Loading...
Logo TinLit
Read Story - Save Me
MENU
About Us  

Save Me

a Short Story Written by Ika Siti Rahayu

 

Malam semakin kelam. Sang rembulan menghilang tanpa secercah cahaya penerang. Angin bertiup lembut. Menerobos masuk ke dalam kamar lewat jendela yang masih terbuka. Entah karena sengaja atau karena lupa.

Seorang gadis muda berumur 22 tahun tidur dengan tidak tenang. Alam mimpi yang harusnya memberikan mimpi indah padanya justru mengusiknya dengan mimpi yang berulang. Mata gadis itu membelalak, sepenuhnya terbuka. Dicengkeramnnya selimut yang menutupi tubuhnya dengan kuat. Napasnya tersenggal-senggal seolah ia baru saja melihat hal yang mengerikan baginya.

Ia bangkit dan terduduk. Di pandangi sekeliling kamarnya dengan resah, “Siapa kamu?!” tanyanya sambil berteriak. Tak ada siapa pun di dalam kamarnya. Namun, gadis itu merasa ada seseorang yang sedang mengawasinya.

Gadis itu kembali berteriak, “Tunjukkan dirimu! Buktikan padaku bahwa kamu ada agar aku bisa memercayaimu! Jangan terus menerus datang dalam mimpiku!”

Hening, tak ada jawaban. Mungkin orang lain akan menganggap gadis ini gila. Tapi, ia benar-benar sungguh tidak tahan dengan semua ini. Mimpi itu terus menghantuinya. Bahkan tanpa jeda, mimpi itu terus datang menghampirinya setiap malam. Dan anehnya selalu mimpi yang sama.

Gadis itu menjambak rambutnya sendiri karena frustasi. Dihidupkannya lampu kamar, lalu ia bergegas menuju kamar mandi untuk membasuh muka. Karena ia sudah tidak mungkin bisa tidur lagi. Padahal masih jam 2 pagi. Ah, hal ini tidak boleh berlanjut. Atau ia akan benar-benar menjadi gila.

Nama gadis itu Wendy, wanita muda kelahiran bandung 22 tahun silam. Ia sekarang kuliah semester ke-4 dan tinggal sendiri di sebuah kamar kost yang disewanya. Wendy sebenarnya cantik dengan tubuh proporsional dan rambut yang agak keriting bergelombang. Namun, ia selalu berpenampilan apa adanya dan terkesan membosankan ditambah dengan kaca mata bundar yang selalu ia pakai ke mana pun.

Wendy anak yang pendiam, tak banyak bicara dan hanya memiliki sedikit teman karena ia sedikit tertutup. Wajar saja, mimpi itu membuatnya sangat tertekan. Karena, ia tidak bisa bercerita dengan siapa pun. Wendy hanya terus memendamnya.

Dalam mimpinya, Wendy melihat ada sesosok pria tampan menggenakan baju putih. Awalnya itu mimpi indah, namun semuanya berubah ketika tiba-tiba pria itu bersimbah darah. Baju putih yang dikenakannya berubah menjadi merah merona karena darah.

Pria itu menatapnya dengan memelas, matanya memancarkan kesedihan dan rasa sakit yang mendalam. Sampai-sampai Wendy merasa sangat sedih dan prihatin. Di hari pertama Wendy menerima mimpi itu, ia bangun dan menangis tersedu-sedu. Seolah rasa sakit yang diderita pria itu turut menyayat hatinya.

Sekarang ini sudah kali ke-5. Wendy sudah membulatkan tekad untuk menemui seseorang yang ia anggap bisa menafsirkan mimpi. Hari ini sekolahnya libur, jadi Wendy bisa mengunjungi orang itu. Sayangnya, ia harus menunggu sampai fajar menjelang.

***

Tok! Tok! Tok!

Wendy sudah mengetuk berkali-kali namun tak ada sahutan terdengar. “Permisi!”

Hening, tanpa jawaban. Bahkan suara jangkrik pun tak terdegar.

Wendy sekarang berada di rumah seseorang yang di daerah itu dikenal sebagai penafsir mimpi yang baik. Awalnya Wendy merasa ragu. Apakah ia berada di rumah yang tepat, karena rumah ini tak terurus sama sekali. Semak tumbuh tinggi, daun-daun kering bertumpuk dan rumput-rumput menjalar ke mana-mana.

Wendy hampir saja mengangkat kakinya pergi, sebelum ada seorang nenek tua membuka pintu, “Cari siapa?” tanya nenek itu dari balik pintu yang hanya seperempat terbuka. “Ah, nek. Saya cari Bu Jumainah,”

Nenek itu mengangguk, “Silakan masuk, saya Jumainah.”

Wendy menurut dan beranjak masuk. Rumah nenek ini rapi di dalam, tak seperti di luar dan tak ada banyak barang yang terlihat. Wendy duduk di salah satu kursi tua yang nampak masih kokoh, “Ada perlu apa?”

Wendy mengalihkan pandangannya, yang semula hanya berfokus pada isi rumah. “Ah, begini nek. Saya dengar nenek dapat menafsirkan mimpi dengan baik. Saya ingin bertanya sesuatu pada nenek mengenai mimpi berulang yang saya alami belakangan ini.”

Nenek Jumainah mengangguk perlahan, “Yah, baiklah. Namun, jawabanku nanti bukanlah sebuah kepastian. Aku hanya mengira saja. Karena sesungguhnya segala kepastian itu hanya milik Allah SWT. Hanya Tuhan yang tahu apa yang sebenarnya akan terjadi nantinya.”

