Loading...
Logo TinLit
Read Story - Soulless...
MENU
About Us  

"Nara, inget pesan kakak..."

"Main boleh tapi harus pulang dulu ganti baju dan makan siang..." kami mengucapkannya bersamaan. Aku menatap kakakku jengkel. Ini sudah hampir pertengahan semester dan kakakku tak hentinya mengingatkan masalah ini. Ia lebih cerewet daripada orang tuaku sendiri.

"Kak Seta, please..." kakakku hanya nyengir dan mengacak puncak kepalaku pelan. Mau tak mau aku memegangi poniku yang bisa berantakan, membuatku mengeluh lagi, "aku udah gede, kakak!"

"Biasanya kalau ada yang merengek udah gede itu justru lagaknya aja yang gede, tapi aslinya masih... cengeng!" Kak Seta membuka sabuk pengamanku dan mengambil tasku dari kursi belakang mobilnya, "nih masuk sana! Kakak bisa telat nanti gara-gara kamu!"

"Ih kok nyalahin Nara sih!" aku merebut tasku dengan cepat, "pates kakak nggak punya pacar, kakak bawel!" aku menutup pintu mobil dengan cukup keras. Kak Nara menurunkan kacanya dan berteriak dari dalam.

"Awas aja kalau kamu punya pacar tapi nggak bilang sama kakak!" 

"Jangan teriak-teriak! Malu-maluin!" aku melambaikan tanganku, mencoba mengusirnya.

"Belajar yang rajin Sayang..." Kak Seta melambaikan tangannya dan mobil merah itu mulai meninggalkan halaman sekolah. Aku menoleh ke kanan dan ke kiri, mencoba untuk mencari petunjuk apa ada saksi mata dari kejadian ini. Dan benar saja.

"Itu tadi pacar lo?" Giani, sahabat sebangku ku mulai mengutuki dengan pertanyaan.

"Bukan, dia kakak gue!" aku melangkah masuk ke dalam sekolah. Ia berusaha menjajari langkahku yang sengaja kubuat lebar-lebar.

"Kakak lo? Buat gue boleh nggak?" mata Giani melebar, imut sekali sebenarnya kalau seandainya yang dibicarakan bukan tentang Kak Seta. Aku sadar dan mengakui kalau kakakku itu termasuk kategori kaum adam yang menarik perhatian. Dia bisa di bilang cakep dan tubuhnya yang tinggi sempurna melengkapi penampilannya.

"Nggak boleh, dia udah bawelnya minta ampun, nggak perlu ditambah elo..." aku membuka pintu kelas dan masuk ke dalam, membuat Giani tersingkir dan mau tidak mau hanya bisa mengekoriku dari belakang.

"Ya elah elo pelit deh..."

"Gue nggak pelit, ini demi kesehatan telinga dan hati gue. Lo nggak mau kan gue sakit karena mendengar ocehan kalian berdua setiap hari?" aku meletakkan tasku di kursi paling belakang, dekat jendela yang paling besar.

"Lo khawatirnya kebangetan deh..." Giani ikut meletakkan tasnya dan mengamati jam tangannya. Masih pagi, setengah jam lagi bel baru berbunyi. Ia tiba-tiba nyengir dan menoleh ke arahku, "ke lapangan yok. Kita one on one, kalau gue menang lo kasih nomor kakak lo, kalau lo kalah lo traktir makan siang!"

"Lo pikir gue tuli apa? Itu sih enak di elo semua!" aku menatap sahabatku ini gemas. Bisa aja ngaconya. Tapi seorang Kinara tidak pernah menolak tantangan, hanya nggak setuju aja dengan peraturan menang kalah itu. Aku sudah berdiri dan meraih bola basket yang ada di belakang kelas. Bola basket yang aku beli patungan dengan si Giani.

"Oke peraturannya, kalau gue menang lo traktir makan siang kalau gue kalah lo traktir makan siang", aku mulai mendrible bola basket berwarna hitam itu. Ia menari dengan anggun di tanganku.

"Lo nggak bisa mengelabuhi gue, pokoknya yang kalah tetep banyarin yang menang..." Giani sudah menghadangku tepat di depan ring sebelum aku menembak bolanya.

