"Kau yang melarikan diri! Bukan aku!" Ia tidak bermaksud menjerit, tetapi itulah yang dilakukannya sekarang ketika tidak bisa lagi ia berpura-pura. Katarina ingin segera menyingkirkan lelaki ini dari wajahnya, mengusirnya pergi. Rasa pahit tersirat di mata yang menatap nyalang. Dada Katarina naik turun berusaha menahan amarah yang membuncah di dalamnya. Didorongnya kasar tubuh Josh untuk melepaskan diri dan melesat pergi secepat kakinya bisa melangkah.
"Karenanya aku perlu kamu berhenti, Kat, dengarkan penjelasanku sebelum kamu menilai apapun." Katarina tidak peduli, ia tetap berjalan setengah berlari. Ia tidak membutuhkan penjelasan, penjelasan – dalam bentuk apapun – sudah terlambat.
Josh menangkap lengan Katarina lagi dan memutarnya, kali ini lelaki itu menariknya kasar sehingga tubuh mereka bersentuhan. Katarina mendesis, "Tidak ada yang perlu dibicarakan lagi, Josh. Semua sudah selesai ketika kamu menyerahkan surat itu." Katarina mengeretakkan giginya, sebulir air mata menggelinding turun tanpa bisa dicegah.
Pandangan Josh mempelajari jemari Katarina, "Kamu belum menikah," bisiknya.
Alis Katarina menyatu, apakah lelaki di depannya ini sedang mencemoohnya? Ia tidak membalas cemoohnya, Katarina menepis tangan Josh di lengannya dengan kasar, namun cekalan Josh pada lengannya begitu erat.
"Apa pedulimu? Kamu akan segera menikah kan? Pergi sana, Josh ... jemput pengantinmu, jangan sampai dia menunggu lama." Mata indahnya membelalak penuh kemarahan.
"Menurutmu, kau akan datang?" Pertanyaan Josh membuat sakit dadanya tak tertahankan. Katarina tidak lagi marah, hanya ada kepahitan disana. Josh melepaskan pegangannya pada lengan Katarina.
"Aku sibuk, jadi aku tidak akan bisa datang ke pernikahanmu. Selamat menempuh hidup baru, Josh. Aku ...," Katarina terdiam, berusaha menenangkan dirinya, "aku turut berbahagia." Air matanya turun dengan deras sekarang, buru-buru Katarina berlari masuk ke mobil.
"Kat!" Dengan tangkas Josh menyusulnya, berlari ke pintu penumpang dan membukanya dengan cepat sebelum katarina sempat menguncinya. Josh terduduk di kursi penumpang dengan pintu masih terbuka dan memutar tubuhnya menghadap Katarina, "Bicaralah padaku, Kat."
Katarina tidak dapat berbicara, tangisnya berubah menjadi raungan yang menyayat hati. Baru kali ini dia menangis seheboh ini, sebelumnya ketika Josh meninggalkannya, dia hanya bisa menangis dalam hati.
Ia merasa tertekan, Josh terus menerus mengejarnya, menerornya dengan wajahnya, dengan kata-katanya, dengan sentuhannya – baik dulu ketika dia tidak ada dan sekarang setelah dia kembali.
Kenapa lelaki ini tidak membiarkannya sendiri dan terus membuntutinya? Apakah belum cukup luka yang sudah ditorehkannya? Ya, ia belum menikah. Ya, ia tidak bahagia dalam percintaan. Apakah Josh mau mendengar kata-kata itu keluar dari mulutnya supaya dia puas? Supaya Josh bisa berhenti menyakiti hatinya?
Katarina merasa dadanya sesak dan dapat meledak setiap saat, seribu satu perasaannya terhadap Josh bertabrakan hingga membentuk benang kusut yang tidak dapat diurainya. Marah, karena Josh tiba-tiba meninggalkannya dulu ketika rasa cintanya sedang bermekaran. Sedih, mengapa nasib mempertemukan mereka lagi ketika hatinya telah rela melepaskan lelaki ini. Bingung, bagaimana harus merespon kata-katanya, ia bahkan tidak sanggup menatap mata Josh. Takut, karena mendapati perasaan cintanya terhadap Josh masih tersimpan rapih, tidak berkurang sedikit pun, malah rasa itu bertambah karena rindunya yang sporadis dan menggerogoti habis hatinya.
Sepertinya Josh menganggap kepergiannya adalah sesuatu yang lumrah dan tidak akan memberi efek apa-apa padanya. Josh tidak mengerti bahwa sepeninggal dirinya, hari-hari Katarina tidak lagi berwarna. Darahnya yang dulu merah karena cinta menjadi hitam dan hatinya berhenti merasa, ia tidak lagi bisa mencintai siapapun.
Tangan Josh yang besar mengelus punggungnya ketika tangis Katarina mereda dan meninggalkan sisa isakan. Katarina berusaha menghindar dari sentuhannya, namun mobilnya begitu kecil, kemana dia harus menghindar?