Kota ini adalah sebuah kota kecil bernama Rumania, atau Kerajaan Rumania-- para rakyat selalu menyebut demikian. Tidak banyak yang mengenal dan mengetahui keberadaan kota dengan sistem kerajaan di abad dua puluh ini.
Dalam kerajaan, terdapat beberapa tingkatan. Yang terendah adalah rakyat biasa yang diberi julukan Saatia. Selanjutnya ada Earl, keluarga bangsawan yang bekerja untuk kerajaan. Diatasnya adalah Marquess, para prajurit kerajaan dan anggota keluarganya. Lalu, Duke, keluarga bangsawan yang memiliki hubungan darah dengan keluarga kerajaan. Majesty, sang penguasa, yang saat ini memimpin kerajaan. Yang tertinggi, Emperor, sang penguasa dari sang penguasa. Hanya ada satu orang yang menduduki posisi ini, yaitu satu-satunya keturunan murni dari Vlad Tepes.
Mungkin tidak aneh mendengar nama itu. Vlad Tepes, dengan julukan "Sang Penyula" atau "Dracula". Konon, kerajaan ini adalah salah satu kerajaan yang pernah ditaklukan olehnya dan kemudian terus dipimpin secara turun-temurun oleh keturunan Vlad. Namun, demi melindungi 'darah' keluarga, keturunan murni mulai 'menyampurkan' darah mereka dengan manusia biasa, dan menyisakan satu keturunan yang dirahasiakan dalam kegelapan.
Namun, penyampuran darah itu tidak berakhir baik. Darah yang bercampur itu berkhianat. Pencarian keturunan murni Vlad Tepes pun dimulai.
"Vlad Tepes adalah seorang vampire. Seorang pemangsa yang ditakuti. Jika keturunannya dibiarkan berkeliaran, suatu saat kerajaan ini akan hancur."
Begitulah pekik semua orang.
Semua Duke, Marquess, Earl, bahkan Saatia yang dicurigai sebagai keturunan murni Vlad langsung dipenggal dan dibakar tanpa rasa iba. Itulah tragedi mengerikan yang terjadi 15 tahun yang lalu. Tragedi "Pembantaian Demi Hidup".
Semuanya sesuai dengan takdir. Sebagaimana seseorang hidup, sebagaimana mereka mati. Seperti apa mereka jatuh cinta dan seperti apa mereka sakit hati. Semua itu berjalan atas nama takdir. Sebuah kata singkat penuh makna yang sudah menjadi bagian utama dari kehidupan seseorang.
Namun, aku muak mendengarnya.
Namaku Arienna Vryl Berthold. Umurku 18 tahun, seorang siswi di satu-satunya akademi kebangsawanan kerajaan bernama Akademi Rainsword.
Seperti yang aku katakan, akademi ini adalah akademi khusus para putra/putri bangsawan. Disini kami semua dibentuk untuk menjadi seorang pewaris dan bangsawan yang terbaik untuk kerajaan.
Untuk kerajaan? Kenapa demikian?
Akademi ini dikhususkan untuk para bangsawan, tidak ada anggota keluarga kerajaan yang berada disini. Jadi, semua hal yang kami pelajari adalah sebuah tindakan yang diperuntukkan untuk melayani kerajaan dengan baik.
Aku sendiri dulunya juga putri seorang bangsawan. Ayahku, Duke Berthold adalah seorang bangsawan yang sangat dekat dengan keluarga kerajaan. Setidaknya begitu hingga tragedi pembantaian itu terjadi.
Dituduh sebagai pewaris utama darah murni Vlad Tepes. Semua keluargaku dibantai habis menyisakan diriku sendiri.
Malam itu, aku mengingatnya dengan jelas.
"Gadis ini yang terakhir."
"Tunggu, 'orang itu' memerintahkan kita menyisakan gadis ini."
"Hanya gadis ini? Gadis lemah sepertinya bisa melakukan apa untuk 'orang itu'?"
"Sudah lakukan saja!"
Para prajurit kerajaan yang diperintahkan untuk membantai keluargaku pada malam itu hanya menyeringai puas melihat sosokku yang terkapar lemas dalam genangan darah keluargaku sendiri. Tanpa meninggalkan sepatah kata apapun, mereka pergi.
Benar apa yang prajurit itu katakan, apa yang bisa dilakukan oleh seorang anak perempuan berumur 3 tahun sepertiku? Jika dibiarkan, aku akan mati kelaparan dalam kediaman Duke Berthold malam itu. Sangat sederhana dan mudah.
Tapi, Tuhan berkehendak lain.