"Deal!" aku mulai menerobos pertahanannya dan memasukkan poin pertama. Aku sengaja mundur dua langkah dan berdiri di luar garis tri-point dan tanpa menunggu, aku membidiknya. Bluss, bola masuk dengan mulus! Yess. Aku mengangkat tangan, merayakan kemenangan.

"Jangan seneng dulu!" Giani sudah siap menyerang dari samping, ia bersiap melakukan lay up dan tubuhnya yang lebih tinggi dariku membuatku kalan jump. Ah, dia juga berhasil mencetak angka. Pagi itu, tanpa kami sadari beberapa siswa mulai memperhatikan pertandingan kami dari pinggir lapangan sambil berjemur dibawah sinar mentari pagi.

"Gue yang menang!" aku berteriak saat melemparkan bola, lagi-lagi dari wilayah tiga angka. Namun bidikanku meleset beberapa centi. Bola itu mengenai pinggirang ring dan memantul dengan kekuatan sebanding dengan gaya lemparnya. Mempraktekkan hukum fisika yang ditambah dengan gaya grafitasi, membuat bola itu bergerak turun dan memilih targetnya.

"Oh God!" aku berteriak diikuti oleh beberapa orang yang juga menjadi saksi peristiwa pagi itu. Aku berlari menghampirinya. Aku sempat melirik badge di tangan kirinya, sial dia kakak kelas duabelas. Aku menelan ludahku, "Kakak nggak papa?"

"Yang  jelas, gue basah..." ia memperhatikan seragamnya yang sekarang berwarna merah karena tertumpah minuman bersoda. Ia baru saja membuka tutup botol minumnya saat bola itu tiba-tiba mengacaukan paginya.

"Kok pagi-pagi minum soda sih! Nggak baik makannya..." aku menggigit bibir bawahku, menyadari kesalahanku.

"Malah jadi elo yang ngomel, gue korbannya nih di sini", ia menyodorkan minumnya kepadaku, "daripada elo, perbuatan baik lo pagi-pagi udah mencelakakan orang lain."

"Ra..." Giani menyentil bahuku pelan, "gimana?"

Aku hanya menggeleng pelan dan menatap laki-laki yang masih sibuk mengibas-ibaskan seragamnya agar cepat kering.

"Maafkan aku kak..." aku menunggu, hingga akhirnya bel masuk berbunyi.

"Lo temani gue ke BK saat ini juga..." orang itu mendahuluilku. Aku gelagapan dan cepat-cepat memberikan bola basket ke Giani. "Lo tunggu di kelas aja, biar gue yang tanggungjawab...."

"Tapi Ra..."

"Nggak papa, bilang sama Pak Kholis kalau gue di ruang BK!" aku berlari dan mengikuti laki-laki itu tepat tiga langkah di belakangnya. Aku menunduk saat ia melewati lorong kelas dua belas. Jujur ini adalah lorong yang jarang sekali digunakan anak-anak kelas sepuluh atau kelas sebelas. Aku gugup saat beberapa kakak kelas sempat menyapa laki-laki itu. Ikut penasaran.

"Bian! Ada apa denganmu!" Bu Tata langsung saja berteriak melihat anak didiknya masuk dengan kondisi seperti itu. Ingat, bajunya yang putih itu sudah berwarna merah, karena minuman soda itu.

"Ini salah saya Bu", aku langsung mengaku saat Bu Tata beralih menatapku.

"Ada baju ganti Bu?" tanyanya sambil duduk di salah satu kursi BK.

"Sebentar..." Bu Tata mulai sibuk membuka lemari di pojokan ruangan. Ruang BK ini menyimpan baju cadangan untuk siswanya. baju-baju itu berasal dari sumbangan kakak angkatan yang sudah lulus. Ini untuk menganggulangi kejadian seperti ini, "ada apa sih ini?"

"Tadi gadis kecil ini bermain basket dan bolanya mengenai minuman saya, Bu. Saya terpaksa mandi darah..." jelasnya.

"Hush ngawur aja kamu..." Bu Tata sudah kembali dan membawa dua buah baju, "ini yang paling gede, kamu coba dulu di sana. Kamu, duduk sini, siapa namamu? Ibu belum apal kelas sepuluh..."

"Kinara Bu, Kinara Sali Baswara..." aku duduk di kursi yang di sediakan untuk anak-anak saat bimbingan konseling.

