Jangan salahkan sesuatu yang terlanjur pergi.
Tapi, Salahkan dirimu yang tak mengerti cara bersyukur.
~Alquiretta Tunggadewi
Gadis itu mengulum halus saliva yang tertohok di perbatasan kerongkongan. Desiran angin menghujam, menusuk paru-paru. Satu lagi matahari dengan sinar emas membias dalam cerahnya, namun tidak secerah suasana hati yang bercampur aduk dengan emosi. Memorinya berputar layaknya kaset rusak. Ia ingat betul bagaimana sebuah kalimat singkat bisa mengakhiri hubungan mereka dengan mudah, ia juga mengingat ikrar yang mereka sumpahkan ingkar secepat ini.
Alquiretta namanya, atau juga bisa tersapa Retta. Kali ini dirinya tidak ingin di hianati berkali -kali. Air mata itu tidak boleh begitu saja jatuh untuk hal sepele. Bersamaan dengan kaki tegap yang mengajak berdiri, dia berjanji akan melupakan segalanya tentang Arsa dan tentang kenangan lelaki itu yang menghias hidupnya di masa lalu.
***
Dengan langkah kaki kecilnya Retta memasuki ruangan yang di dinding luarnya terpampang tulisan 11 IPS 2, matanya terus menatap ke depan ia tidak mau menjumpai penghianat yang juga menempati kelas yang sama dengan dirinya, namun tetap saja, kemana pun ia mengedarkan pandangan jatuhnya tetap pada lelaki Itu. Untung saja Retta mempunyai keahlian berpura-pura tak peduli, dengan keahlian itu pula ia menyamar menjadi gadis acuh.
“Retta, kenapa putus?"
"Kenapa putus Ret?"
"Gak nyesel Ret?"
"Kok bisa putus Ret" baru saja sampai diambang pintu, teman temanya sudah menjelma menjadi Dorra The Explorer lengkap dengan segudang pertanyaan yang mungkin hanya memiliki satu jawaban.
“suka-suka gue, lagian buat apa mertahanin cowok sebangs*t dia” sarkas Retta seraya meletakkan tas polkadot miliknya
BRAKKK!!!
“berhenti mojokin gue, gue udah coba jelasin tapi mungkin telinga lo tuli buat dengerin penjelasan gue.” kalimat Retta sukses membuat Arsa yang sedari tadi menempati bangku di depan nya menjadi muak, ia juga perlu membela diri.
“lo nyalahin gue karena kesalahan yang lo ciptain dengan hati busuk lo itu? iya?, pake rok sana lo gak pantes buat jadi laki-laki.” ucap Retta dengan senyum sinis yang meruncing di bibir mungilnya.
“makasih, gue emang cowok gak berguna” pasrah Arsa.
“bagus kalo lo nyadar” Retta tetap bersikukuh dengan rasa bencinya, apapun caranya Retta harus bisa membuat lelaki itu merasakan apa yang ia rasakan.
“tapi Yang Perlu lo inget seburuk apapun gue, gue pernah bikin lo bahagia” perkataan Arsa berhasil membuat Retta terbungkam, apa yang diucapkan Arsa memang sangat benar.
Retta gagal mengerti dengan perasaan nya yang labil. Di satu sisi ia percaya bahwa perpisahan adalah cara paling makbul untuk menyirnakan ngilu di hatiya, tapi di satu sisi ia masih tidak yakin bahwa Arsa melakukan itu secara tak beralasan.
Lamunan Retta berhasil lenyap ketika seorang pria berkacamata memasuki kelas tersebut, pak tatang namanya, beliau sangat terkenal sebagai guru paling sulit dimengerti, terkadang bisa sebaik malaikat tapi juga bisa mendadak menjadi syaiton, mata pelajaran yang dipegangnya adalah Matematika, sekaligus merangkap menjadi wali kelas 11 IPS 2.
"Siang anak-anak ayah" sapa nya yang membuat seluruh siswa di kelas itu jijik
"Pagi keles ayahh " saut Rifki sambil mengerucutkan bibir seksi nya
"Kamu salah makan ya Riff?" Ucap Hazzel ringan, walau sebenanya dirinya sendiri juga memiliki tingkah seperti Rifki yang cenderung tidak mau diam, tapi Hazzel sadar ia masih berwujud waras.
"Sudah-sudah kelas kok rame mulu, kalian tau nilai ulangan harian kalian?" Pertanyaan pak Tatang membuat mereka bergidik ngeri, bulu kuduk sudah terlebih dahulu berdiri mereka yakin pasti hanya 5 dari 3786 Murid SMAN 4 Global yang tuntas mata pelajaran Pak Tatang, tentu saja salah satunya adalah Retta.
"Nilai tidak pada naik malah amblek semua" sambung pak Tatang gemas. Guru itu membagikan naskah hasil ulangan mereka tak kurang dari 30 detik.
"Ah,sial" Retta mendesah pelan, nilainya turun drastis dari yang semula 98 dan sekarang hanya 97,99. Dirinya benar-benar benci dengan semua ini, ingin rasanya berubah menjadi Jennie sambil menyanyikan lagu Solo. Buru-buru kertas yang sengaja di lusuhkan itu ia masukkan kedalam kolong meja, tanpa sengaja tanganya menemukan selembar binder berwarna polkadot tepat seperti warna yang ia sukai.
Tettt tettt, bel berbunyi 2 kali seluruh penghuni kelas sudah menghambur ke kantin tapi berbeda dengan Retta ia lebih penasaran dengan isi surat tersebur ketimbang jajanan yang dijual mbak Caca di kantin.
Dear Alquiretta
Ret, gue mohon jangan pernah benci gue karena menyesal.
Mungkin, Jika suatu saat hubungan kita terajut kembali maka gue bisa sebut ini takdir.
Tapi, jika tidak, gue mohon sekali lagi jangan rusak citra persahabatan kita karena hal konyol ini.Gue sayang lo Retta, dan akan selamanya seperti itu, entah dalam wujud kekasih,sahabat,bahkan musuh lo.
Tertanda:Arsa L.A
Begitu isi lengkap surat tanpa amplop tersebut.
Retta menggaruk kepalanya yang sama sekali tidak gatal, ini kedua kalinya otak jenius Retta dibuat gagal bekerja dengan benar. Sebenarnya apa yang Arsa inginkan? Apa belum puas dirinya melukai hati kecil Retta? Atau mungkin ia berniat melukai jantungnya juga? Lambungnya? Pankreasnya? Usus kecilnya?
"Harus gue samperin sekarang, daripada mati canggung!" Ucap retta dalam hati, detik itu juga Retta beranjak mencari keberadaan Arsa.