Read More >>"> Jalan Yang Kau Pilih (Eudaemonia Dan Rumah Kami) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Jalan Yang Kau Pilih
MENU
About Us  

“Door, door, pyuuss.”

Derap kaki kecil yang berlarian di tempat itu, tangan kecil yang memegang pistol mainan, juga topi yang kebesaran menutupi mata dan sebagian wajahnya. “Aku akan mengirimkan senjata nuklir. Pasukan siap... serang dia !” suaranya memenuhi ruangan lalu berkelarian lagi dan bersembunyi di belakang lemari yang berisi perabotan makan yang tertata rapi.

Jati Wangsa atau sebut saja Anca, lelaki yang hampir berumur tiga puluh tujuh itu hanya terkekeh melihat tingkah bocah kecil yang berkelarian di sekitarnya. Dia mencuci piring bekas makanan yang disajikan bagi para pelanggan yang sering mampir di kafe miliknya. Eudaemonia, kafe kecil yang ia jadikan ladang bisnis demi menghidupi dirinya sendiri dan juga bocah kecil yang sejak tadi kelihatan gembira setelah pulang sekolah itu.

“Kau harus melepas seragam sekolahmu dulu, lalu kau bisa bermain lagi,” kata Anca, ayahnya yang hendak menangkap tubuh kecil itu. Tapi tetap saja, dia tidak bisa. Karena bocah kecil itu amat lincah dalam hal melarikan diri dari sang ayah.

“Atau... aku tidak akan mengijinkanmu bermain bersama paman Jingga lagi!” seru Anca  kewalahan.

Berhasil, dia menangkap bocah kecil yang baru berumur delapan tahun itu. Lalu menggendongnya dan membawanya ke kamar, dia tidak peduli meski bocah kecil itu merengek minta untuk diturunkan.

“Jingga, lanjutkan pekerjaanku!” teriaknya sebelum menaiki tangga kayu yang menghubungkan antara kafe dan rumahnya. Dia menjatuhkan bocah kecil itu di atas kasur, lalu melipat tangan di bawah dada.

“Bukankah ayah sudah bilang, setelah pulang sekolah kau harus--”

“Mengganti seragam sekolah, mencuci tangan dan kaki lalu makan siang. Setelah itu tidur siang dan baru boleh bermain,” kata bocah kecil itu polos. “Door, door,” katanya sambil memainkan pistol mainan miliknya. “Tapi ayah... aku mau bermain kapten bajak laut bersama paman Jingga. Kenapa ayah melarangku? Padahal aku cuman bermain di sekitar rumah, aku tidak bermain kotor-kotoran,” katanya membela diri.

Anca hanya menghela panjang. Selalu saja, bocah kecil yang berumur delapan tahun itu selalu tahu bagaimana cara menjawab ucapannya. Dia memang tidak pernah marah pada bocah kecil itu. Kau harus tahu, bahwa bocah kecil itu merupakan hidupnya. Kalau tidak ada si bocah kecil ini, mungkin dia tidak berarti apa-apa, pun dia mungkin akan memutuskan untuk mengakhiri hidup saat dirinya berumur dua puluhan lalu.

“Tapi ini bekas keringatmu, anakku. Bagaimana jika teman-temanmu mencium bau acem dari pakaianmu? Bukankah kau akan malu sendiri?” Anca dengan pelan berkata pada si bocah kecil, sambil duduk di hadapannya, dia mengelus lembut dengan penuh sayang rambut cepak anaknya.

“Baik ayah,” kata si bocah kecil, lalu melepaskan seragam sekolahnya.

Anca memperhatikan bagaimana anaknya itu mengganti dan menggantung seragam sekolah di lemari gantungan berwarna cokelat maroon itu. Dia senang karena bisa mengawasi pertumbuhan anaknya, menjadi orang tua tunggal mungkin bukan hal yang mudah, tapi Anca menikmatinya. Satu-satunya yang dipunyai adalah bocah kecil itu, jadi bagaimana mungkin Anca bisa marah pada darah dagingnya sendiri. Dia memberikan perlakuan yang lembut dan seluruh kasih sayangnya pada anak kecil itu.

“Sudah... sekarang, apakah aku boleh bermain lagi dengan paman Jingga?” tanya Senja berdiri di depannya.

Anca mengangguk, dan si bocah kecil itu merasa senang. Dengan sigap bocah itu mengambil pistol mainannya dan berlari lewat pintu kamar. Langkah kakinya yang menuruni tangga kayu masih terdengar di telinga Anca sehingga lelaki itu tampak khawatir. “Hati-hati nanti kau jatuh nak,” teriak Anca yang ikut keluar, lalu menutup pintu kamar.