Wendy menarik nafasnya dalam-dalam sebelum mulai bercerita, “Iya, nek. Begini, sudah lima hari ini saya selalu memimpikan hal yang sama. Dalam mimpi saya. Saya melihat ada seorang pria tampan yang menggenakan baju putih. Dia nampak begitu bahagia. Namun, pria itu tiba-tiba bersimbah darah. Pria itu menatap saya seperti memohon. Saya bingung harus bagaimana?”

Nenek Jumainah berusaha menyembunyikan ekspresinya, “Nak, apakah kamu mengenal pria itu?”

Wendy berusaha mengingat-ingat wajah pria itu, “Saya tidak mengenalnya, nek. Saya merasa pernah bertemu pria itu. Tapi, saya tidak tahu dia siapa.”

“Nak, coba ingat-ingat lagi. Setiap orang yang kamu temui di mimpi itu, sebenarnya adalah orang yang pernah kamu lihat atau kamu temui. Ingatanmu mungkin terkubur di alam bawah sadarmu. Coba, kau cari foto masa kecilmu atau daftar kerabatmu,” saran nenek itu.

Wendy mengangguk-anggukkan kepalanya. Nenek ini benar, mungkin ia memang mengenal pria itu. Tapi, ia lupa. Ia harus mengungkap identitas pria itu. Melihat Wendy yang hanya diam, sang nenek kembali melanjutkan perkataannya, “Nak, jika pria itu menghampiri mimpimu berkali-kali dan menunjukkan wajah memohon. Mungkin, ia ingin meminta tolong padamu. Kau harus menolongnya.”

“Menolongnya?” ulang Wendy. Nenek itu mengangguk, “Kalian mungkin terikat suatu janji di masa lalu. Pria itu mungkin membutuhkan bantuanmu saat ini, itulah mengapa ia selalu menghampirimu di dalam mimpi.”

“Apakah itu mungkin, nek?” tanya Wendy. Nenek itu tersenyum dan mengangguk dengan mantap, “Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini, nak.”

Begitu mendapat sedikit pencerahan. Wendy segera pamit dan berterimakasih pada nenek itu.

Orang yang mungkin dikenalnya? Foto? Masa lalu?

Kata-kata itu terus terngiang-ngiang di telinga Wendy. Langkahnya tiba-tiba terhenti ketika ia mengingat suatu hal, ya. Album foto. Ia mungkin bisa mencari pria itu di album fotonya. Wendy bergegas pulang ke rumah orang tuanya dan mencari album foto masa kecilnya.

Ada 4 album foto besar yang masih tersimpan di lemari kamarnya. Wendy mencari di album foto SMA-nya. Tapi, pria itu tak ada di sana. Ia juga tak ada di album foto SMP dan SD Wendy. Wendy hampir saja menyerah. Namun, masih ada satu harapan tersisa. Album foto semasa dirinya saat ia berada di taman kanak-kanak.

Dibukanya album itu dengan hati-hati. Diperhatikannya semua foto. Sampai Wendy menemukan sebuah foto berharga, fotonya bersama seorang bocah laki-laki. Mereka berdua saling merangkul dan tersenyum. Yah, bocah ini begitu mirip dengan pria yang menghampirinya di alam mimpi.

Ya! pantas saja Wendy sudah tak mengenalinya lagi.

Wendy mengambil foto itu dan bergegas menemui ibunya yang sedang memasak di dapur. “Wendy, hati-hati jalannya,” nasihat Ibu Wendy begitu melihat anaknya berlarian tak karuan.

“Ibu? ibu ingat bocah kecil ini?” tanya Wendy tanpa memerhatikan nasihat ibunya tadi.

Ibu Wendy mengambil foto itu dari tangan Wendy. “Ah, ini kan Rey. Teman masa kecilmu,” ungkap Ibu Wendy. Wendy menarik nafas lega, akhirnya ia menemukan pria itu.

“Rey?”

“Iya, teman masa kecilmu yang selalu menemanimu bermain. Hanya dia temanmu satu satunya, waktu TK kan kamu nggak punya teman sama sekali.”

Wendy mencoba memutar kembali ingatannya yang lama. Ia teringat suatu moment berharga yang memberinya jawaban atas pertanyaannya selama ini.

(Flashback)

Seorang gadis kecil dan seorang bocah lelaki nampak begitu gembira, mereka bermain bersama di halaman sebuah taman kanak-kanak. Mereka membangun sebuah istana pasir bersama. Gadis itu tiba-tiba murung. Bocah lelaki itu mencoba untuk menghiburnya, “Wendy? Kamu kenapa?”

Gadis kecil yang bernama Wendy itu menjawab, “Rey, kamu nggak akan ninggalin aku, kan?”

Bocah yang dipanggilnya Rey itu tersenyum, “Nggak akan, Wendy. Aku ini teman kamu. Kita akan selalu bersama.”

Wendy nampak bahagia, “Tapi, kalau kamu menikah kamu akan meninggalkanku sendiri,kan?”

“Aku nggak akan menikah dengan gadis selain kamu,” ucap Rey.

Wendy tersenyum lebar, “Benarkah? Kalau begitu aku akan menikah denganmu saat sudah besar nanti. Janji?” mereka saling menautkan jari kelingking, bukti perjanjian mereka berdua.