Pendiri Akademi Rainsword- Duke Rainsword datang dan menemukan tubuh lemahku ditengah tumpukan mayat tak berkepala.
Jika bisa, aku ingin memohon. Masa depan yang akan kuhadapi, aku ingin mengetahuinya. Jadi, aku bisa memilih mati dan menjadi salah satu mayat yang dibiarkan pada malam itu. Atau, berjalan maju menghadapi kenyataan yang sama sekali tidak pernah aku bayangkan.
Duke Rainsword merawatku seperti putrinya sendiri. Bahkan, dia mendaftarkanku sebagai siswa baru di akademi yang mereka jalankan. Akademi Rainsword. Bersama putra tunggalnya, Adrian Van Rainsword.
Dengan jaminan, seluruh warisan yang dimiliki oleh Duke Berthold akan dipegang sementara oleh Duke Rainsword. Atas nama Allian Vryl La Vyer Van Berthold, kakekku, aku memulai pendidikanku di Akademi Rainsword.
Sudah lima belas tahun semenjak tragedi itu. Bertambahnya usiaku membuat ingatan tentang tragedi pada malam itu menjadi luka yang tidak pernah mengering.
"Aku sama sekali tidak menduga harus bangun sepagi ini untuk memulai semester baru," keluh Adrian berjalan enggan menjinjing tasnya.
"Kenapa?" tanyaku hanya memberikan reaksi tidak peduli.
"Ini adalah tahun terakhir kita sebagai pelajar di akademi ini. Tapi, hingga saat ini kita sama sekali belum merasakan bagaimana berhadapan langsung dengan masyarakat sebagai bangsawan."
"Aku rasa itu hanya berlaku untuk seorang calon Duke Rainsword. Kau sama sekali tidak belajar apapun selama belajar disini."
"Hah? Ayolah, diluar sana, tidak ada siswa yang berjalan ditemani pelayan seperti kita," ketus Adrian kemudian menunjuk kasar seorang pria yang berjalan dibelakangku.
"Itulah yang membedakan Nona Muda dan Tuan Muda dengan siswa normal. Nona dan Tuan adalah calon pewaris, keamanan yang terbaik harus selalu siap tersedia," jawab pria itu dengan lugas. Namanya adalah Claus Grienson, pelayan pribadiku sekaligus Marquess dari keluarga Grienson.
"Hah... kalau begitu aku juga ingin pelayan sepertimu mendampingiku. Kenapa Duke Rainsword tidak memberikannya satu untukku. Padahal aku putranya."
"Mungkin karena kau putranya, Duke Rainsword memilih untuk tidak memberikan apapun untukmu. Kau akan mendapatkan semuanya setelah kau cukup matang mewarisi seluruh kekuasaan yang dimiliki Duke Rainsword." Dengan niat menyindir, ucapanku langsung membuat Adrian terdiam dan mendengus kesal.
"Membuang waktu untuk hal yang tidak berarti akan menghalangi anda untuk mendapatkan semuanya, Tuan Muda," ujar Claus sambil membukakan pintu kelas untuk kami.
"Aku sangat tidak ingin mendengar itu dari kalian berdua."
"Hei, aku tidak mengatakan apapun," cibirku menyusul Adrian memasuki kelas.
"Masih sepi," keluh Adrian melihat deretan kursi yang masih kosong. "Sudah aku bilang, kan? Mana ada orang yang cukup rajin untuk datang lebih awal setelah libur panjang. Anak-anak manja seperti mereka pasti masih menikmati secangkir teh dan sarapan pagi mereka di balkoni."
Adrian mengomel panjang sambil meletakkan tasnya diatas meja dan kemudian menatapku yang duduk dibelakangnya sambil berkata, "Bahkan para pengajar itu juga tidak menantikan kedatangan kita dikelas ini."
Aku terdiam sejenak sambil menatap miris tingkah laki-laki satu ini. Selama lima belas tahun mengenalnya, aku tidak pernah melihat seorang Adrian Van Rainsword tidak menggerutu kesal terhadap sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginannya. Biarpun begitu, Adrian adalah seorang pribadi yang berbakat. Melebihi dari ayahnya- Duke Rainsword, Adrian lebih kreatif dan sigap dalam menghadapi berbagai hal. Namun, sikap dan reaksi yang diberikannya setiap saat itu menjadi nilai minus untuk dirinya sebagai seorang bangsawan sekaligus penerus tunggal.
"Kau bisa pergi, Claus," perintahku pada Claus yang sedari tadi berdiri di sisiku.
