Sahabat adalah orang yang selalu ada bersama kita dimanapun tempat kita berada. Seseorang yang dengan senang hati mengulurkan tangannya kapanpun kita membutuhkannya.
Tempat untuk berbagi kesedihan, kebahagian, dan mencurahkan isi hati. Ibarat rumah untuk kembali pulang dan berlindung dari beban kehidupan yang menghampiri, itulah sahabat.
Berbagai macam kisah tentang persahabatan telah terukir di dunia ini. Kisah yang selalu dipenuhi oleh kebahagian dan ketulusan.
Masa sekolah adalah masa yang menyenangkan untuk di kenang. Walaupun hampir tidak ada perbedaan setiap harinya dalam pembelajaran, namun dibalik itu semua tersimpan sebuah kisah persahabatan yang indah untuk dikenang.
Senin pagi, pukul 06.45 semua siswa bergegas menuju lapangan untuk melaksanakan upacara bendera. Begitu pula aku dan Julian yang segera keluar dari kelas dan menuju kelapangan. Sesampainya dilapangan, kami segera menempati tempat yang telah disediakan berdasarkan kelas masing – masing.
Aku bersekolah disalah satu sekolah ternama di daerahku. Sehingga peraturan sangat dijunjung tinggi di sekolahku
“Diharapkan untuk semua siswa dan guru untuk segera memasuki lapangan”
Itu terdengar seperti suara peringatan bagi kami. Sebenarnya itu adalah Pak Kisna, beliau adalah guru pendidikan olahraga dan orang yang bertanggung jawab dalam menjaga ketertiban sekolah.
Mendengar suara itu semua perserta upacara yang masih ada di luar lapangan menjadi panik dan berlari menuju lapangan
“ Oke, karena sudah pukul 07.00 maka upacara akan di mulai, umtuk yang terlambat nanti silahkan menemui saya” kata Pak Kisna. Beliaupun kemudian menepati tempatnya dan upacara dimulai.
Suasana upacara berjalan dengan tenang dan khidmat, namun tiba – tiba suasananya menjadi berubah. Peserta upacara yang semula tenang dan berkonsentrasi pada jalannya upacara, seketika mereka mengarahkan pandangannya kepada dua orang siswa yang bejalan menuju lapangan upacara.
“ Eh.. siapa itu kok baru datang ? ” kata salah satu peserta upacara.
“ Ishh.. berani sekali mereka baru datang jam segini.” sahut peserta yang lainnya.
Seketika suasana upacara yang semula tenang menjadi gaduh.
“ Lagi – lagi kalian berdua.” kata Pak Kisna dengan nada yang sedikit tinggi.
“ Maaf Pak.” jawab mereka berdua.
“ Sekarang kalian berdua baris sendiri disni ! ” nanti setelah upacara selesai temui saya di ruang guru ! ”. kata Pak Kisna sambil membalikan badan dan kembali menuju barisan.
Mereka berdua segera berbaris dan mengikuti upacara bendera seperti yang lainnya. Setelah itu para peserta upacara menjadi tenang kembali dan upacara dapat berjalan dengan lancar.
Sebenarnya mereka berdua sudah tidak asing lagi bagi Pak Kisna dan Guru mata pelajaran lainnya. Mereka di kenal sebagai siswa yang sering terlambat masuk, dan juga melanggar aturan yang telah ditetapkan.
Setelah upacara selesai mereka berdua kemudian bejalan menuju ruangan Pak Kisna. Mungkin bagi mereka hal tersebut sudah biasa karena setiap hari pasti ada saja kesalahan yang mereka perbuat sehingga harus bertemu dengan Pak Kisna.
“ Reza, Dian sudah berapa kali bapak bilang untuk tidak terlambat, sudah bosan bapak ketemu kalian gara – gara maasalah seperti ini ”. kata Pak Kisna sambil menatap mata mereka.
“ Tadi ban motor kami bocor pak.” jawab Dian
“ Mana mungkin ban bocor setiap hari, kalian pikir saya bisa dibohongi ?” sahut Pak Kisna.
