Read More >>"> Vampire Chain (01. The Leftover) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Vampire Chain
MENU
About Us  

       "Apapun itu, Arienna, aku tidak ingin kau terlalu dekat dengannya." Tidak diperbolehkan dekat seorang putra mahkota. Itu adalah pernyataan yang amat mengejutkan yang aku dengar dari mulut seorang Duke yang bekerja untuk kerajaan. 

Alexandre Van Devincius. Atau, lebih tepatnya Alexander Riel Dei Layn Van Devincius, mengingat dirinya yang telah menjalani Coming Age Ceremony. Bagi siapapun yang mendengar nama itu pasti langsung memekik kagum. Putra mahkota, pangeran pertama yang terlahir dari sang ratu. Sedari lahir telah diberkahi oleh berbagai macam keunggulan. Seingatku, putra mahkota itu seumuran denganku.

       "Tapi, kenapa aku tidak boleh berdekatan dengannya?" tanyaku menatap Duke Rainsword. 

       "Aku harap kau tidak lupa siapa yang telah menghabisi semua keluargamu." 

Deg. Benar, aku hampir saja melewatkan hal itu. Keluarga kerajaan yang telah menghabisi keluargaku. Mereka-

       "Tapi, tuan muda itu masih seumuran dengan kami, kan? Mana mungkin anak berumur tiga tahun paham mengenai pembantaian yang terjadi lima belas tahun yang lalu itu," ujar Adrian menentang ucapan ayahnya. 

Duke Rainsword menarik nafas panjang dan kemudian menunjukku sambil berkata, "Lalu, bukti hidup yang saat ini berada disampingmu itu apa, putraku? Kau pikir, Arienna melihat sendiri 'kepala' keluarganya terpenggal dan dirinya bisa mengatakan kalau keluarganya tengah bermain-main didepannya?" Mendengar pertanyaan itu, Adrian langsung membisu dan kehabisan kata-kata untuk melawan ayahnya. 

       "Aku tidak 'sepolos' itu, bahkan anak-anak sepertiku sadar kalau keluarga Berthold telah dibantai habis pada malam itu."

       "Sekalipun Arienna adalah seorang pewaris keluarga Berthold, itu tidak mengartikan bahwa dirinya harus 'mengabdi' pada kerajaan seperti kita, Adrian. Duke Berthold sudah lama memutuskan kerjasama mereka dengan keluarga kerajaan secara penuh. Keberadaan mereka dikerajaan ini tidak lain hanya untuk melakukan 'pekerjaan' mereka," jelas Duke menjelaskan secara tersirat alasanku untuk tidak perlu mendekati Putra Mahkota.

Benar, Papa dan Kakek sudah lama tidak melakukan laporan pada keluarga kerajaan. Entah apa alasan mereka melakukan itu. Namun, keluarga kerajaan juga tidak pernah memerintahkan mereka untuk melakukan laporan. Padahal, keluarga Berthold adalah keluarga Duke. Namun, kami sama sekali tidak melakukan pengabdian seperti yang dilakukan oleh keluarga Rainsword. 

       "Karena itu, setelah Arienna lulus dari akademi ini, aku harus mulai memikirkan untuk mencarikanmu pendamping yang siap untuk menemanimu mengurus keluarga ini." Setelah menyelesaikan ucapannya, Duke Rainsword mendengus panjang kemudian berkata, "Hah... kenapa aku harus mengorbankan putri kecilku pada laki-laki yang bahkan aku belum ketahui. Sejak Adrian lahir sebagai laki-laki, aku selalu memimpikan punya anak perempuan. Tapi, Yang Maha Kuasa malah melarangku untuk memiliki anak perempuan dari darahku sendiri." 

Nyonya Rainsword-- ibu dari Adrian sudah tiada setelah beliau melahirkan Adrian. Dan semenjak itu, Duke Rainsword juga kehilangan minatnya untuk mencari pasangan baru yang membuatnya terus menduda hingga umurnya telah memasuki kepala empat saat ini. Dan, sesuai yang dia katakan, Duke Rainsword telah menganggap keberadaanku sebagai putrinya sendiri. 

