Azalea menarik jepit rambut dari tatanannya. Dia memekik kesakitan tatkala beberapa rambutnya ikut tertarik. Azalea tidak peduli akan hal itu. Yang terpenting saat ini dia harus keluar dari gudang sekolah. Dia memasukkan jepit rambutnya ke dalam lubang pembuka jendela yang sudah rusak. Jendela kuno yang ada di situ adalah satu-satunya jalan yang bisa membawanya keluar.
Setelah dirasa kuncian jendelannya agak longgar, Azalea mengangkat gaunnya. Dengan sekali tendang dia bisa membuat jendela itu terbuka. Azalea melangkah keluar, dia harus segera berada dipesta agar tidak mendapatkan masalah dari guru seninya. Dia juga harus memberi pelajaran pada Cornie, Abel, dan Greed yang menguncinya di gudang. Namun, lengan gaunnya tersangkut paku yang tertanam di papan kayu. Sobekannya cukup panjang, membuat lengannya terekspos sebagian. Tidak ada pilihan lain, Azalea menyobek kedua lengannya. Menyisakan gaunnya yang tanpa lengan. Azalea berlari menuju ke arah aula pesta.
Seingatnya, sebelum meninggalkan aula tadi ada musik yang berdentum dengan keras. Namun, saat ini hanya hening dan sepi yang dapat dia rasakan. Ketika dia melangkah masuk, dia menemukan semua yang ada di pesta itu membeku. Mereka tidak bergerak, bahkan beberapa dari mereka menampilkan raut terkejut dan mulut yang terbuka kaget. Azalea mengalihkan pandangannya menyusuri sekeliling ruangan. Dia menemukan satu sosok berwarna hitam yang dikelilingi aura berwarna hijau pekat. Otaknya memerintahnya ke sana hanya saja tubuhnya lebih dulu di tarik oleh seseorang ke bawah meja.
“Sttsss!” Krissan mengisyaratkan diam lewat telunjuk tangannya. Dia kemudian melihat sosok itu lagi dari lubang kecil yang ada pada taplak meja. Sosok hitam itu pergi dari sana.
“Itu siapa?” tanya Azalea penuh dengan rasa penasarannya.
“Black Died. Dia banyak menghancurkan sekolah-sekolah untuk mencari reinkarnasi dari permaisuri Anzelline.”
“Permaisuri.... Anzelline?”
“Kamu pasti belum mendegarnya.” Krissan keluar dari kolong meja diikuti Azalea. Mereka berjalan keluar aula pesta. Krissan berhenti berjalan, ada sesuatu yang dia lupakan. Tentang gaun tanpa lengan yang dipakai Azalea. Krissan sangat tidak nyaman melihatnya. “Apa kamu sengaja memamerkan bahumu pada semua orang?” tanya Krissan dengan sarkatik.
Azalea melebarkan matanya tidak percaya dengan apa yang dia dengar dari Krissan tentang gaunnya. Dia juga reflek menutup tubuh bagian atasnya ketika Krissan menatapnya dengan sangsi. “Jaga bicaramu!”
Azalea melangkah pergi menjauhi Krissan tapi Krissan lebih dulu melemparinya jaket. Krissan menyuruhnya memakainnya. Lagipula suasana bahaya yang saat ini sangat kentara tidak baik untuk berjalan sendiri-sendiri. Azalea memakainnya dengan terpaksa. Jaket Krissan melekat di tubuhnya dengan kebesaran mengingat tubuh Krissan yang tinggi tegap dan tubuhnya yang atletis sangat berbnding terbalik dengan tubuhnya yang kecil dan agak pendek.
“Ah, aku baru ingat. Kita harus ke ruangan Grey. Dia pasti tahu sesuatu tentang ini. Dia pasti bisa membantu kita.” Azalea melihat Krissan yang mengangkat alisnya tidak mengikuti instruksi Azalea. Tanpa kata lagi, Azalea menarik tangan Krissan ke arah perpustakaan sekolah. Grey adalah penjaga perpus sekolah Asdagra yang sangat Azalea hormati.
“Grey! Ada sesuatu yang harus kamu tahu.” Azalea langsung berbicara pada Grey ketika dia sudah berada di dalam perpustakaan bersama Grey.
“Tentang apa?”
“Apa kamu tidak tahu kalau seluruh penghuni sekolah yang berada dipesta membeku?” Grey menggeleng tapi raut wajahnya tidak terkejut sama sekali. Memang Grey selalu seperti itu. Sifatnya tenang tanpa bisa berubah seperti manusia pada umumnya. “Apa ada yang bisa kita lakukan untuk membebaskan mereka?” tanya Azalea penuh harap. Azalea sangat ingin Cornie, Abel, dan Greed kembali seperti sebelumnya. Meski Azalea tidak menyukainya, tapi Azalea sudah terbiasa dengan kehadiran ketiga orang itu. Sangat tidak nyaman rasanya jika dia tidak berada di antara mereka meski dirinya selalu jadi bulan-bulanan mereka.
“Ada. Menurut beberapa sumber buku yang pernah aku baca beberapa bulan yang lalu. Mereka yang membeku bisa diselamatkan dengan mantra yang ada dibuku Noterratus. Tapi buku itu sudah lama hilang dan tidak ada yang tahu tempatnya dimana. Kecuali dewa dan dewi negeri atas yang tahu semua itu. Sangat sulit untuk mendapatkan jawaban dari mereka.”
“Kenapa begitu? Apa dewa dan dewi adalah orang yang jahat?” Azalea bertanya dengan mata yang membulat antara tidak percaya dan takut jika memang benar itu keadaanya.
“Tidak. Hanya saja mereka akan membuatmu bertanya-tanya tentang dirimu sendiri. Dan mereka akan memberimu ujian sebelum kamu mendapatkan apa yang kamu cari. Sebelumnya, kamu harus tahu jika ada tiga tahap sebelum teman-temanmu menjadi batu selamanya. Itu membutuhkan waktu tiga hari dan dalam waktu itu kamu harus mendapatkan bukunya. Jika tidak, tidak ada lagi murid yang dapat sekolah di sini. Sekolah ini juga akan ditutup seperti sekolah lain yang bernasib sama seperti sekolah kita saat ini.”
“Tunggu. Sebenarnya aku ingin menanyakan ini. Mengapa hanya aku, Krissan, dan Anda yang selamat?”
“Karena... kita tidak ada dipesta itu.”Grey menghembuskan napasnya. “Apa kamu akan mencari buku itu?”
“Iya.” Azalea mengangguk mantap berbeda dengan Krissan yang menggeleng tegas pada Grey. Dia tidak mau terlibat sesuatu yang meribetkan dirinya.
“Kami akan pergi!” Azalea menatap Krissan dengan melotot, memerintahkan Krissan agar mau menemaninya. “Bisa kamu bawa kami ke sana?”
“Iy...”
“Ganti pakaian dulu.” Krissan melenggang pergi sebelum Azalea memprotesnya.
Setelah mereka berganti pakaian. Grey menunjukkan jalan mereka untuk sampai ke negeri atas. Mereka berjalan menuju taman belakang sekolah. Pohon beringin dengan diameternya yang lebar terbuka di depannya. Menampilkan pintu kayu yang hanya dapat dibuka dengan mantra yang Grey punya. Karena memang hanya Grey yang bebas keluar masuk dunia atas. Selain itu tidak ada lagi kecuali memang pemilik dunia atas sendiri yang bisa keluar masuk seenaknya.