“ Heheh..ya ngga setiap hari juga pak, kan yang kemarin kami terlambat sekolah karena kehabisan bensin.” jawab Reza sambil tersenyum.
“ Kalian ini ada saja alasannya !” jawab Pak Kisna.
“ Ya sudah sekarang kalian kembali ke kelas dan jangan lupa buat surat pernyataan dan diberi tanda tangan orang tua ! ” perintah Pak Kisna.
“ Siap pak !” jawabab mereka berdua.
Kemudian mereka berdua meninggalkan ruangan Pak Kisna. Namun bukannya menuju ke kelas mereka berdua justru berjalan ke arah kantin.
“ Za, kamu udah makan ? “ tanya Dian.
“ Belum yan, makan dulu yukk.” jawab Reza.
“ Oke kita ke kantin dulu ! ” sahut Dian.
Sesampainya di kantin, mereka berdua kemudian memesan beberapa jenis makanan dan menghabiskannya satu – persatu.
“ Za, mau nambah lagi ? ” tanya Dian.
“ Memang kenapa Yan ? kamu mau bayarin ? ” ucap Reza.
“ Tenang, untuk hari ini aku semua yang bayar. “ Jawab dian dengan tersenyum.
“ Ini baru sahabatku, Sering – sering aja kamu traktir aku Yan ! kan aku jadi bisa hemat. “ kata Reza.
Reza pun beranjak dari tempat duduknya dan berjalan menuju ibu pemilik warung untuk memesan makanan. Tiba – tiba dari luar pagar sekolah terlihat seorang ibu tua yang sedang memungut sampah yang ada diluar pagar. Wajahnya terlihat pucat dan bandannya terlihat lemas. Melihat hal tersebut Reza pun merasa kasian dan memutuskan untuk memberikan makan yang telah ia pesan tersebut kepada ibu tua tersebut.
Kemudian Reza berjalan menghampiri Dian.
“ Ayo yan ? “ ajak Reza.
“ Loh, mau kemana ? kamu ga jadi makan lagi ? ” tanya Dian kebingungan.
“ Ya ke kelas lah ! aku udah kenyang Yan .” jawab Reza.
“ Itu baru sahabatku ! “ puji Dian sambil menepuk pundak Reza.
“ Bisa aja kamu Yan.” Jawab Reza tersipu malu.
Mereka kemudian berjalan menuju kelas. Tiba – tiba Dian teringat jika Guru yang mengajar hari ini adalah Pak Pardi. Beliau adalah guru yang sangat tegas terhadap muridnya yang terlambat.
“ Thok – thok “ suara Reza dan Dian mengetok pintu
“ Masuk ! “ terdengar suara Pak Pardi dari dalam kelas.
“ Permisi pak.“ ucap mereka dengan suara lirih.
Mereka berdua kemudian berjalan menghampiri Pak Pardi.
“ Loh, dari mana saja kalian berdua ? jam segini baru datang ? “ tanya Pak Pardi.
“ Sebelumnya kami berdua minta maaf karena sudah terlambat, jadi begini Pak kami berdua tadi dari ruangan Pak Kisna “ Jawab Reza.
“ Oh.. kalian berdua yang tadi terlambat saat upacara tadi ya ? “ Pak Pardi kembali bertanya.
“ Iya...Pak.” jawab Dian dan Reza
“ Ya sudah, untuk kali ini bapak maafkan tapi sekali lagi kalian terlambat maka silahkan belajar di luar saja ! “ kata Pak Pardi
“ Terimakasih Pak, kami akan berusaha untuk tidak terlambat lagi “ jawab Reza sambil menoleh kearah Dian yang sedang melamun.
“ Eh.. iya Pak, benar apa yang dikatakan Reza akan kami usahakan sebaik mungkin. “ jawab Dian.
Kemudian Pak Pardi menyuruh mereka berdua menempati meja paling depan. Setelah itu kegiatan belajar-mengajar pun kembali dilanjutkan.