       "Duke, Anda terlihat sangat menggelikan," keluh Adrian melihat tingkah ayahnya sendiri. 

Baiklah, pembicaraan kami sudah melenceng. "Daripada itu, kenapa seorang putra mahkota bisa berada ditempat ini?" tanyaku kembali pada titik pembicaraan.

       "Ah... kalian memang ingin tahu alasan itu, ya." Duke Rainsword membisu sambil melipat kedua tangannya didepan dada dan berdehem panjang. "Pertama-tama aku akan menanyakan satu hal pada kalian. Bagaimana menurut kalian isi kepala para anggota keluarga kerajaan itu?" 

       "Bodoh," jawab Adrian tanpa rasa ragu sedikitpun. 

       "Tidak ada komentar," lanjutku setelah mendengar jawaban mengejutkan dari Adrian.

       "Itu dia," sahut Duke Rainsword sambil menunjuk tegas Adrian. "Mereka bodoh. Tiba-tiba saja ada ide gila yang ingin mereka jalankan. Lalu, aku sebagai 'bawahan' harus mendengar ide gila itu dan menjalankannya." 

Adrian yang mendengar penjelasan ayahnya langsung menutup rapat mulutnya, anak ini, dia masih bisa tertawa saat mendengar sindiran itu.

       "Hah... lalu, kenapa Anda yang merupakan 'bawahan' itu malah menjelek-jelek mereka, Duke?" tanyaku balik.

       "Kenapa? Aku rasa jawabanku yang tadi sudah cukup untuk menjelaskan alasanku menjelek-jelekkan mereka. Terutama tuan muda yang beberapa hari yang lalu mengundangku untuk bertemu secara pribadi dengannya dan kemudian mengajukan 'perintah' untuk membiarkan dirinya bisa belajar di akademi ini."

Seorang putra mahkota menginginkan dirinya untuk bisa belajar di akademi khusus bangsawan ini? Jelas ini aneh. Para anggota keluarga kerajaan memiliki pengajar pribadi masing-masing. Yang mereka pelajari sangat berbeda jauh dari apa yang bangsawan pelajari. Tapi, seorang pangeran bahkan putra mahkota tiba-tiba ingin belajar ditempat ini? Apa yang ada dalam pikirannya?

       "Tanpa harus aku jelaskan, kalian sudah mengerti, kan?"

       "Lalu, apa alasan dia ingin belajar disini?" tanya Adrian 'memasuki' sisi seriusnya. 

       "... Tidak ada alasan khusus. Sederhananya, dia hanya ingin belajar disini."

       "La--"

Tok tok tok. Disaat seperti ini malah ada gangguan tidak terduga. 

       "Baiklah, pembicaraan ini akan kita lanjutkan lain kali. Kalian bisa kembali ke kelas kalian," ujar Duke Rainsword bangkit dari tempatnya duduk dan membukakan pintu keluar untuk kami. Dibalik pintu itu, dua orang Royal Guard tengah berdiri sambil menatap datar kami.

       "Oh ya, ada apa kedatangan Tuan kemari?" tanya Duke Rainsword langsung mendorong kami keluar dan membawa masuk tamu barunya. 

       "Dua orang tadi, pengawal Putra Mahkota itu, kan?" tanya Adrian setelah kami berjalan menjauh dari ruangan kepala akademi. Aku mengangguk singkat menjawab pertanyaan itu. 

       "Ternyata kalian ada disini!" sahut seorang siswi yang menghentikan langkah kami. 

       "Aku sudah lelah mencari kalian!" 

       "Anna?"