“Ingat ya, Rey. Aku akan selalu bisa menemukanmu di mana pun kamu berada. Jadi, kalau kamu butuh bantuan cari saja aku,” ucap Wendy. “Baiklah, jika suatu saat aku butuh bantuan. Aku akan mencari Wendy, aku tak akan mencari orang lain lagi!”

Mereka berdua pun tertawa riang bersama.

(Flashback end)

 

Sekarang Wendy tersadar, inilah alasan Rey menemui dirinya dalam mimpi, bukan orang lain. Karena mereka telah terikat janji masa lalu. Dan sekarang Rey meminta tolong padanya. Ia mungkin butuh bantuan sekarang.

Wendy pun bergegas, “Ma! Aku pinjam mobil papa sebentar, ya.”

Wendy bergegas pergi sambil menyambar kunci mobil yang ada di meja dan menuju halaman. “Wendy!” teriak Ibu Wendy. Tapi, anak sulungnya itu sudah terlanjur pergi. Ibu Wendy hanya bisa menggelengkan kepalanya.

***

Wendy menyetir dengan cepat. Ia sudah menemukan alamat Rey. Untung saja data siswa di TK masih ada. Wendy berharap Rey masih tinggal di tempat yang sama. Wendy memarkirkan mobilnya. Ia menatap rumah di seberang jalan. Jl. Kenanga No.17. Yah, benar. Itu pasti rumah Rey.

Wendy bergegas turun dan mendekati rumah itu. Rumah itu nampak kosong, tak berpenghuni. Sejak lulus TK, Wendy dan Rey memang sudah tidak saling memberi kabar lagi. Jadi, Wendy tidak mengetahui keberadaan Rey. Kedua orang tua Rey kabarnya pergi ke luar negeri. Tapi, entah Rey ikut atau tidak.

“Permisi,” ucap Wendy. Tapi, tak ada sahutan. Hening!

Wendy sudah mengucapkan kata permisi berulang kali. Tapi, ia tak mau menyerah.

“Maaf, dek. Mau cari siapa?” tanya salah seorang tetangganya yang melihat Wendy.

“Ah, bu. Saya mau tanya. Pemilik rumah ini ke mana, ya?”

“Ah, rumah ini kosong. Pemiliknya pergi ke luar negeri,” terang orang itu.

Wendy mengangguk pelan. Tapi, ada yang masih menganjal di hatinya. Orang itu melanjutkan perkataannya, “Anak pemilik rumah itu sering mengunjungi rumah ini sekitar 2 sampai 3 hari sekali. Namun, belakangan ini ia tak terlihat,”

Mata Wendy membelalak kaget, jadi benar Rey ada di sini. Tapi, di mana ia sekarang? Pasti ada sesuatu yang tidak beres di sini.

“Terimakasih ya, bu,” ucap Wendy. Orang itu beranjak pergi. Namun, Wendy sudah terlanjur penasaran. Begitu, orang itu menjauh. Wendy memutuskan untuk mendorong gerbang itu. Anehnya, gerbangnya tak terkunci. Wendy pun masuk.

Rumah ini nampak terawat dan bersih. Nampaknya, Rey sering membersihkannya. Wendy masuk ke dalam rumah. Sama seperti gerbang itu, pintu rumah Rey juga tidak terkunci. Wendy melihat lihat isi rumah. Semua perabotan tertutup kain berwarna putih. Wajar saja, rumah ini nampaknya tidak di huni. Tapi, di mana Rey tinggal selama ini?

Pandangan Wendy terfokus pada sebuah foto yang terpajang di meja. Yah, Rey! Pria itu benarlah pria yang mengantui mimpinya belakangan ini. Wendy mengambil foto itu, ia melepaskan foto itu dari piguranya. Wendy begitu terkejut mendapati ada sebuah alamat di balik foto itu. Alamat sebauh apartemen lengkap dengan passwordnya.

Apa ini? apa Rey berusaha mempermudah Wendy untuk mencarinya?

Karena menangkap sesuatu yang ganjil Wendy bergegas keluar rumah. Ia memasukkan foto itu ke dalam tas selempang kecilnya. Wendy mengemudikan mobilnya menuju alamat yang tertera di foto itu.

Wendy memandang takjub pada apartemen megah yang berdiri menjulang di hadapannya. Wow, sepertinya Rey menjalani kehidupan yang menyenangkan selama ini. Yah, setidaknya itu yang diperkirakan Wendy.

Wendy memasuki gedung apartemen itu. Apartemen Rey terletak di lantai dua. Dengan gesit, Wendy memasukkan kata sandi dan memasuki apartmen Rey. “Permisi? Rey?” ucap Wendy. Namun, nampaknya apartemennya kosong tak berpenghuni. Anehnya, semua lampu di ruangan ini masih menyala.

Di mana Rey?
Wendy berusaha mencari ke semua tempat di ruangan ini. Tapi, Rey tak ada. “Rey? Di mana kamu? Setidaknya jika kamu mengunjungi mimpiku. Kamu harus menunjukkan dirimu!” teriak Wendy putus asa.

Ia menghempaskan badannya ke ranjang.

Wendy bangun dengan sedikit gelagapan. Ah, rupanya tadi ia tertidur sejenak. Ya, tadi. Mimpi itu menghampirinya lagi. Rey, ia mendatanginya lagi di mimpinya. Wendy masih ingat dengan jelas, pandangan pria itu sayu. Tapi, pria itu juga memberinya petunjuk. Ia mengatakan sesuatu, “Tempat di mana barang tak berguna berakhir”

Apa itu?

