"Di rumah."
"Bohong. Lo dimana? Jawab gue!" Hadi memutar tubuhnya ke kiri kanan, mencari wajah gadis itu diantara keramaian orang yang berlalu lalang dalam mall.
Hening.
Terdengar nafas berat sebelum Katarina menjawab, "Di toilet wanita lantai tiga."
Dengan langkah panjang, Hadi bergegas ke tempat dimana Katarina berada. Pikirannya mengutuk Josh, karena telah memutuskan hubungannya dengan Katarina tanpa memberitahunya terlebih dahulu. Hadi merasa sedikit banyak bersalah telah menjodohkan Josh dengan gadis itu. Jika ia tau bahwa Josh tidak akan tinggal lama, ia akan mempertahankan Katarina untuk dirinya sendiri.
Ketika Josh mengabari bahwa Katarina meninggalkannya di mall dan dia tidak bisa menemukannya, kemarahannya langsung memuncak. Dengan kalap Hadi memaki-maki Josh, ia sendiri sekarang lupa makian apa saja yang telah dimuntahkannya pada Josh. Pikirannya hanya menuntutnya segera pergi untuk mencari Katarina dan membawanya pulang.
"Kat, lo di dalem?! Jawab gue dong!" Sudah 15 menit Hadi memanggil dan menunggunya, namun tidak ada respon terhadap panggilannya dari dalam toilet wanita. Beberapa pasang mata yang keluar masuk baik dari dan ke toilet wanita dan toilet lelaki – yang letaknya bersebelahan – menatapnya curiga.
"Katarina Wijaya, keluar sekarang! Lo gak keluar, gue acak-acak ini toilet!" Frustasi membuat teriakan Hadi menjadi lengkingan aneh yang tidak dikenalinya.
Hadi mondar mandir sambil menyisir rambutnya dengan jemari, kesabarannya hanya bisa bertahan satu menit lagi. Jika satu menit lagi Katarina tidak menampakkan dirinya, ia benar-benar akan mengobrak-abrik toilet wanita ini hanya untuk menemukan Katarina dan menyeretnya keluar.
Tidak lama, sosok gadis itu tampak berjalan keluar perlahan, Hadi langsung masuk menghampiri dan menariknya keluar toilet. Diamatinya baik-baik wajah gadis di depannya, "Kat, lo gak papa?"
"Memangnya gue kenapa? Lo ngapain kemari?" Katarina berpura-pura sibuk mencari sesuatu untuk menyembunyikan wajahnya dari tatapan Hadi.
"Cari buku ... sama cari lo." Katarina menoleh menatapnya, mata gadis itu menyorot hampa, sama seperti dulu, saat Hadi pertama kali menyapanya setelah Katarina diterpa gosip tidak sedap. "Josh telepon tadi. Dia khawatir sama lo."
Katarina berdecih mendengarnya, ia mengejap-ngejapkan matanya untuk mengusir bayangan air mata yang muncul kembali.
"Ada yang mau lo ceritain sama gue, Kat?"
"Gak ada."
"Lo yakin? Kenapa mesti gue yang nanya melulu? Gue pengennya lo cari gue kalau ada apa-apa, Kat. Ngerti?"
"Gak ada apa-apa, Di. Gue baik-baik aja." Katarina terdiam, tampak menimbang sesuatu. "tapi kalau lo kepo sama urusan gue, nih baca aja sendiri. Trus jangan dibahas ya, Di. Gue gak sanggup."
Ia menerima surat dari tangan Katarina dan membacanya kemudian meremuknya dengan jengkel. Katarina buru-buru menangkap tangan Hadi ketika surat itu akan di lemparnya ke tong sampah. Hadi menatapnya merapihkan lagi surat itu dan memasukkannya dalam amplop.
"Masih mau lo simpen juga, Kat?! Buat apa?!" Rasanya ingin direbutnya surat dari Josh dan dirobek-robeknya di depan Katarina. Hadi berusaha mengatur nafasnya yang terengah karena emosi, untuk menurunkan tensi darahnya dirasanya sedang tinggi saat ini.
"Mau gue pajang, Di. Nanti kalau dia balik lagi gue jejelin ini di mulutnya." Katarina menertawakan ironi yang barusan dilontarkannya, sebulir air matanya lolos dan meleleh di pipinya. Jari Hadi menghapusnya lembut.
"Jangan dipikirin lagi, Kat. Lo itu cantik banget. Nanti di tempat kuliah lo, bakal banyak cowok-cowok yang ngantri dan Josh bakal nyesel udah mutusin lo hari ini." Hibur Hadi. Katarina tertawa lagi, bulir-bulir air matanya sekarang jatuh lebih deras tanpa bisa dicegah. Dengan kasar Katarina mengusirnya segera sebelum Hadi melakukannya.
"Terima kasih, Di. Oh ya, lo jadinya kuliah dimana, Di?"
"MarCom, LSPR. Kenapa?"
"Keknya gue juga mau daftar kesana."