Seorang gadis dengan rambut panjang berwarna kecoklatan dan sepasang manik biru berjalan terburu-buru mendekati kami. Namanya adalah Anna Livia Vincent, putri tunggal dari Earl Vincent sekaligus pewaris tunggal dari keluarga Vincent. Aku mengenal gadis dengan karakter yang sangat feminim namun enerjik ini sejak memasuki akademi. Anna adalah satu-satunya siswi yang dekat denganku. Sekalipun tidak mengetahui asal-usul keluargaku, Anna tetap memperlakukanku sebagai teman baiknya. 

       "Ada apa mencari kami?" tanya Adrian melihat Anna mendekat. 

       "Hah? Tuan Muda Putra Mahkota mencari kalian. Beliau ingin berkenalan langsung dengan kalian dan mengajak kalian untuk berkumpul bersama dalam pesta minum teh miliknya di taman akademi sore ini." 

       "Dengan kami? Bukan dengan Adrian saja?" tanyaku heran. Yang memiliki pangkat tertinggi disini adalah Adrian. Sementara, statusku adalah tidak diketahui oleh siapapun selain keluarga Rainsword. 

       "Aku le-"

       "Aku lewat, kau bisa pergi dengan Adrian," tegasku sebelum Adrian menyelesaikan ucapannya. 

       "Hah? Arienna, kau-"

Aku tidak boleh terlalu dekat dengan putra mahkota. Ditambah lagi, dengan kondisi rahasiaku sudah terbongkar oleh putra mahkota itu sendiri, jelas pertemuan itu akan membuatku berada dalam masalah baru yang tidak bisa aku perkirakan. 

       "Eh? Kenapa? Arienna ikutlah juga."

       "Ah... aku merasa tidak enak badan sekarang. Aku akan pergi keruang kesehatan. Kalian bisa pergi," jawabku kemudian lanjut berjalan meninggalkan Anna berdua dengan Adrian. 

Langkahku terus bergerak menelusuri lorong panjang akademi. Ditengah jalan, aku tidak sengaja bertemu dengan Claus yang tengah berdiri tegak dan bermenung memikirkan sesuatu. 

       "Claus?"

       "Hm? Nona Muda, kenapa Anda disini?"

       "Ah... terjadi beberapa hal."

Aku pun menceritakan hal yang terjadi seharian ini dikelas. Claus yang mendengar itu langsung menatapku khawatir. 

       "Apa dia tidak melakukan apapun pada Anda?" 

       "Hm? Tidak ada, kami hanya bertemu sewaktu pagi saja. Duke Rainsword menyuruhku untuk tidak dekat-dekat dengan Putra Mahkota, jadi, aku tidak ikut dengan acara minum teh yang dibuatnya."

       "Begitu."

       "Memang kenapa, Claus?" Alih-alih menjawab pertanyaanku, Claus hanya membisu dan mengalihkan pembicaraan, "Kalau begitu, bagaimana kalau saya menemani Anda? Tidak nyaman jika harus berjalan sendirian seperti ini, kan?"

Benar juga, aku tidak mau mengambil resiko bertemu dengan Royal Guard ataupun Putra Mahkota sendirian. Jika Claus ada disisiku, mungkin dia bisa melakukan satu atau dua hal padaku saat menghadapi situasi itu. Akupun mengangguk singkat memberikan persetujuan pada Claus. 

       "Kau tahu alasan Putra Mahkota datang ketempat ini?" tanyaku sambil berjalan diiringi oleh Claus. 

       "Hm... musim kawin?" jawab Claus tanpa rasa ragu sedikitpun. Biarpun itu adalah jawaban yang jujur, pemilihan katanya sangat tidak sopan. Aku bisa merasakan aura yang tidak nyaman keluar dari kata-kata Claus. 

       "Apa-apaan itu."

       "Seperti yang Nona Muda ketahui, Putra Mahkota telah menjalani Ceremony Coming Age-nya dan telah memasuki usia yang cukup pantas untuk menikah. Cepat atau lambat, dia harus segera memiliki calon, bukan?"