“Ah, Rey. Kau tahu kan kalau otakku ini tumpul,” guman Wendy pada dirinya sendiri. “Mengapa harus riddle, sih?” lanjutnya. “Tunggu! Tempat sampah! Iya, itu dia.”

Wendy segera menuju tempat sampah dan menggorek isinya. Hanya ada sekumpulan kertas, bungkus makanan dan tisu. Tak ada apa pun yang bisa membuktikan keberadaan Rey.

“Ah, tidak ada apa-apa. Apa sih Rey yang mau kamu tunjukkan,” geram Wendy. Ia mulai merasa frustasi. Apakah ia harus mencari lebih jauh lagi. Wendy bergegas keluar dari apartemen.

“Permisi?” tanya Wendy pada salah satu staff.

“Ya,” staff yang mengurusi gedung apartemen itu menengok.

Ehm, saya mau bertanya?”

“Silakan,”

Em, semua sampah yang ada di sini dibuang ke mana ya?” tanya Wendy.

Staff itu tersenyum ramah, “Ah, semua sampah di sini akan di buang ke penampungan sampah. Ada petugas khusus yang mengurusi sampah di gedung apartemen ini. Apakah anda sedang mencari sesuatu?” tanya staff itu.

Wendy menjawab dengan ragu, “Tidak, ah Iya. Em...mungkin.”

“Semua sampah yang sudah dibawa ke tempat penampungan sementara sudah tercampur. Anda mungkin tidak akan bisa menemukan barang yang sedang anda cari di sana,” saran staff  itu. Wendy hanya bisa mendengus, petunjuk yang di berikan Rey nampaknya sia-sia. Ia tak mungkin mencari ke tempat penampungan sampah itu. Sebenarnya apa yang dimaksud dengan “Tempat barang yang tak berguna berakhir?”

Ehm, maaf. Apa anda tahu di mana pria yang tinggal di kamar No.15?” tanya Wendy. Staff itu terlihat mencoba mengingat-ingat sesuatu. Sebelum ekspresinya berubah, “Ah, Tn.Rey. Entahlah, sudah  6 hari ini dia tidak terlihat. Mungkin dia sedang mengunjungi keluarganya di luar negeri. Dia pria muda yang baik dan juga tampan.”

Wendy mengangguk. Sepertinya, Rey menghilang tanpa kabar. Dan hari saat ia menghilang adalah hari di mana Wendy mulai didatangi mimpi itu. “Ah, terimakasih ya. Tapi, bolehkah saya minta tolong sekali lagi?”
Staff itu mengangguk. “Saya ingin melihat rekaman cctv di depan apartemen nomor 15. Rey, adalah teman saya. Dan ia menghilang tanpa jejak. Saya khawatir ia kenapa-kenapa.”

Staff itu tampak berpikir sejenak. Tapi, ia akhirnya mengiyakan permintaan Wendy.

Wendy mengikuti staff itu ke dalam ruang cctv. Dalam rekaman cctv itu. Tepat 6 hari sebelum pria itu menghilang, pukul 22:30 Rey pulang dan masuk ke dalam kamar apartemennya. Tak lama kemudian, pada pukul 23:01 Rey keluar dengan terburu buru. Setelah itu ia tak kembali lagi sampai sekarang. Wendy merasa lebih cemas setelah melihat rekaman cctv itu.

“Maaf, bolehkah saya meminta salinan rekaman cctv saat itu. Saya mungkin harus melaporkan hal ini pada polisi,” pinta Wendy. Hari itu juga Wendy, pergi ke kantor polisi. Untuk melaporkan bahwa Rey menghilang. Polisi bergerak cepat menelusuri apakah Rey benar-benar menghilang. Setelah ditelusuri, pria itu memang tak mengadakan perjalanan ke luar negeri.

Polisi segera memproses dan mencari Rey.

Wendy berharap Rey segera ditemukan. Karena, hati Wendy begitu perih. Bagaimana pun juga Rey adalah cinta pertamanya. Dan rasa sayang serta cinta yang pernah Wendy rasakan masih berbekas sampai sekarang.

Ini sudah pukul 8 malam. Wendy memutuskan untuk pulang ke kos nya alih-alih ke rumah ibunya. Ia segera menghempaskan dirinya ke ranjang dan tertidur lelap.

Wendy bangun keesokan harinya saat matahari mulai meninggi. Ia merasa sangat heran karena mimpi itu tak menghinggapinya tadi malam. “Ada apa Rey? Aku sangat berharap kamu memberikan petunjuk padaku lagi agar aku lebih cepat menemukanmu,” desah Wendy.

Ia bangkit dan bersiap-siap. Ia harus ke gedung apartemen Rey. Itulah satu satunya petunjuk yang bisa Wendy telusuri. Di depan gedung, Wendy melihat seorang lelaki paruh baya yang sedang membereskan sampah. Mungkin, dialah petugas yang dimaksud staff itu. Wendy tiba-tiba teringat sesuatu, “Tempat di mana barang tak berguna berakhir”

Wendy segera masuk ke dalam gedung apartemen. Ia menuju ke recepcionist, “Permisi,” kata Wendy. Recepcionist itu menoleh dan tersenyum dengan ramah, “Ya, ada yang bisa saya bantu?” tawarnya.

