02. KARANG YANG RETAK
Waktu berlalu cepat sekali, Kini sang ibu harus bekerja untuk membiayai kehidupan sehari-hari dan sekolah lonato. Kehidupan sekarang ini jauh sekali dari kata pas pasan dan sering kekurangan bahkan sesekali ibunya meminjam uang entah kepada siapa, karena sepengetahuannya tidak ada orang yang berkecukupan ditempat tinggalnya atau tempat kerjanya. Tidak hanya sang ibu yang kerap kali lonato lihat menangis, melainkan alanna yang juga yang masih belum bisa menerima pahitnya kenyataan. Sama seperti dirinya alanna juga sering ia pergoki memandangi lautan sembari menitikkan air mata mengingat masa-masa dimana ia bebas melakukan apapun dilautan. Tempat yang cukup tersembunyi dan tidak mudah ditemukan orang lain yaitu tempat dimana ayahnya menatap lautan karena ditempat itulah semuanya terlihat dengan sangat jelas dan bisa berkomunikasi dengan semua penduduk lautan.
Meski Lonato sering memergoki kakaknya namun ia masih belum bisa berani menyapa kakaknya, ditempat ini juga lonato kecil sering menghabiskan waktu bersama ayahnya, tempat tinggi yang berada disebuah tebing,lebih tepatnya di tengah tebing yang berongga mirip dengan lorong gua yang menembus ke arah laut. Ditempat itu pula sang ayah banyak bercerita kepadanya namun ia sudah tidak banyak mengingat lagi. Yang jelas dia hanya ingat untuk menjaga lautan dan semua ekosistem yang ada dibumi ini.
“Nato” panggil alanna yang masuk ke kamar lonato. “Apa kau melihat ibu, mengapa jam segini ibu belum pulang?”
“Aku tidak tahu kak, selepas pulang sekolah aku mengunjungi ibu namun ibu tidak ada ditempat mbah jerjer” jawab nato.
“Kau yakin tidak melihat ibu…?” alanna mencoba menyakinkan kembali.
Geleng nato.
“Baiklah… kakak akan pergi bertanya ke mbah jerjer, kau jaga rumah ya?” titah sang kakak.
“aku tidak mau sendirin kak dirumah. Aku ikut denganmu” nato merengek.
“Ayo kita pergi bersama”
Sembari memegang tongkat penopang alanna memapah kakinya yang mulai membiasakan diri dengan alat pembantu itu. lonato merasa senang ketika kakaknya menyapa dirinya, bisa dihitung berapa kali kakaknya mengeluarkan kata-kata untuknya begitupun dengan dirinya yang juga tidak berani menegur sapa kepada kakaknya, ia takut salah bicara. Hal seperti ini sangat dirindukan olehnya berbincang dan berjalan dengan sang kakak seperti dulu. Sekali –kali ia memperhatikan kakaknya yang benar-benar luar biasa dimatanya dari dulu hingga kini meski ia sudah tidak bisa lagi melihat kakana beratraksi di papan seluncur ataupun bermain dengan hewan laur yang menganggumkan sampai menakutkan. alanna terus melirikkan mataya ke arah nato yang sudah ia sadari jika sedari tadi adiknya terus memperhatikannya. Mereka tidak mengatakan sepatahkatapun, mereka hanya berjalan menyusuri jalan setapak menuju pasar dimana tempat Mbah Jer jer memperkerjakan ibunya.
Keadaan desa tempat ia tinggal sangatlah sunyi dimalam hari karena semua sibuk bekerja berburu ketengah laut, alanna yang melihat sang adik terus diam mengajaknya untuk berjalan melewati pantai karena pasti disana banyak turis dan orang lain yang sedang berpesta ria ataupun sekedar menikmati keindahan pantai dimalam hari.
“Bagaimana kalau kita jalan memutar melewati pantai” ujar alanna.
“Yang benar kak” nato sumeringah sekali kakaknya mengatakan hal itu. “Ayo kak…”
Yang ada dipikiran sang kakak memang benar, adiknya juga ternyata menyukai lautan sama seperti dirinya dan ayahnya, namun tidak pernah sekalipun nato ungkapkan itu kepada kakaknya, sama seperti dulu ketika masih ada ayah ataupun alanna yang mengajarinya diwaktu senggang, namun kepergian ayahnya merenggut keinginannya ditambah lagi kecelakaan kakaknya menambah kesedihannya, setahun sebelum alanna kecelakaan lonato tidak menunjukan sama sekali kecintaanya kepada lautan hanya sebatas belajar dan ingin bermain. Alannapun mulai sadar jika ia sudah lama tidak memperhatikan adiknya dan berlatih bersama lagi. Alanna tidak hanya merasa bersalah kepada dirinya dan ibunya tetapi kepada kehidupan adiknya yang tenggelam dengan keadaan sekarang ini dan peraturan sang ibu yang melarangnya menikmati keindahan lautan. Bahkan ia pun tidak pernah sekalipun bertanya mengenai kabar adiknya, tanpa disadari alanna menitikkan air matanya.