Setelah hampir dua jam pelajaran berlangsung, akhirnya saat yang di tunggu – tunggu pun datang.
“ Kring – Kring “ terdengar bunyi lonceng yang menandakan waktu istirahat telah tiba.
“ Akhirnyaaaaaaaa!! “ teriak Dian.
“ Heh Yan, jangan begitu Pak Pardi kan belum selesai menjelaskan ” tegur Julian.
“ Iya Yan, nanti kamu bisa kena marah lho “ sahutku.
“ Wah iya, aku lupa jawab Dian, dengan suara lirih ” jawab Dian.
Tiba – tiba Pak Pardi menghentikan suaranya, beliau kemudian berjalan menuju kearah Dian. Seketika Dian yang semula senang karena istirahat sudah tiba, berubah menjadi gelisah.
“ Waduh, bagaimana ini ?? “ ucap Dian dengan suara pelan.
“ Dian kenapa kamu teriak begitu ? tanya Pak Pardi.
“ E..e..e..e ini Pak ? jawab Dian sedikit cemas.
“ E..e apa ? kamu yang jelas dong kalau mau ngomong !! imbuh Pak Pardi.
“ Ini Pak, Tadi saya dan Dian berhasil menemukan jawaban dari soal yang bapak kasih.” Jawab Reza sambil memperlihatkan jawaban dari soal tersebut.
“ Hebat kalian !! jawaban kalian benar “ puji Pak Pardi
“ Terimakasi Pak “ jawab mereka berdua.
“ Baiklah karena soal yang bapak berikan sudah terjawab maka sekarang kalian boleh beristirahat. “ kata Pak Pardi
“ Hore..horeeee, Akhirnya!!! ” teriak semua siswa .
Semua siswa kemudian beranjak dari tempat duduk mereka dan bergegas meninggalkan kelas.
“ Eh...Za makasih ya tadi, coba kalau tadi kamu tidak membantuku pasti aku sudah kena hukuman lagi “ ucap Dian.
“ Biasa aja kali Yan, kan udah kewajiban kita untuk saling tolong-menolong “ jawab Reza.
“ Hahahaha.., kamu memang teman terbaiku Za !! kata Dian tersenyum.
Mereka berdua kemudian menuju kantin sekolah. Di kantin mereka bertemu dengan Aku, Julian, dan teman – teman yang lainnya. Kami semua saling berbagi cerita dan tertawa bersama – sama.
Tak terasa waktu pun kian berlalu, terdengar bunyi lonceng pertanda jam istirahat telah selesai. Satu – persatu siswa kembali menuju kelas mereka masing – masing. Begitu pula dengan Aku, Julian, Dian dan Reza yang segera menuju kelas.
“ Eh.. kalian bertiga duluan aja !! aku mau ke kamar mandi dulu “ kata Dian.
“ Ok Yan, tapi jangan lama – lama nanti kamu terlambat masuk kelas lagi “ jawabku.
“ Tenang Yud !! “ ucap Dian.
Kemudian kami bertiga berjalan kembali menuju kelas. Sesaimpainya di kelas, kelas masih terlihat sepi guru yang mengajar pun belum datang. Kami pun memutuskan untuk duduk sebentar di luar kelas sembari menunggu Dian.
Tiba - tiba datang Dicky dari kelasnya, ia kemudian ikut duduk dan mengobrol dengan kami.
“ Hei Yuda, Julian, Reza gimana kalu kita ambil sepatu Dian ? “ tanya Dicky.
“ Loh memangnya kenapa ? “ tanya Reza kebingungan.
“ Ya buat iseng aja sih, dari pada ga ada kerjaan. “ jawab Dicky
“ Kalau aku sih ayo aja, tapi kalau Dian marah gimana ? tanya Julian.
“ Ga mungkin lah Dian marah, santai aja ? “ jawab dicky meyakinkan.
Tak lama kemudian Dian pun datang. Awalnya kami bersikap seperti biasanya, hingga Dicky memberikan kode kepada kami. Aku, Dicky, dan Julian bertugas memegangi kaki dan tangan Dian sedangkan Reza bertugas untuk mengambil sepatu Dian.