“Saya ingin meminta nomor kontak dari penghuni apartemen No. 15,” pinta Wendy. Awalnya Recepcionist itu ragu. Namun, berkat kelihaian Wendy. Akhirnya ia berhasil mendapatkan nomor kontak Rey. Wendy menghubungi nomor itu berkali-kali. Namun, tak ada jawaban.

“Ah, Rey. Angkatlah! Ayolah! Kamu membuatku cemas!” geram Wendy.  Dalam proses pencarian Rey, Wendy menyadari satu hal. Ia telah berubah banyak. Awalnya ia yang pendiam menjadi terbuka dan pemberani. Sebab, sedikit banyak Wendy tahu. Ia tak mungkin bisa menemukan Rey jika ia tertutup dan pasif. Prioritasnya sekarang adalah menemukan Rey. Itu yang paling penting sekarang.

“Tunggu! Bukankah cctv itu ada di mana-mana? Ia bisa mencari keberadaan Rey lewat cctv itu, kan?” batin Wendy. Ia bergegas menuju ruang kontrol cctv yang kemarin sempat ia datangi. Setelah bernegosiasi panjang lebar dengan petugas pengawas. Wendy bisa melihat rekaman cctv itu.

Rey menuju lift dan turun di lantai satu. Ia masih terlihat di basement, lalu ia turun lagi entah ke mana. “Pak, apakah ada ruang lagi di lantai bawah itu?” tanya Wendy. “Ah, ya. Ada sebuah tempat. Itu adalah tempat pengumpulan sampah sementara,” jawab petugas itu dengan enteng.

Deg!

Seharusnya Wendy sudah ke sana sejak kemarin. Kenapa ia baru sadar “Tempat di mana semua benda tak berguna berakhir” yang dimaksud Rey adalah tempat itu.

***

6 Hari yang lalu, 22:46

Seorang pria muda yang tampan memasuki kamar apartemennya. Ia kemudian merebahkan dirinya di ranjang. “Huft...jadwal yang melelahkan,” katanya pada dirinya sendiri. Ia bangkit dan memijat pelipisnya. Dibukanya satu kancing baju atasnya.

Ia memeriksa dokumen yang ada di meja depannya. “Lho, mana berkasku yang satunya lagi!” katanya. Ia terus mengobrak-abrik isi stopmapnya. Namun, tak kunjung menemukan berkas yang ia cari. Ia berkacak pinggang, “Ah, apa aku tidak sengaja membuangnya. Ia mengacak rambutnya frustasi. Ia lalu mengambil ponselnya yang tergeletak di meja. Dan dengan tergesa-gesa keluar dari apartemennya.

***

Wendy dengan cemas menunggu sampai lift terbuka. Namun, sayangnya lift itu seakan tidak peka terhadap kondisi Wendy. Karena gusar, akhirnya Wendy memutuskan untuk lewat tangga darurat saja. Ia menuruni tangga dengan tergesa-gesa. Begitu sampai di basement, Wendy segera menuju arah yang tadi dilewati Rey dari cctv.

“Ah, semoga aku benar-benar bisa menemukanmu di sini, Rey,” harap Wendy dengan cemas. Ini sudah hari ke-7 kamu menghilang. Semoga kamu bersabar menungguku. Sebentar lagi. Aku pasti menemukanmu.

Wendy mencium bau yang agak busuk begitu sampai di bawah basement. “Ah, kenapa harus tempat pembuangan sampah sih,” gerutunya. Ia memandang sekitarnya. Hanya ada tumpukan sampah yang sudah dipilah-pilah.

Wendy meraba saku celananya dan mengeluarkan ponselnya. Ia menelpon Rey lagi. Tidak ada jawaban terdengar. Tapi, Wendy mendengar suara dering handphone. Wendy terus menelpon sembari mencari arah dering ponsel itu. “Itu! Di tumpukan sampah botol!” serunya. Ia kemudian mengacak tumpukan botol itu. Dan benar saja, ia menemukan ponsel Rey di sana.

“Rey, kenapa ponselmu ada di sini?” tanyanya bingung. Ia mengambil ponsel itu.

“Ada apa ini?”

Suara seorang pria mengagetkan Wendy. Wendy menoleh, pria itu sudah agak tua. Berumur antara 40 tahunan. Pria itu nampak lusuh, kotor dan juga berantakan. Ia menggunakan topi bundar berwarna biru tua, dan sepatu boots yang sudah usang.

“Ah, saya mencari sebuah barang,” jawab Wendy. Pria tua itu mengangguk dan beranjak meninggalkan Wendy. “Apa anda melihat seorang pria muda yang berada di awal 20 tahunan datang ke sini?” tanya Wendy. Pertanyaan Wendy sukses membuat pria itu menghentikan langkahnya.

“Tidak,” jawabnya dengan singkat.

“Tapi, saya menemukan ponselnya di sini. Mungkin, ia memang pernah ke sini,” debat Wendy. Pria tua itu menoleh dan tersenyum. Tapi, senyumnya nampak begitu menyeramkan bagi Wendy. “Hei, ini tempat sampah. Kau bahkan bisa menemukan semua barang di sini.”

Pria itu berlalu pergi meninggalkan Wendy sendirian. Namun, Wendy merasa aneh dengan perkataan pria tua itu barusan. “What? Tapi siapa yang akan membuang sebuah iphone di tempat sampah?”