"Saudaranya Seta?" aku hanya mengangguk pelan menjawab pertanyaan Bu Tata. Kak Seta dulu juga sekolah di sini dan baru lulus dua tahun lalu. Jadi wajar kalau guru-guru masih ingat padanya. Apalagi Kak Seta sempat menjadi ketua Osis di sini.

"Lo adiknya Kak Seta?" yang terkejut justru laki-laki yang sedang mengganti bajunya. Ia membuka tirai yang awalnya menutupi dirinya. Aku sontak tertawa melihatnya.

"Oh, kekecilan!" Bu Tata yang menepuk dahinya, baju itu terlalu pendek untuk bisa di masukkan ke celananya. Membuatnya sangat ketat di tubuhnya yang tinggi itu.

"Yang ini panjangnya oke, tapi bahunya nggak muat Bu..." ia melepas bajunya dengan asal, membuatku mengalihkan pandangan. Walau ia memakai kaus tanpa lengan tetap saja membuatku tak berani menatapnya.

"Ya udah kamu beli yang baru aja, ibu bikinkan surat ijin keluar Bian..." Bu Tata kembali ke tempat duduknya.

"Dia juga Bu, dia yang harus beliin saya baju!" Bu Tata menilikku dari balik kacamatanya. Saat aku mengangguk pasrah Bu Tata mengiyakan permintaan itu.

"Ke kelas gue dulu gih, ambillin jaket sama tas gue..." aku melongo  tak percaya.

"A..a..a..ku kak? Ta..tapi kan kelas du..duabelas..." tanpa aku sadari aku tergagap. Membayangkan masuk ke kelas dua belas saja membuatku mulas.

"Lo nggak lihat gue telanjang gini?"

"Bian..." Bu Tata menegurnya, "Nih, Kinara. Kamu sekalian berikan ini ke kelas Bian lalu ke kelasmu juga. Biar Bian tunggu di sini..." aku tambah melongo tak percaya. Bukannya membelaku, beliau justru menyetujui ide laki-laki itu. Aku sudah tidak bisa mengelak lagi.

"Nama gue Fabian Galih..." aku menelan ludah sambil mengangguk tak berdaya. Siap-siap memotong urat malu ku di kelas dua belas.

Oh God, please hlep me...

 

Bersambung...

 

Catatan:

One on one adalah permainan basket dimana hanya dimainkan dua orang. Satu lawan satu.

drible : menggiring bola basket

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (7)
  • aiana

    @yurriansan saat baca ini, jadi mikir jangan2 yang buat naskah kemarin itu. semangat ya, semoga bisa baca hardcopynya

    Comment on chapter Hi!
  • eR

    @aiana ok a will visite. Your story really nice :)

    Comment on chapter Hi!
  • aiana

    @eR iya, ini ceritanya seperti itu. bisa baca yang sebelumnya dulu R, https://tinlit.com/story_info/3687

    Comment on chapter Hi!
  • eR

    siscom? kakak impian dah. saya cemburu 😫

    Comment on chapter Mendadak Terkenal
  • yurriansan

    @aianawah kren2, lanjutkan. aku juga udah bkin sekuel rahasia (toni) yg kdua lbh fokus k prima. tp blm bsa publish k sni, krna msh d pke lomba nskhnya. (konon ktnya ini msh sdh juga) :D
    smagat nulisnya...

    Comment on chapter Hi!
  • aiana

    @yurriansan iya, ini kisah pas dia lebih mudaan. niatnya lebih ceria :D

    Comment on chapter Hi!
  • yurriansan

    Oh ini, sekuel 27 th syndrome ya?