Benar juga. Putra Mahkota seumuran denganku dan Adrian. Setelah kami lulus dari akademi ini, baik Adrian maupun aku, kami sudah memasuki usia yang cukup untuk mendapatkan pasangan. Berarti, tujuannya datang ke akademi ini adalah-

       "Tapi, itu hanyalah satu dari sekian banyak kemungkinan. Kita tidak bisa membaca jelas isi pikiran keluarga kerajaan."

       "Dan, kemungkinan yang lain itu?" tanyaku menoleh pada Claus. Laki-laki yang empat tahun lebih tua daripadaku itu hanya tersenyum singkat dan kemudian kembali tenggelam dalam kesunyian yang khas pada dirinya. 

Apa tujuan lain dari keluarga kerajaan? Rasanya aku tidak bisa membayangkan tujuan lain mereka. 

       "Dibandingkan itu, apa Nona Muda tidak tertarik untuk mulai memikirkan Debutante Anda tahun ini?" tanya Claus yang kemudian mengalihkan pikiranku kearah yang sama sekali belum pernah aku lirik.

***

Debutante, sebuah pesta dansa yang diadakan khusus untuk para gadis muda dari kalangan bangsawan dan kerajaan yang memasuki usia pantas dalam pergaulan kelas atas. Lebih tepatnya, itu adalah pesta dansa untuk memperkenalkan diri kedalam dunia yang baru. Keberadaan seseorang akan semakin terlihat jelas saat menghadiri pesta dansa itu. Status para gadis muda pun akan naik. 

Debutante umumnya diikuti oleh para gadis pada saat usia mereka memasuki tujuh belas tahun dalam kerajaan. Dan, aku, Arienna Vryl Berthold, masih belum menghadiri Debutante-ku hingga usiaku memasuki delapan belas tahun seperti sekarang. Alasannya-

Setahun yang lalu, 

       "Debutante untuk Arienna?" ketus Duke Rainsword yang tengah berkutat dengan tumpukan dokumen yang harus dikerjakannya. 

       "Ya, saya pikir sudah saatnya Nona Muda memasuki pergaulan kalangan a-"

       "Tidak," sela Duke Rainsword tanpa rasa ragu. 

       "Tapi, tuan-" Claus yang memulai pembicaraan itu didepanku terlihat cemas mendengar jawaban Duke Rainsword.

       "Situasinya sedang tidak baik. Sebaiknya kita menunggu sedikit lagi. Debutante akan selalu diadakan setiap tahun." Claus yang mendengar jawaban itu kemudian langsung terdiam dan bersikap seolah tidak terjadi apapun.

Dengan kekuasaan yang Duke Rainsword miliki, dia bisa menunda Debutante-ku. Aku heran apa yang telah pria itu lakukan dengan menggunakan kekuasaannya. 

       "Memang Duke sudah memberikanku izin untuk mengikutinya?" tanyaku pada Claus. 

       "Ya, saya sudah mendiskusikannya dengan beliau. Debutante Anda akan dilaksanakan pada tahun ini," jelas Claus dengan senyuman yang menggambarkan kebahagiaan tidak terduga. Aku merasakan ada maksud lain dalam senyuman itu. 

       "Tapi, Duke tidak memberitahu apapun padaku."

       "Saya meminta agar saya langsung yang mengatakan ini pada Nona Muda."

Claus, dia adalah pelayan pribadi yang diberikan oleh Ayah dan Kakek padaku saat umurku masih tiga tahun, tepat sebelum tragedi malam itu terjadi. Sekalipun masih sangat muda, Claus bisa melaksanakan tugasnya sebagai pelayan pribadi dengan amat baik. Bahkan, saat keluargaku berada diujung tanduk seperti ini, Claus terus mendampingiku. Kemampuan yang dimiliki oleh Claus adalah sesuatu yang diharapkan dari keluarga pelayan yang mengabdi untuk keluarga Duke

       "Dan, sepertinya saat ini adalah masa yang paling tepat," ujar Claus yang membuatku bingung. "Para putra dari ketiga Duke lainnya pasti sudah membuat keputusan untuk jalan kedepannya." 