“Kak sudahlah kau jangan terus menangis. Apa kau masih belum puas menangis terus selama ini” ucap lonato yang ikut bersedih melihat kakaknya menangis didekatnya.
“Jadi kau mengetahui jika kakak sering menangis” alanna mengusap air matanya dan menenangkan dirinya. Padahal alanna merasa seharusnya itu tidak bisa disebut tangisan.
“Setiap kali aku melihat kakak, hal itu yang sering kakak lakukan” kata lonato yang terus menundukkan kepalanya tak sanggup dengan menatap wajah sang kakak.
“Maafkan kakak, karena kakak, kau tidak bisa lagi bermain bersama keinginanmu”kata alanna menunjuk lautan.
“Sudahlah kak,tidak masalah bagiku. Aku juga sudah lupa bagaimana caranya berenang. Yang terpenting kini aku harus terus belajar agar aku bisa menjadi penggganti ayah meski dengan cara yang berbeda” ujar lonato yang membuat alanna kembali menitikkan air mata mendengar ucapan adik kecilnya yang tidak terasa mulai beranjak besar. Raut wajah alanna membuatnya terpaksa berbohong.
“Jadi kau tahu juga jika selama ini kakak tidak pernah di izinkan menjadi jaselin”
“Hhhhmm…” angguk lonato.
“Jawaban yang keluar dari mulutmu itu seperti teka-teki mirip dengan ayah” kata alanna mengejutkan lonato yang tersenyum bahagia mendengar ucapannya. “Kalau ibu mengizinkankau mau kakak latih kembali”
Lonato sangat senang mendengar ucapan kakaknya meski ia harus sembunyikan wajahnya demi kebaikan kakak dan ibunya, “Tidak perlu kak, aku juga tidak ingin berenang kembali”
Lonato terus mengelak meski ia menginginkan hal itu, tapi ia tidak ingin mempersulit keadaan lagi. Ia tidak ingin membuat ibunya terus menangis karena khawatir jika ia harus kembali kelautan dan ia juga tiak ingin membuat kakkanya terpuruk karena harus terus mengingat siapa dirinya dulu. Tidak mungkin tidak ada yang mengetahui tentang alanna, semua orang masih mengenalnya dengan baik dan pastinya akan iba jika melihat kakaknya itu dan lonato tidak menginginkan pandangan menyedihkan itu dilihat oleh kakaknya.
Lonato sangat menikmati perbincangan dengan kakaknya itu, ia senang bukan kepalang karena ucapan kakaknya juga yang membuat semangatnya. Tapi ia sadar semua itu tiak akan merubah keadaan apapun atau justru akan bertambah sulit baginya.
Lonato dan alanna akhirnya sampai di tempat tujuan, dari kejauhan tempat kerja mbah jerjer sudah cukup sepi hanya tinggal beberapa orang saja, bahkan mereka juga tidak melihat keberadaan sang ibu disana.
“Permisi mbah…” Tanya alanna. “Apa ibu masih ada didalam?”
Mbah jerjer hanya terdiam, dahinya berkerut berpikir untuk menjawab pertanyaan dari alanna, pertanyaan yang mudah namun sangat sulit untuk dijawab olehnya.
“Sudah pulang ibumu, mungkin sekitar setengah jam yang lalu” jawab mbah jer jer memastikan pertanyaan itu.
“Baiklah mbah saya pergi dulu, mungkin kami berselisih jalan”
Alanna dan lonato pergi meninggalkan mbah jerjer, tampak terlihat khawatir dan ketakutan di wajah lonato melihat tingkah ibunya yang tidak biasanya. Lonato yang kasihan kepada ibunya bahkan diam-diam lonato berusaha seorang diri untuk mencari pundi pundi untuk membantu ibunya,sesekali sehabis pulang sekolah tanpa sepengetahuan ibu ataupun kakaknya. Ia sangat senang melakukan hal itu selain ia bisa mendapatkan uang ia juga bisa bermain bersama dengan temannya. Keadaannya sekarang benar-benar telah berubah 180 derajat, ibunya yang dulu sangat perhatian dan mengetahui apapun yang dilakukannya, namun kini ia tidak mengetahui apapun mengenai anak-anaknya karena terlalu sibuk dengan pekerjaan dari pagi sampai malam dan tidak ada waktu untuk kedua anaknya lagi.