    Comment on chapter Hi!
Similar Tags
Memorieji
7625      1611     3     
Romance
Bagi siapapun yang membaca ini. Ketahuilah bahwa ada rasa yang selama ini tak terungkap, banyak rindu yang tak berhasil pulang, beribu kalimat kebohongan terlontar hanya untuk menutupi kebenaran, hanya karena dia yang jadi tujuan utama sudah menutup mata, berlari kencang tanpa pernah menoleh ke belakang. Terkadang cinta memang tak berpihak dan untuk mengakhirinya, tulisan ini yang akan menjadi pe...
Hamufield
30225      3357     13     
Fantasy
Kim Junsu: seorang pecundang, tidak memiliki teman, dan membenci hidupnya di dunia 'nyata', diam-diam memiliki kehidupan di dalam mimpinya setiap malam; di mana Junsu berubah menjadi seorang yang populer dan memiliki kehidupan yang sempurna. Shim Changmin adalah satu-satunya yang membuat kehidupan Junsu di dunia nyata berangsur membaik, tetapi Changmin juga yang membuat kehidupannya di dunia ...
After Feeling
5810      1876     1     
Romance
Kanaya stres berat. Kehidupannya kacau gara-gara utang mantan ayah tirinya dan pinjaman online. Suatu malam, dia memutuskan untuk bunuh diri. Uang yang baru saja ia pinjam malah lenyap karena sebuah aplikasi penipuan. Saat dia sibuk berkutat dengan pikirannya, seorang pemuda misterius, Vincent Agnito tiba-tiba muncul, terlebih dia menggenggam sebilah pisau di tangannya lalu berkata ingin membunuh...
Konfigurasi Hati
435      304     4     
Inspirational
Islamia hidup dalam dunia deret angka—rapi, logis, dan selalu peringkat satu. Namun kehadiran Zaryn, siswa pindahan santai yang justru menyalip semua prestasinya membuat dunia Islamia jungkir balik. Di antara tekanan, cemburu, dan ketertarikan yang tak bisa dijelaskan, Islamia belajar bahwa hidup tak bisa diselesaikan hanya dengan logika—karena hati pun punya rumusnya sendiri.
Praha
300      183     1     
Short Story
Praha lahir di antara badai dan di sepertiga malam. Malam itu saat dingin menelusup ke tengkuk orang-orang di jalan-jalan sepi, termasuk bapak dan terutama ibunya yang mengejan, Praha lahir di rumah sakit kecil tengah hutan, supranatural, dan misteri.
My Andrean
10962      1911     2     
Romance
Andita si perempuan jutek harus berpacaran dengan Andrean, si lelaki dingin yang cuek. Mereka berdua terjebak dalam cinta yang bermula karena persahabatan. Sifat mereka berdua yang unik mengantarkan pada jalan percintaan yang tidak mudah. Banyak sekali rintangan dalam perjalanan cinta keduanya, hingga Andita harus dihadapkan oleh permasalahan antara memilih untuk putus atau tidak. Bagaimana kisah...
Fighting!
558      390     0     
Short Story
Kelas X IPA 3 merupakan swbuah kelas yang daftar siswanya paling banyak tidak mencapai kkm dalam mata pelajaran biologi. Oleh karena itu, guru bidang biologi mereka memberikan tantangan pada mereka supaya bisa memenuhi kkm. Mereka semua saling bekerja-sama satu sama lain agar bisa mengenapi kkm.
Hujan Paling Jujur di Matamu
8494      1955     1     
Romance
Rumah tangga Yudis dan Ratri diguncang prahara. Ternyata Ratri sudah hamil tiga bulan lebih. Padahal usia pernikahan mereka baru satu bulan. Yudis tak mampu berbuat apa-apa, dia takut jika ibunya tahu, penyakit jantungnya kambuh dan akan menjadi masalah. Meski pernikahan itu sebuah perjodohan, Ratri berusaha menjalankan tugasnya sebagai istri dengan baik dan tulus mencintai Yudis. Namun, Yudis...
A Man behind the Whistle
1476      655     2     
Action
Apa harga yang harus kau tukarkan untuk sebuah kebenaran? Bagi Hans, kepercayaan merupakan satu-satunya jalan untuk menemukannya. Broadway telah mendidiknya menjadi the great shadow executant, tentu dengan nyanyian merdu nan membisik dari para Whistles. Organisasi sekaligus keluarga yang harus Hans habisi. Ia akan menghentak masa lalu, ia akan menemukan jati dirinya!
Army of Angels: The Dark Side
34551      5976     25     
Fantasy
Genre : Adventure, Romance, Fantasy, War, kingdom, action, magic. ~Sinopsis ~ Takdir. Sebuah kata yang menyiratkan sesuatu yang sudah ditentukan. Namun, apa yang sebenarnya kata ''Takdir'' itu inginkan denganku? Karir militer yang telah susah payah ku rajut sepotong demi sepotong hancur karena sebuah takdir bernama "kematian" Dikehidupan keduaku pun takdir kembali mempermai...