“Kita bermain lagi paman, ayah sudah mengijinkanku. Sebentar lagi aku akan menarik pelatukku dan akan menembak para bajak laut. Door... door,” teriak Senja.

Orang yang dipanggil paman adalah Jingga Petala, lelaki itu hanya menggeleng-geleng, untung saja dia sudah selesai mencuci piring. Mereka tinggal menunggu pengunjung yang datang lagi.

Kafe itu menyatu dengan rumah Anca. Rumah mereka berada di lantai atas, dan kafe berada di lantai bawah. Para pengunjung senang melihat tawa renyah bocah kecil yang kadang bermain di sekitar ayahnya yang sedang bekerja, pun mereka juga menyukai sikap ramah dari si pemilik dan lucunya tingkah si bocah kecil itu.

“Hati-hati Senja, ada pengunjung yang datang,” Anca memperingati.

Senja Kala, memiliki wajah seperti Anca dan mengambil mata ibunya. Rambut yang bagian depan jatuh di dahinya, wajahnya kelihatan kesal. Senja duduk di kursi bartender dan memainkan pistol-pistolnya di sana. Pengunjung memang gemas terhadapnya, tapi Anca sangat mengkhawatirkan anaknya, alih-alih bocah kecil itu menabrak pengunjung yang datang lalu jatuh, atau menabrak Jingga ataupun dirinya yang sedang menyajikan pesanan pengunjung. Jangan salah, bocah kecil itu juga lumayan ceroboh.

“Kau harus makan dulu ya,” kata Anca menyajikan makanan untuknya, lalu si bocah tampak memakan makanannya dengan lahap. Begitulah menjadi orang tua tunggal, disatu sisi Anca harus bisa sebagai ibu, juga disisi lainnya, dia juga harus bertanggung jawab sebagai kepala keluarga, untuk menghidupi dan menyekolahkan anaknya yang masih berumur delapan tahun itu.

Mungkin Anca tidak berniat membuka usaha kafe, kalau saja –Jingga, temannya itu tidak menawarkan untuk bekerjasama. Jingga adalah temannya dulu sewaktu mereka di kemiliteran. Lelaki itu juga memutuskan untuk berhenti menjadi seorang militer setelah dua tahun Anca  memundurkan diri. Sampai sekarang ini, Jingga belum memberitahu Anca alasan kenapa lelaki itu berhenti dan memilih usaha seperti ini. Tapi, Anca juga merasa senang karenanya. Bagaimana tidak? Lelaki itu juga pandai memasak dan melayani para pelanggan dengan baik.

“Jingga, meja 12. Pain d’epice dan Monbazillac,” kata Anca yang masih menemani putranya makan. Sepertinya dia harus mencari pekerja tambahan, tidak cukup hanya mereka berdua saja. Mereka juga sering kewalahan menerima pelanggan yang berdatangan.

Setelah Senja menghabiskan makanannya, Anca menyuruh bocah kecil itu kembali bermain, lalu dia sendiri kembali sibuk membantu Jingga melayani para pelanggan yang datang ke kafe. Eudaemonia, kafe yang buka beberapa minggu yang lalu. Letak kafe itu di pinggir jalan, dan suasananya juga tenang. Kafe eudaemonia terkesan klasik, karena Anca memang menyukai hal-hal yang berbau klasik. ‘Hungarian Dance’ dari Johannes Brams menguasai ruangan, suara itu keluar dari tape yang ada di sebelah meja dapur. Para pengunjung yang datang langsung menuju meja kosong, dan Jingga langsung menghampiri tiap meja yang baru diisi, bak pelayan yang baik, dia menawarkan beberapa menu spesial mereka hari ini.

Anca merasa beruntung, karena Jingga seorang koki sekaligus pelayan hebat. Apalagi lelaki itu juga sangat bisa mengambil hati Senja, anaknya. Jadi kadang dia tidak kewalahan, jika bocah kecil itu rewel. Mungkin iya, Senja sering rewel diusia lima sampai tujuh tahun. Sebagai orang tua tunggal, Anca harus siaga setiap saat. Apalagi saat bocah kecil itu merengek meminta untuk bertemu ibunya, Anca tidak tidur semalaman dan menggendongnya sampai pagi. Mengajaknya berbicara perlahan, menceritakannya banyak hal, setidaknya pembicaraan tidak mengarah ke ‘Ibu’ terus.  

