkarnasi dari Anzelline.