Melihat senyuman yang diberikan oleh Claus, akhirnya aku bisa memahami semuanya. Ya, semua pewaris Duke sudah memasuki masa yang sesuai untukku.

Dalam kerajaan, hanya ada empat Duke yang berkuasa. 

Pertama, Duke Berthold. Mendiang ayahku-- Duke Ailard Vryl La Vyer Van Berthold yang dulu memimpin keluarga Berthold dan mewariskan nama yang dimilikinya padaku. Dalam kerajaan, keluargaku adalah pemegang tanah terluas. Jika kami ingin, kami bisa memisahkan diri dari kerajaan dan membuat kerajaan baru. Tanah dan kekuasaan yang kami miliki sudah memenuhi persyaratan untuk melakukan itu. 

Kedua, Duke Acricius. Dengan kepala keluarga Duke Cercyon Verlya Die Lon Acricius yang merupakan kepala ksatria kerajaan. 

Ketiga, Duke Rainsword. Dengan kepala keluarga Duke Keyril Lue Dai Van Rainsword, pengawas hukum sekaligus pendidikan yang ada dalam kerajaan. 

Keempat, Duke Thersites. Dengan kepala keluarga Duke Lichas Vrey Ruen Alei Thersites, pengatur pengadilan pada kerajaan. Keluarga ini adalah sang hakim yang berkuasa dalam kerajaan. Kekuatan yang mereka miliki cukup besar jika mengenai peradilan kerajaan. 

Dalam empat Duke, hanya aku satu-satunya pewaris wanita tunggal. Dan, itu adalah kondisi yang tidak terlalu baik bagi keluargaku. Kekuasaan yang kami pegang bisa bercampur jika aku menikahi salah seorang pewaris dari keluarga Duke lainnya, itu tidak mempunyai sisi baik untuk kami. 

Karena itu, dengan usiaku yang sudah memasuki delapan belas tahun ini. Sebagai pewaris tunggal, pasti ada banyak mata yang sudah menargetkanku. Tidak hanya kekuasaan sebagai Duke pertama, tapi harta yang kumiliki juga bisa membuat semua orang langsung tunduk dihadapanku. Lebih buruk, mereka pasti akan melakukan apapun demi mendapatkanku. 

       "Cepat atau lambat, Nona Muda pasti harus muncul kedepan orang-orang itu," tutur Claus mencoba untuk memberikanku sedikit dukungan. 

       "Ya." Tugasku bertambah satu, mencari pasangan untuk Debutante-ku. Sepertinya jalan yang aku hadapi kedepan akan menjadi sedikit lebih sulit dari yang biasa. 

Pandanganku beralih pada jalan koridor akademi yang terlihat seperti lorong tanpa akhir. Sejenak, aku merasa terhipnotis dalam panjangnya lorong itu, namun, aku kembali tersadar saat punggung Claus menghalangi pandanganku. 

       "Claus?" Sambil mengintip dari samping, manikku menemukan sosok yang sama sekali tidak aku duga. 

Bersama seorang Royal Guard, langkahnya terus mendekat kearah kami. Sebuah senyuman dengan makna yang amat mendalam bersamaan dengan pandangannya menatapku tajam. Aku tidak bisa mengalihkan diri. Seperti tenggelam dalam dirinya, aku hanya terdiam membisu. 

Alexander Riel Dei Layn Van Devincius. 

       "Suatu kehormatan bisa bertemu dengan Anda disini, Nona Berthold," sapanya sambil menghentikan langkah didepan kami. Mendengar itu, Claus langsung undur diri memposisikan dirinya berdiri dibelakangku. 

Ya, orang yang ada dihadapanku ini adalah Alexander Riel Dei Layn Van Devincius. Sang Putra Mahkota. 

       Aku sempat membisu dalam waktu cukup lama sambil memandang kosong sosok dihadapanku. "Hormat saya kepada calon penguasa tertinggi kerajaan ini. Tuan Muda Devincius," tuturku sambil membungkuk hormat diikuti oleh Claus. 