Karena tak menemukan apa pun, Wendy akhirnya meninggalkan tempat itu.

Pria tua itu menghentikan aktivitas memilah sampahnya begitu melihat Wendy pergi. Ia menendang tumpukan botol bekas di hadapannya dengan geram. “Dasar, anak-anak muda. Merepotkan saja!” Ia memilah sampah lagi. Sampai tangannya menyentuh sebuah tisu, “Orang kaya sialan!” umpatnya.

Ia mengusap kedua tangannya ke celana jeans kumal yang dipakainya. Ia menyeringai kejam, “Mungkin harusnya, aku memberi mereka semua pelajaran. Seperti pria itu,” gumannya. Ia tertawa.

***

18:09

Huft, hari yang melelahkan. Sudah 7 hari Rey menghilang. Wendy sudah berusaha mencarinya. Namun, tak ada hasil. Ia juga sudah memberikan semua bukti kepada polisi. Tapi, belum ada perkembangan lebih lanjut. Wendy menyandarkan kepalanya ke kursi mobilnya. Namun,karena lelah ia jatuh tertidur.

Wendy membuka matanya, nafasnya tersenggal-senggal. Ia kembali bermimpi. Rey, kembali memberikannya sebuah petunjuk. “Penghubung”

Apa yang coba Rey katakan! Pria itu semakin pucat dalam mimpi Wendy. Mungkin, tidak banyak lagi waktu yang tersisa. Wendy mengusap wajahnya dengan kedua tangannya. “Penghubung” Rey ada di sebuah tempat yang berhubungan dengan penghubung. Tapi, di mana.

Ia melihat pria tua itu keluar. Wendy segera turun dari mobilnya. Mumpung, pria itu tak ada. Ia bisa menelusuri tempat penampungan sampah sementara itu. Wendy berlari menuju tempat itu. Ia mengacak acak gunungan sampah di mana ia menemukan ponsel Rey.

Tak ada apa-apa lagi di sana. Wendy pindah tempat, tapi juga tak menemukan apa pun. Ia kini mengacak bungkusan makanan. Mata Wendy terkesiap mendapati ada darah di bawah tumpukan bekas makanan itu. Tapi, darahnya telah mengering. “Ah, jangan-jangan ini darah Rey?”

Telinga Wendy yang sensitif menangkap sebuah bunyi. Suara langkah kaki. “Pria tua itu kembali.”

Dengan sigap Wendy segera bersembunyi. Pria itu mengambil sebuah karung sampah dan memanggulnya keluar. Dengan hati-hati Wendy keluar. Ia memotret bekas darah itu dan mengirimnya ke kantor polisi.  Tak lupa pula Wendy mengirimkan lokasi di temukannya bekas darah itu.

“Dengan perlahan Wendy mengikuti jejak pria itu. Pria itu menyalakan truknya dan keluar apartemen. Wendy segera masuk ke mobilnya dan mengikuti truk itu dari kejauhan. Truk itu berjalan sekitar 2 km dan melewati jembatan. Sepertinya pria itu akan pergi ke tempat penampungan sampah akhir. Wendy berhenti sebelum mobilnya melewati jembatan itu.

Ia teringat sebuah kata, “Penghubung? Ya, jembatan ini,” gumannya girang. Wendy segera keluar dari mobilnya dan memandang sekitarnya. Jembatan ini sepi, tak banyak orang yang berlalu lalang di sekitarnya. Di sekeliling jembatan ini tumbuh banyak pohon jati yang tinggi dan di bawahnya mengalir sebuah sungai yang tidak terlalu besar.

“Rey!” teriak Wendy. Tak ada sahutan. Tapi, Wendy merasa Rey ada di sini. Tapi, di mana?

“Ah, aku harus bagaimana ini? Tunggu! Ayo berpikir Wendy, ayo! Kira-kira jika kau ingin menyembunyikan seseorang di jembatan. Bagian mana yang tepat?” guman Wendy pada dirinya sendiri.

Wendy melihat air di bawahnya. Tidak mungkin sungai, kan? “Ayo, Wendy. Berpikirlah! Tempat di mana tak akan ada orang yang melihatnya.”

Sebuah tempat terbesit di benak Wendy, “Bawah jembatan!”

Ia segera bergegas menuju kolong jembatan, begitu sampai di bawah. Wendy segera memutari tempat itu. Tak ada apa pun. Namun, seolah ada yang menuntunnya, Wendy berjalan menuju kolong jembatan di sisi sebelah kanan. Tempat itu ditumbuhi rumput yang tinggi. Sebuah tempat yang tepat untuk menyembunyikan sesuatu.

Wendy menelusuri rimbunnya rumput itu, matanya membelalak kaget melihat ada sesosok tubuh pria tergeletak di sana dan di tutupi selembar kain. “Rey!” teriak Wendy.

Dengan sedikit takut dan was-was, Wendy menyingkap kain itu. Karena terkejut, Wendy menangkupkan kedua tangannya untuk menutup mulutnya yang kini mengangga lebar. Itu benar-benar Rey, pria itu terlihat sangat pucat. Ada bekas darah yang mengering di pelipis kanannya dan baju putihnya.

Dengan sigap, Wendy mencari denyut nadi pria itu. “Ah, untunglah kamu masih hidup.” Wendy meraih teleponnya dan meminta pertolongan.