Setelah berhasil mengambil sepatu dari Dian, Reza kemudian lari menjauh dari Dian.
“ Zaaaa tunggu.. mau di bawa kemana sepatuku ? “ ucap Dian sambil mengejar Reza.
“ Hahahahahaha..” tawa kami bertiga melihat mereka berdua.
Setelah berlari mengelilingi lapangan Reza pun berhenti dan berniat mengembalikan sepatu Dian.
“ Ini Yan sepatumu...” kata Reza sambil membawa sepatu Dian.
“ Kamu kenapa sih Za ? “ bentak Dian dengan wajah kesal.
“ Aku cuma bercanda Yan ..” jawab Reza
“ Bercanda kata mu ? memangnya ini lucu ? “ ucap Dian
Tiba – tiba suasana menjadi hening. Aku, Dicky, dan Julian hanya bisa terdiam. Begitu pula dengan Reza, ia hanya terdiam dengan kepala menunduk kebawah. Terlihat jelas penyesalan di wajah Reza.
Kemudian Dian pergi meninggalkan Reza dan juga kami. Tak sepatah kata pun terucap darinya.
Tidak terasa sudah hampir seminggu kami tidak berbicara dengan Dian. Ia seakan sudah tidak mau lagi berteman dengan kami.
Begitu pula dengan Reza, persahabatan yang tergambar dari mereka berdua selama ini seakan menghilang karena kecerobohan kami.
“ Pengumuman, diharapkan besok untuk memakai sepatu berwarna hitam karena kita akan mengadakan jalan sehat“ kata Pak Kisna memberikan pengumuman di kelas kami.
Pada saat itu Dian sedang tidak ada di kelas, jadi kami berfikir bahwa Dian pasti tidak tahu mengenai pengumuman tersebut.
“ Eh.. Yud, Jul giaman kalau besok kita bawakan sepatu untuk Dian ? tanya Reza
“ Ide yang bagus itu Za.. “ jawab Julian
“ Tapi besok kamu yang kasih sepatu itu ke Dian ! “ ucapku.
“ Oke Yud, besok aku yang bicara sama Dian. “ jawab Reza tersenyum.
Keesokan harinya kami membawakan sepatu berwarna hitam untuk Dian. Kami menyembunyikan sepatu tersebut di bawah meja supaya Dian tidak mengetahuinya.
“ Diharapkan seluruh siswa untuk segera berkumpul, dengan memakai sepatu berwarna hitam ! “ kata Pak Kisna.
“ Loh..Pak kenapa harus pakai sepatu berwarna hitam ? “ tanya Dian kebingungan.
“ Kemarin kan sudah Bapak bilang kalau hari ini ada jalan sehat ! memangnya kamu tidak bawa ? “ tanya Pak Dian.
Dian hanya menundukan kepalanya, dia terlihat sangat kebingungan.
“ Dian bawa kok Pak.” Sahut Reza sambil memberikan sepatu kepada Dian
Dian pun melihat kearah kami. Matanya berkaca – kaca seakan ingin menangis.
“ Yan, aku sama teman – teman minta maaf ya sama ku “ ucap Reza
“ Iya Za, aku juga minta maaf karena kau sudah egois dan bersikap kurang baik terhadap kalian “ jawab Dian.
“ Iya yan “ jawab kami bertiga.
Kami pun saling berjabat tangan dan memaafkan satu sama lain. Kemudian kami berkumpul dengan siswa yang lain untuk mengikuti jalan sehat.
Disepanjang jalan kami saling bercerita dan tertawa seperti semula. Tidak ada lagi dendam diantara kami. Kejadian tersebut kami jadikan pelajaran untuk kedepannya sehinnga kami berharap nantinya kami tidak akan melakukan hal – hal yang dapat meyebabkan persahabatan kami berantakan. Sehingga kami dapat berteman dan menjadi sahabat selamanya.