       "Angkat kepalamu. Nona Berthold."

       "Suatu kehormatan bisa bertemu secara langsung dengan Anda, Tuan Muda Putra Mahkota," jawabku sambil mengangkat kembali kepalaku. 

       "Seharusnya saya yang berkata demikian. Mengingat tragedi yang terjadi lima belas tahun, saya sungguh terkesan karena Anda tidak meninggalkan dendam pada kami keluarga kerajaan." Ucapan manis yang keluar dari mulutnya itu langsung menyebarkan rasa pahit dilidahku. Tidak meninggalkan dendam? Bagaimana bisa mulut itu dengan beraninya mengatakan aku tidak meninggalkan dendam terhadap apa yang telah dilakukan oleh keluarganya pada keluargaku. 

       "Masa lalu adalah masa lalu. Sekalipun seorang pewaris, saya tidak ingin membawa masalah yang telah dibuat oleh pendahulu saya." Namun, aku tidak bisa membuat masalah sebelum namaku naik sebagai kepala keluarga ini. Aku harus tersenyum menghadapi sosok yang telah mewarisi darah pembunuh keluargaku.

       "Saya sungguh tersanjung bisa mendengar itu dari Anda, Nona Berthold." 

Kami tenggelam dalam sunyi beberapa saat hingga akhirnya Putra Mahkota-- Alexander kembali memulai pembicaraan. 

       "Debutante akan segera digelar. Saya sangat menantikan pertemuan dengan Anda disana." 

       "Ya, saya akan hadir. Suatu kehormatan jika saya bisa bertemu dengan Tuan Muda Putra Mahkota disana."

       "Adikku, Putri Seivrya juga akan hadir dalam Debutante tahun ini. Aku harap kalian bisa bertemu disana."

Seivrya Riel Dei Layn Devincius. Putri pertama kerajaan yang lahir dari ratu kedua. Berbeda dengan Putra Mahkota yang lahir dari ratu pertama sekaligus permaisuri, tahta yang dimilikinya sebagai seorang putri tidak sebesar kakaknya. Pernyataan kejamnya adalah dia tidak lebih dari seorang putri yang bisa digunakan untuk apapun oleh raja sekaligus ayahnya yang berkuasa saat ini. 

       "Ya, saya akan menantikan itu." 

       "Alexander." Senyuman yang memiliki makna lain kembali terlukis diwajah itu.

       "Maaf?"

       "Izin untuk memanggil namaku. Panggil aku Alexander, ini adalah perintah."

Aku terpaku sejenak mendengar ucapan itu. Claus bahkan terkejut bukan main bersamaan dengan Royal Guard dengan ekspresi yang menegang saat mendengar ucapan dari tuannya. 

       "... Suatu kehormatan yang saya terima dari Anda, Tuan Alexander."

       "Mari kita lebih saling mengenal dan menjadi lebih dekat satu sama lain, Nona Arienna." Itu adalah salam perpisahan yang diucapkan olehnya sebelum Alexander beranjak meninggalkan kami. Merasakan sosoknya yang semakin lama melangkah menjauh dari kami, ingatan lamaku bangkit.

       "Nona Muda, seluruh keturunan Berthold tidak akan bisa menduduki posisi tertinggi dari kerajaan," jelas pengajar pribadiku disaat aku berusia lima tahun. 

       "Kenapa?"

       "Karena keturunan Berthold memiliki hubungan darah yang paling kuat diantara keluarga Duke lainnya. Itulah penyebab keluarga Anda menempati posisi sebagai Duke pertama. Tapi..."

       "Tapi?"

       "Anda berbeda, Nona Muda-ku."

       "Aku berbeda?"

       "Ya. Diantara seluruh keturunan Berthold. Anda adalah satu-satunya yang memiliki kesempatan untuk bisa menempati posisi tertinggi dalam kerajaan."

       "Kenapa?" 