***

(Flashback)

Rey berjalan tergesa-gesa ke tempat pembuangan sampah yang terletak bawah basement yang digunakan untuk parkiran. Ada data pentingnya yang hilang. Dan, mungkin data itu ada di tempat penampungan sampah sekarang.

Rey mengacak tumpukan benda-benda yang sengaja di buang itu. Ia tersenyum puas ketika menemukan surat itu. “Ah, syukurlah,” gumannya.

“Kau sedang apa?” tanya seorang pria tua yang ada di belakangnya.

Rey menoleh, “Ah, ada data penting saya yang hilang. Dan saya mencarinya di sini,” ucap Rey.

Pria tua itu nampak sangat gusar melihat sampah yang telah dipilahnya tercampur kembali. Ia menahan lengan Rey ketika pria itu hendak pergi. “Why? Kenapa anda menahan lengan saya?” tanya Rey penuh selidik.

Pria tua itu menyeringai tajam, “Kau mau pergi begitu saja setelah mengacak-acak tempat ini!”

Rey tersenyum kecil, “Lalu apa saya harus memilah sampah itu lagi! Itu kan memang pekerjaan anda.” perkataan Rey barusan menyulut emosi pria tua itu. Pria tua itu melepaskan cengkeraman tangannya. Begitu Rey beranjak pergi dan membelakanginya. Pria tua itu memukulkan pipa besi yang ada di dekatnya ke kepala Rey.

Rey jatuh pingsan. Darah mengalir dari pelipisnya, membasahi kemeja putih yang dikenakannya. Pria tua itu tersenyum puas lalu tertawa terbahak-bahak, “Rasain kamu!” Ia menyeret badan Rey dan meninggalkannya di bawah sebuah jembatan. Sementara itu, ia menutupi ponsel dan bekas darah serta surat milik Rey dalam sebuah tumpukan sampah.

***

Wendy menunggu dengan cemas di depan ruang UGD. Rey sedang ditangani sekarang. Ia sunguh berharap Rey akan baik-baik saja. Dua orang polisi datang menghampirinya. “Permisi,”

Wendy menoleh, “Iya, pak! Bagaimana dengan pelakunya!”

“Pelaku yang merupakan seorang petugas kebersihan tempat apartemen korban tinggal sudah kami amankan. Kami akan memproses kasusnya, jadi anda tidak perlu khawatir. Motif pelaku sebenarnya di mulai karena rasa iri. Pelaku iri pada orang orang kaya yang memiliki hidup enak tak seperti dirinya yang harus bekerja keras. Pelaku melampiaskan kemarahannya pada korban lantaran pelaku murka karena korban mengacak-acak sampah yang telah di pilahnya untuk mencari sesuatu. Itulah keterangan pelaku, kami akan menyelidiknya lebih lanjut lagi.”


Wendy mengangguk paham. Bagaimana mungkin ada seorang manusia yang tega melakukan hal itu. Mencelakai dan meninggalkan Rey dalam keadaan terluka.

Ah, harusnya Wendy bergerak lebih cepat. Rey pasti sudah terlalu lama menahan sakit. “Kalau begitu, kami permisi dulu,” pamit polisi itu. Mereka pergi meninggalkan Wendy sendiri berbalut kecemasan.

Setelah satu jam lamanya berlalu. Dokter pun keluar, “Dok, bagaimana hasilnya?” tanya Wendy dengan cemas.

Untungnya, seperti harapan Wendy. Dokter itu mengatakan sesuatu yang membuatnya bisa menarik nafas lega, “Syukurlah, keadaan pasien saat ini sudah stabil. Ia sempat kehilangan banyak darah. Jadi, kami akan memberikan tranfusi darah. Pasien akan segera dipindahkan ke ruang perawatan. Ia akan sadar dalam beberapa hari kemudian,” terang sang dokter.

“Terimakasih, dok.”

***

Sudah dua hari ini Wendy menunggu Rey, namun pria itu tak kunjung sadar. “Ah, ini sudah pukul 12 siang. Aku mengantuk,” ujar Wendy. Ia merebahkan kepalanya ke ranjang dan terlelap sejanak. Wendy kembali bermimpi, mungkin ini kali terakhir ia memimpikan pria itu. Rey tampak sangat tampan dan ia tersenyum bahagia kepada Wendy.

Wendy tersentak, ia mengusap kepalanya dan tersenyum. Tiba-tiba jari Rey bergerak, dan pria itu mulai membuka matanya perlahan. “Rey! Kamu sudah bangun!”

Rey menoleh pada Wendy, “Siapa kamu?”

Untuk sejenak Wendy merasa kecewa karena Rey tidak mengenalinya, “Aku Wendy,” jawab Wendy

 “Kamu yang menyelamatkanku?” tanya Rey. Wendy mengangguk.

“Terimakasih.”

Wendy bertanya dengan harap-harap cemas, “Kau tidak mengenaliku?”
Rey tersenyum, senyum yang mampu meluluh lantakkan hati Wendy. “Aku tahu, kamu Wendy. Teman masa kecilku. Temanku yang dulu janji akan menikah denganku saat sudah besar nanti.” Wajah Wendy merona mendengar perkataan Rey. “Bagaimana kau bisa menemukanku?”

“Kau yang memberitahuku,” ujar Wendy. “Ha?” tanya Rey dengan bingung.

Ah, benar. Rey menemuinya di alam mimpi. Pria itu pasti tak mengingatnya.