"Tapi, Nona dan Tuan masih-"
"Aku rasa tidak ada yang cukup berani melakukan itu." Claus membisu sejenak dan kemudian undur diri meninggalkanku berdua Adrian di dalam kelas.
"Padahal tidak masalah kalau dia berada disini. Duke Rainsword sudah memberi izin untuk itu, kan?" ujar Adrian memperhatikan punggung Claus yang berjalan keluar meninggalkan kelas. "Hm... mana mungkin aku akan membiarkan seseorang terus berada di sisiku setiap saat."
Adrian menatapku geli lalu berkata, "Kau mengatakan itu pada pelayan setia keluargamu sendiri."
"Hah... aku tidak selemah itu sampai harus didampingi seseorang. Setidaknya dalam daerah akademi, tidak banyak orang yang akan menaruh mata padaku selama aku tidak menyebutkan diriku sebagai pewaris tunggal Berthold."
Sekalipun ini adalah akademi para bangsawan. Kau dibebaskan untuk menyebutkan atau tidak nama keluarga yang kau bawa. Semua siswa pasti memilih untuk menyebutkan. Alasan sederhana, yaitu mereka memerlukan ikatan kerjasama dari keluarga lain. Khususnya keluarga dari kalangan Duke atau Marquess. Seperti Adrian yang merupakan penerus tunggal dari Duke Rainsword. Ada banyak siswi yang mau membuang rasa malu mereka dan mulai menempel pada Adrian.
"Hahaha, aku berani bertaruh, kalau mereka semua tahu bahwa kau adalah pewaris tunggal dari Berthold. Kita berdua pasti akan mendapatkan masalah yang lebih parah dibandingkan saat tahun pertamaku di akademi ini."
Adrian melewati tahun pertama yang sangat sulit. Ada setumpuk siswi tidak tahu malu yang terus-menerus 'mengekorinya' hanya demi bisa mendapatkan kesempatan menjadi bagian dari keluarga Duke Rainsword. Lalu, apakah Adrian bisa lepas dari para siswi itu? Tentu saja bisa, aku yang melepaskannya.
"Aku mohon, aku akan melakukan apapun. Karena itu, tolong teruslah berada disisiku!" rengek seorang Adrian Van Rainsword padaku dua tahun yang lalu.
Itu jelas bukan permohonan untuk pertunangan atau semacamnya. Aku tidak pernah melihat Adrian dalam sisi romantis dan begitupun dengan Adrian sendiri. Kami tidak lebih dari teman masa kecil yang saling mengenal dengan alasan keluarga.
"Kita berdua... benar juga."
Aku tertegun diam sambil memandangi seluruh sudut kelas hingga pandanganku terhenti pada satu titik, yaitu pintu masuk kelas. Seseorang berdiri disana sambil memperhatikan kami berdua.
"... Sepertinya kau yang akan menang dalam taruhan, Adrian," bisikku tanpa melepaskan tatapanku sesaatpun dari orang itu.
"Hm?" Adrian mengalihkan pandangannya kearah mataku tertuju dan kemudian senyuman liciknya mengembang. Itu adalah senyuman yang ditunjukkannya saat melihat mangsa.
"Oh... sepertinya kami mendapatkan tamu yang tidak terduga," sahut Adrian sambil bangkit dari tempatnya duduk.
"Hahaha, saya sama sekali tidak bermaksud untuk mengganggu," jawab orang itu sambil terkekeh. Apakah ada yang lucu?
"Yah... aku sangat suka bernegosiasi. Itu adalah keahlian utama dari anggota keluarga Rainsword. Jadi, bagaimana kalau Anda masuk dan kita mendiskusikan ini dulu?"
"Tenang saja, saya akan memastikan apa yang saya dengar tidak tersebar kemanapun. Tidak akan ada yang berani melawan dua pewaris dari keluarga terkuat di kerajaan ini." Ucapannya terdengar seperti sindiran yang sangat tajam. Aku hanya membisu mendengar ucapan itu.
Orang itu kemudian melangkah pergi dari tempatnya berdiri sebelum Adrian sempat berlari menyusulnya.
"Tck, sialan, dia malah kabur."
"Biarkan saja," perintahku tanpa bergerak sendikitpun dari tempatku duduk. "Tapi-"
"Aku yakin dia akan memegang kata-katanya."
Ya, aku harap demikian.
Akan jadi masalah yang rumit kalau sampai keberadaanku bocor di akademi ini tapi akan lebih rumit lagi kalau misalnya orang misterius tadi tertangkap oleh Adrian. Laki-laki ini- Adrian tidak punya kata 'ragu' dalam kamusnya. Sesuai perintah ayahnya, Adrian harus memastikan keberadaanku tetap tersembunyi dari semua orang. Entah apa yang akan terjadi jika hal itu tersebar sampai ke telinga pemimpin kerajaan saat ini.