Pertanyaan itu tidak pernah terjawab. Suatu misteri yang disimpan oleh keluargaku masih terkubur dalam tanpa aku ketahui letak nisannya. Namun, pelan, satu per satu fakta mulai terungkap dan mulai menunjukkan satu bagian susunan misteri.

Waktu yang tersisa hingga Debutante. 2 Bulan. 

TBC

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 1 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • yurriansan

    kisah vampir degan bumbu romantika ya?
    suka. jd keinget vampir knight :D.
    aku tggu klnjutannya

    Comment on chapter 00. Prolog
Similar Tags
INDIE
438      298     0     
Short Story
Bercerita mengenai kebebasan
Dosa Pelangi
586      336     1     
Short Story
"Kita bisa menjadi pelangi di jalan-jalan sempit dan terpencil. Tetapi rumah, sekolah, kantor, dan tempat ibadah hanya mengerti dua warna dan kita telah ditakdirkan untuk menjadi salah satunya."
Man in a Green Hoodie
4216      997     7     
Romance
Kirana, seorang gadis SMA yang supel dan ceria, telah memiliki jalan hidup yang terencana dengan matang, bahkan dari sejak ia baru dilahirkan ke dunia. Siapa yang menyangka, pertemuan singkat dan tak terduga dirinya dengan Dirga di taman sebuah rumah sakit, membuat dirinya berani untuk melangkah dan memilih jalan yang baru. Sanggupkah Kirana bertahan dengan pilihannya? Atau menyerah dan kem...
Camelia
539      291     6     
Romance
Pertama kali bertemu denganmu, getaran cinta itu sudah ada. Aku ingin selalu bersamamu. Sampai maut memisahkan kita. ~Aulya Pradiga Aku suka dia. Tingkah lakunya, cerewetannya, dan senyumannya. Aku jatuh cinta padanya. Tapi aku tak ingin menyakitinya. ~Camelia Putri
Another Word
572      324     2     
Short Story
Undangan pernikahan datang, dari pujaan hati yang telah lama kamu harap. Berikan satu kata untuk menggambarkannya selain galau.
Mutiara -BOOK 1 OF MUTIARA TRILOGY [PUBLISHING]
11997      2363     7     
Science Fiction
Have you ever imagined living in the future where your countries have been sunk under water? In the year 2518, humanity has almost been wiped off the face of the Earth. Indonesia sent 10 ships when the first "apocalypse" hit in the year 2150. As for today, only 3 ships representing the New Kingdom of Indonesia remain sailing the ocean.
Perjalanan Move On Tata
427      281     0     
Short Story
Cinta, apasih yang bisa kita katakan tentang cinta. Cinta selalu menimbulkan rasa sakit, dan bisa juga bahagia. Kebanyakan penyakit remaja sekarang yaitu cinta, walaupun sudah pernah merasakan sakit karena cinta, para remaja tidak akan menghilangkan bahkan berhenti untuk bermain cinta. Itulan cinta yang bisa membuat gila remaja.
To You The One I Love
810      469     2     
Short Story
Apakah rasa cinta akan selalu membahagiakan? Mungkinkah seseorang yang kau rasa ditakdirkan untukmu benar benar akan terus bersamamu? Kisah ini menjawabnya. Memang bukan cerita romantis ala remaja tapi percayalah bahwa hidup tak seindah dongeng belaka.
Seperti Cinta Zulaikha
1773      1147     3     
Short Story
Mencintaimu adalah seperti takdir yang terpisahkan. Tetapi tuhan kali ini membiarkan takdir itu mengalir membasah.
Good Art of Playing Feeling
342      254     1     
Short Story
Perkenalan York, seorang ahli farmasi Universitas Johns Hopskins, dengan Darren, seorang calon pewaris perusahaan internasional berbasis di Hongkong, membuka sebuah kisah cinta baru. Tanpa sepengetahuan Darren, York mempunyai sebuah ikrar setia yang diucapkan di depan mendiang ayahnya ketika masih hidup, yang akan menyeret Darren ke dalam nasib buruk. Bagaimana seharusnya mereka menjalin cinta...