“Ah, kau ingat dulu aku pernah berjanji untuk membantumu saat kamu mengalami kesulitan. Dan aku juga mengatakan kalau aku akan menemukanmu di mana pun kamu berada. Maaf, aku baru mengunjungimu sekarang. Aku mencintaimu Rey, dan kau adalah calon suamiku.” Rey tersenyum mendengar perkataan Wendy, “Aku juga mencintaimu,” Wendy pun memeluknya. Mereka berpelukan untuk beberapa saat sampai...

“Wen?”

“Ya,” jawab Wendy yang masih memeluknya.

“Aku tidak bisa bernafas.”

Mendengar hal itu Wendy segera melepaskan pelukannya. “Ah, maaf,” katanya Malu malu.

Mereka saling berpandangan dan tertawa bersama.

 

Selesai...

 

 

 

 

 

 

 

 

How do you feel about this chapter?

0 1 1 0 0 0
Submit A Comment
Comments (2)
Similar Tags
DocDetec
396      252     1     
Mystery
Bagi Arin Tarim, hidup hanya memiliki satu tujuan: menjadi seorang dokter. Identitas dirinya sepenuhnya terpaku pada mimpi itu. Namun, sebuah tragedi menghancurkan harapannya, membuatnya harus menerima kenyataan pahit bahwa cita-citanya tak lagi mungkin terwujud. Dunia Arin terasa runtuh, dan sebagai akibatnya, ia mengundurkan diri dari klub biologi dua minggu sebelum pameran penting penelitian y...
Hantu Perpustakaan Pusat
487      344     2     
Short Story
Jatuh cinta adalah agenda hidup yang memiliki giliran bahagia, sepi dan sedih. Kepergian merawat rindu,untuk apa? Terlalu jauh jika mencoba menyusulnya. Siapa yang menjamin pertemuan jika Habib nekat pergi?Apakah Gulita tetap bersamanya? Cinta dan pengorbanan harus sejalan, demi pertemuan.Haruskah Habib mengorbankan nyawa untuk mendapatkan cinta sejati bersama Gulita. Takdir menjawab ...
Yang Tak Kasat Mata
434      288     4     
Short Story
Kehidupan Lidia yang menjadi korban bullying disekolah berubah saat dipacari Kenzo yang ternyata hanyalah seorang playboy yang tidak berbeda jauh dengan teman-temanya yang lain. Sampai dia harus membuang perasaannya sendiri dan merelakan pacarnya itu bersama gadis lain. Meskipun sudah membenci Ken hal-hal aneh mulai terjadi saat Ken justru bertemu dengan orang baru yang justru hampir membuatnya m...
THE STORY OF THE RAIN, IT’S YOU
853      505     7     
Short Story
Setelah sepuluh tahun Mia pulang ke kampung halamannya untuk mengunjungi makam neneknya yang tidak dia hadiri beberapa waktu yang lalu, namun saat dia datang ke kampung halamannya beberapa kejadian aneh membuatnya bernostalgia dan menyadari bahwa dia mempunyai kelebihan untuk melihat kematian orang-orang.
IDENTITAS
704      480     3     
Short Story
Sosoknya sangat kuat, positif dan merupakan tipeku. Tapi, aku tak bisa membiarkannya masuk dan mengambilku. Aku masih tidak rela menjangkaunya dan membiarkan dirinya mengendalikanku.
PENGAGUM RAHASIA DARI KAMAR 111
462      342     3     
Short Story
Vayla tiba-tiba mendapat kiriman buket bunga dan cokelat dari seorang pengagum rahasia. Rupanya dia bukan sekedar pengagum rahasia biasa. Sebab dia mampu menuntun Vayla untuk melihat rahasia terbesar hidupnya. Rahasia tentang kisah hidupnya yang berakhir mengenaskan.
CATATAN DR JAMES BONUCINNI
3147      1023     2     
Mystery
"aku ingin menawarkan kerja sama denganmu." Saat itu Aku tidak mengerti sama sekali kemana arah pembicaraannya. "apa maksudmu?" "kau adalah pakar racun. Hampir semua racun di dunia ini kau ketahui." "lalu?" "apa kau mempunyai racun yang bisa membunuh dalam kurun waktu kurang dari 3 jam?" kemudian nada suaranya menjadi pelan tapi san...
CREED AND PREJUDICE
3285      1035     2     
Mystery
Banyak para siswa yang resah karena pencurian beruntun yang terjadi di kelas VII-A. Amar, sebagai salah satu siswa di kelas itu, merasa tertantang untuk menemukan pelaku dibalik pencurian itu. Berbagai praduga kian muncul. Pada akhirnya salah satu praduga muncul dan tanpa sadar Amar menjadikannya sebagai seorang tersangka.
The Secret
413      284     1     
Short Story
Aku senang bisa masuk ke asrama bintang, menyusul Dylan, dan menghabiskan waktu bersama di taman. Kupikir semua akan indah, namun kenyataannya lain. Tragedi bunuh diri seorang siswi mencurigai Dylan terlibat di dalam kasus tersebut. Kemudian Sarah, teman sekamarku, mengungkap sebuah rahasia besar Dylan. Aku dihadapkan oleh dua pilihan, membunuh kekasihku atau mengabaikan kematian para penghuni as...
THE DAY'S RAPSODY
10894      1429     8     
Mystery
Sebuah pembunuhan terjadi di sebuah tempat yang bisa dibilang tempat teraman di kota ini. Banyak barang bukti ditemukan. Namun, pelaku masih belum tertangkap.