"Lebih dari itu, siapa dia? Aku tidak pernah mendengar kalau keamanan di akademi ini menjadi longgar karena libur panjang."
"Hah... entahlah. Aku yakin ini bukan mengenai longgarnya penjagaan. Ayah mengatakan hal aneh pagi ini," dengus Adrian berjalan kembali ketempat duduknya. "Hal aneh?"
"Ya, 'Jika kau beruntung, kau akan melihat hal yang sangat langka' katanya."
Hal yang sangat langka? Apa orang misterius tadi terhitung sebagai hal yang langka? Bagiku, itu tidak lebih dari mulai longgarnya penjagaan dari para penjaga yang bertugas di akademi ini.
"Aku harap pilihanmu untuk tidak melakukan apa-apa pada pencuri pembicaraan tadi tidak membuat masalah apapun."
"Ya, aku harap demikian."
Kami pun tenggelam dalam kesunyian hingga akhirnya kelas dipenuhi oleh para siswa yang mulai berdatangan.
***
Mungkin aku adalah keturunan murni Vlad Tepes. Jauh dalam lubuk hatiku, aku selalu memikirkannya. Vlad Tepes adalah seorang pemangsa dan sesuatu yang menjadi ciri khas darinya adalah mata yang berwarna merah. Sambil melihat pantulan bayanganku dalam kaca jendela, aku memperhatikan dengan dalam sepasang warna merah mengkilat yang berasal dari mataku sendiri.
"Ini adalah bukti bahwa kamu adalah keturunan dari keluarga ini, Berthold. Kakek buyutmu juga punya warna mata yang sama dengan milikmu. Tidak hanya itu, kamu mewarisi hampir seluruh paras yang dimiliki olehnya." Begitulah kata wanita yang melahirkanku.
Mungkin memang benar, ini adalah bukti bahwa aku keturunan murni dari keluarga ini. Aku mewarisi hampir seluruh paras yang dimiliki oleh kakek buyutku. Dan, kakek buyutku itu adalah Vlad Tepes.
Saat aku memasuki umur sepuluh tahun, pemikiran itu bangkit dalam diriku. Berbeda dengan diriku yang berumur tiga tahun, ibuku tidak ada disisiku untuk memberikan jawaban. Beliau telah pergi untuk selamanya. Dan pemikiran itu terus tertanam hingga sekarang.
Jika aku memang keturunan murni dari Vlad Tepes, seharusnya aku sudah berada diatas tumpukan mayat yang terbakar bersimbah darah pada malam itu. Aku tidak akan berada disini.
Sambil menarik nafas panjang, aku menyimpan dalam-dalam pemikiran itu dan kembali fokus pada pelajaran di hari pertama kelas pada tahun terakhirku di akademi ini.
"Selamat pagi." Suara parau yang tidak asing bagiku membuat pandanganku beralih pada si pemilik suara.
"Tuan Duke," sahut pengajar yang terkejut melihat kehadiran seorang pemilik akademi berada di kelasnya.
"Ada seseorang yang datang berkunjung hari ini. Silahkan masuk, Tuan Muda." Duke Rainsword sedikit membungkuk mempersilahkan seseorang masuk.
Semua orang didalam kelas tidak terkecuali Adrian langsung tersentak berdiri dan memberi penghormatan formal pada sosok yang memasuki kelas itu. Dan, diriku yang duduk dikursi paling belakang malah tertutupi oleh mereka semua.
"Hahaha, tidak perlu seperti itu. Terima kasih atas penyambutannya. Kalian bisa mengangkat kepala kalian dan kembali duduk." Semua orang mengikuti instruksi itu atau mungkin lebih tepatnya perintah dari seseorang yang berbicara itu.
Suara itu terdengar tidak asing bagiku, Adrian bahkan sampai menolehkan pandangannya padaku seolah mengisyaratkan sesuatu.
Saat semua orang telah kembali ketempat mereka duduk. Akhirnya pandanganku bisa melihat jelas seorang anak laki-laki yang terlihat seumuran denganku tengah berdiri didepan kelas didampingi oleh dua orang Royal Guard dan Duke Rainsword.
Tanpa harus menanyakan pada siapapun, satu nama langsung terlintas dalam pikiranku.
Alexander Riel Dei Layn Van Devincius. Pangeran pertama sekaligus putra mahkota kerajaan ini.
Aku langsung mengatup rapat rahangku saat mendengar suaranya dan mengingat kembali orang misterius yang berbicara padaku dan Adrian tadi pagi. Orang itu.