Tapi lihat sekarang, bocah itu menikmati usia delapan tahunnya. Anca puas saat melihat anaknya itu tertawa lebar, juga saat para pelanggan mengajaknya mengobrol. Kadang setiap kali bocah kecil itu sekolah, para pelangganpun sering menanyakannya. Bocah kecil itu, mengikuti sifat Meera, mendiang istrinya. Juga dari bocah yang sekecil itu, dia dapat melihat mendiang istrinya, mata Senja mirip seperti Meera, juga bibirnya yang kecil.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Singlelillah
1306      623     2     
Romance
Kisah perjalanan cinta seorang gadis untuk dapat menemukan pasangan halalnya. Mulai dari jatuh cinta, patah hati, di tinggal tanpa kabar, sampai kehilangan selamanya semua itu menjadi salah satu proses perjalanan Naflah untuk menemukan pasangan halalnya dan bahagia selamanya.
Strange Boyfriend
195      155     0     
Romance
Pertemuanku dengan Yuki selalu jadi pertemuan pertama baginya. Bukan karena ia begitu mencintaiku. Ataupun karena ia punya perasaan yang membara setiap harinya. Tapi karena pacarku itu tidak bisa mengingat wajahku.
Because I Love You
671      486     1     
Romance
The Ocean Cafe napak ramai seperti biasanya. Tempat itu selalu dijadikan tongkrongan oleh para muda mudi untuk melepas lelah atau bahkan untuk menghabiskan waktu bersama sang kekasih. Termasuk pasangan yang sudah duduk saling berhadapan selama lima belas menit disana, namun tak satupun membuka suara. Hingga kemudian seorang lelaki dari pasangan itu memulai pembicaraan sepuluh menit kemudian. "K...
Susahnya Jadi Badboy Tanggung
4158      1574     1     
Inspirational
Katanya anak bungsu itu selalu menemukan surga di rumahnya. Menjadi kesayangan, bisa bertingkah manja pada seluruh keluarga. Semua bisa berkata begitu karena kebanyakan anak bungsu adalah yang tersayang. Namun, tidak begitu dengan Darma Satya Renanda si bungsu dari tiga bersaudara ini harus berupaya lebih keras. Ia bahkan bertingkah semaunya untuk mendapat perhatian yang diinginkannya. Ap...
Last October
1716      650     2     
Romance
Kalau ada satu yang bisa mengobati rasa sakit hatiku, aku ingin kamu jadi satu-satunya. Aku akan menunggumu. Meski harus 1000 tahun sekali pun. -Akhira Meisa, 2010. :: Terbit setiap Senin ::
Yang Terukir
716      454     6     
Short Story
mengagumi seorang cowok bukan lah hal mudah ,ia selalu mencurahkan isi hatinya melalui sebuah pena,hingga suatu hari buku yang selama ini berisi tentang kekagumannya di temukan oleh si cowok itu sendiri ,betapa terkejutnya ia! ,kira kira bagaimana reaksi cowok tersebut ketika membaca buku itu dan mengetahui bahwa ternyata ada yang mengaguminya selama ini? Yuk baca:)
The Story of Fairro
2273      844     3     
Horror
Ini kisah tentang Fairro, seorang pemuda yang putus asa mencari jati dirinya, siapa atau apa sebenarnya dirinya? Dengan segala kekuatan supranaturalnya, kertergantungannya pada darah yang membuatnya menjadi seperti vampire dan dengan segala kematian - kematian yang disebabkan oleh dirinya, dan Anggra saudara kembar gaibnya...Ya gaib...Karena Anggra hanya bisa berwujud nyata pada setiap pukul dua ...
Untuk Navi
1010      548     2     
Romance
Ada sesuatu yang tidak pernah Navi dapatkan selain dari Raga. Dan ada banyak hal yang Raga dapatkan dari Navi. Navi tidak kenal siapa Raga. Tapi, Raga tahu siapa Navi. Raga selalu bilang bahwa, "Navi menyenangkan dan menenangkan." *** Sebuah rasa yang tercipta dari raga. Kisah di mana seorang remaja menempatkan cintanya dengan tepat. Raga tidak pernah menyesal jatuh cinta den...
Sahara
20165      2794     6     
Romance
Bagi Yura, mimpi adalah angan yang cuman buang-buang waktu. Untuk apa punya mimpi kalau yang menang cuman orang-orang yang berbakat? Bagi Hara, mimpi adalah sesuatu yang membuatnya semangat tiap hari. Nggak peduli sebanyak apapun dia kalah, yang penting dia harus terus berlatih dan semangat. Dia percaya, bahwa usaha gak pernah menghianati hasil. Buktinya, meski tubuh dia pendek, dia dapat menja...
Dolphins
496      306     0     
Romance
Tentang empat manusia yang bersembunyi di balik kata persahabatan. Mereka, seperti aku yang suka kamu. Kamu yang suka dia. Dia suka sama itu. Itu suka sama aku. Mereka ... Rega Nicholando yang teramat mencintai sahabatnya, Ida Berliana. Namun, Ida justru menanti cinta Kaisal Lucero. Padahal, sudah sangat jelas bahwa Kaisal mengharapkan Nadyla Fionica untuk berbalik dan membalas cintanya. Sayan...