Tidak hanya lonato, tersirat dengan jelas wajah alanna yang berusaha keras untuk menutupi kesedihannya dari adiknya karena belum bertemu sang ibu yang juga dikhawatirkannya. Kepala alanna terus berputar melihat kesekelilingnya, ia takut terjadi sesuatu pada ibunya. Tangis lonatopun pecah ia benar-benar ketakutan. Lonato melepas genggaman kakaknya dan berlari kesana kemari berusaha menangkap sosok ibunya di bola matanya, tapi keadaan disana sangatlah sepi tidak ada siapapun.
“Ibu…” ujar alanna mengarah ke dermaga melihat siluet yang semakin menjauh dari pandangannya.
Lonato yang mendengar ucapan kakaknya langusng menoleh kearah itu dan ia mencoba mengejar siluet sembari teriak memanggil namanya dan berharap sang ibu tidak melakukan apapun yang membuat hidupnya semakin tidak berguna. Lonato terus berlari secepat mungkin begitupun alanna yang berusaha mengejar penuh perjuangan karena ia harus menggunakan alat bantu. Alanna dan lonato sampai di sebuah dermaga dan yang dilihatnya memang benar itu adalah ibunya yang sekarang sudah tidak berjalan didermaga lagi tapi kini ia sedang berjalan menuju lautan dan entah apa yang sebenarnya ingin ia lakukan.
Di bibir dermaga alanna terus berteriak memanggil ibunya yang berjalan semakin jauh, alanna bingung karena ia mengetahui jika ibunya tidak bisa berenang, alanna semakin kesal dengan keadaan yang tidak mendukungnya, iapun percuma berteriak ataupun hanya menonton karena ia tidak berenang untuk menolong ibunya jika terjadi sesuatu. Lonato menangis terisak- isak melihat ibunya yang mulai lelah berjalan ditengah tekanan air laut.
“Kakak.. bagaimana ini? Apa yang sebenarnya ibu lakukan?” lonato menangis sejadinya.
“Kau tunggu disini, kakak akan meminta bantuan” ujar alanna yang kesal, iapun tidak bisa berjalan dengan cepat, ia sadar ia tidak mungkin bisa menyelamatkan ibunya jika ia tidak berlari dari dermaga ini, keadaan disini benar-benar sepi hanya sayup angin dan desiran air.
“Kakak…” teriak lonato yang melihat ibunya yang akhirnnya mengepakkan tangan hampir tenggelam.
Alanna yang baru berjalan beberapa langkah sudah tidak kuasa untuk melanjutkan lagi, ia kebingungan dan tidak tahu harus berbuat apa. Tidak ada waktu untuk memanggil warga, alannapun berusaha untuk berteriak untuk meminta bantuan namun yang membalasnya hanya suara lautan. Tidak tahan lagi lonato langsung menyebur berenang kearah ibunya yang kesulitan untuk menyelamatkan dirinya sendiri. melihat tingkah adiknya, alanna justru semakin ketakutan lagi, ia ketakutan dan berpikir yang macam-macam. namun ketika lonato kembali dengan ibunya, semua ucapan lonato sebelumnya terbantahkan. Alanna yakin jika adiknya memang mencintai lautan.
Alanna langsung menarik ibunya dan langsung memeluknya dengan tangis yang benar-benar pecah dikeheningan malam. Alanna menangis dan teriak karena ibu dan adiknya selamat. Sang ibu yang melihat tingkah kedua anaknya menjadi bingung karena ia tidak mengerti sebenarnya yang sedang terjadi, bahkan ia tidak sadar hampir tenggelam jika anaknya tidak datang mencarinya.
“Kalian ada apa?” sang ibupun ikut menangis karena melihat mata kedua anaknya yang merah dan hampir membengkak.
“Apa yang sebenarnya ibu lakukan, kau membuatku takut bu?” lonato menangis dan tubuhnya gemetar karena menggigil ketakutan dan kedinginan.
“Bu sudah cukup aku kehilangan. Aku tidak ingin kehilangan ibu lagi?” ujar alanna yang memeluk sang ibu sangat erat.
“Ada apa dengan anak-anak ibu? Ibu bukannya ingin melakukan hal yang aneh. Ibu tadi seperti melihat syal milik ayahmu” sang ibu tertunduk.
“Tapi aku tetap membenci ibu. Ibu tahu, ibu tidak bisa berenang. Kalaupun memang benar itu syal ayah, ibu tidak seharusnya kesana mengambilnya. Bukankah ibu juga tahu jika ayah…” lonato menghentikan ucapannya dan berlari menembus angin malam yang menusuk kulit.
@renicaryadi ya bukannnn tpi untunglah mikirnya lebih baik monster... Bukan putri duyung... Hahahha kbnyakan orng mikir ya putri duyung
Comment on chapter 01. BUAIAN SELIMUT BIRU