"Untuk waktu yang singkat, Yang Mulia Putra Mahkota akan belajar bersama kalian semua. Sebagaimana harusnya, kalian harus berlaku sopan kepada beliau." Sebuah titah sederhana melayang keluar dari Duke Rainsword.
Jika kami beruntung, kami akan melihat hal langka. Siapa sangka kalau hal langka itu adalah bertemu langsung dengan putra mahkota yang mengendap-endap tanpa pengawalan memasuki sebuah akademi yang masih sepi.
Entah apa yang terjadi hingga seorang keluarga kerajaan, bahkan seorang putra mahkota bisa berada ditempat seperti ini. Seperti sebuah lelucon.
Tanpa aku sadari, pandanganku bertemu dengan laki-laki yang sangat berharga bagi kerajaan itu. Apa dia menatapku? Sepertinya dia juga sedikit tersenyum menatapku. Terdengar menggelikan.
Kelas kembali berjalan seperti semula. Namun, keberadaan putra mahkota yang didampingi Royal Guard membuat suasana sedikit tegang.
Secarik kertas tiba-tiba terselip dipojok atas mejaku. Pengirimnya? Tidak lain adalah Adrian.
[Aku akan menemui kepala akademi setelah kelas. AD]
Benar juga, aku ingin menanyakan banyak hal pada Duke Rainsword. Terutama mengenai seseorang yang saat ini berada dikelas kami. Pandanganku beralih pada sosok putra mahkota yang duduk dikursi paling depan.
Sesuatu yang sangat diharapkan dari putra mahkota, dia mengikuti kelas dengan serius. Ketika aku kembali mengingat bahwa keluarganya yang telah membantai habis keluargaku. Amarah langsung bangkit dan membuatku menatap nanar sosok laki-laki yang tidak menyadari keberadaanku itu.
***
Sesuai dengan isi kertas yang diberikan Adrian. Setelah kelas, kami langsung pergi menuju ruangan kepala akademi.
"Adrian Van Rainsword dan Arienna, kami ingin bertemu dengan Anda." Didepan pintu besar dengan ukiran klasik, Adrian sedikit membesarkan suaranya berbicara pada seseorang yang ada didalam.
"Masuklah," jawab suara parau dari dalam ruangan.
Disaat kami membuka pintu, sosok seorang pria paruh baya yang mengenakan kemeja berwarna putih dengan dua kancing atas yang terbuka langsung menyambut kami.
"Tidak akan ada yang mengira kalau seorang Duke Rainsword selalu bersikap seperti ini ketika sendirian diruang kerjanya," cibir Adrian pada ayahnya sendiri.
"Hm... dan pasti juga tidak ada yang mengira kalau keturunan Duke Rainsword adalah seorang pelajar yang meninggalkan kelasnya dengan tidak bertanggungjawab," balas Duke Rainsword menatap tajam kami.
"Sepertinya Anda sudah menduga tujuan kami datang kesini?" tanyaku sambil duduk di salah satu sofa yang ada dalam ruangan itu.
"Kalian menemukan hal yang langka, kan?" tanya balik Duke Rainsword kemudian duduk dimeja kerjanya.
"Terlalu langka hingga bulu kudukku berdiri,"ketusku kesal.
"Hahaha, memangnya apa yang terjadi?"
Adrian menyusul duduk disampingku, lalu berkata, "Dia mendengar perbincangan kami mengenai pewaris Berthold."
Mendengar jawaban singkat dari Adrian, air muka Duke Rainsword langsung berubah.
"Dia bilang akan menutup mulut, tapi aku tidak tahu pasti mengenai hal itu," sambungku yang kemudian diikuti dengan tarikan nafas lega oleh Duke Rainsword.
"Sepertinya Anda yakin kalau dia tidak akan membocorkan rahasia ini pada keluarganya," ketus Adrian yang menyadari maksud dari reaksi Duke Rainsword.
Namun, tidak ada jawaban yang diberikan olehnya. Pria itu malah mengalihkan pembicaraan.
"Apapun itu, Arienna, aku tidak ingin kau terlalu dekat dengannya."
"Dengannya? Putra Mahkota?"
"Menurutmu?"
Duke Rainsword menatapku dengan serius dan aku bisa merasakan ratusan jarum seolah-olah menusuk punggungku. Adrian pun tidak melawan dan memilih diam sambil menatap ayahnya curiga.
kisah vampir degan bumbu romantika ya?
Comment on chapter 00. Prologsuka. jd keinget vampir knight :D.
aku tggu klnjutannya