Awal Desember seluruh anak SMA III menjalani UAS sebelum liburan akhir tahun dimulai, Katarina dan sahabatnya melalui semua tanpa kesulitan yang berarti.
Sejalan dengan kelas Bimbel yang mereka asuh tiap minggu, persahabatan yang terjalin lebih erat dengan adanya penambahan personel baru, Josh. Josh sudah dianggap sebagai anggota mereka, terutama oleh Hadi dan Hendra yang merasa anggota Bro di kelompok mereka kurang.
Sementara Cyanne dan Sylvia menyambut dengan suka cita yang luar biasa, mereka bahkan berpikir untuk potong tumpeng, merayakan bergabungnya Josh dalam kelompok mereka. Hanya Katarina yang sama sekali tidak menampakkan reaksi apapun.
Setelah mata pelajaran UAS hari terakhir dilewati, sore itu mereka berjanji merayakannya di warung bakso langganan, dekat rumah Josh di Pantai Mutiara-Jakarta Utara. Hendra dan Sylvia belum tiba, mereka memutuskan menunggu Cyanne yang belum keluar dari kelasnya. Dengan motornya, Josh dan Hadi yang membonceng Katarina, lebih dulu berangkat untuk mengambil tempat duduk sebelum warung bakso itu menjadi ramai.
Warung bakso yang dulunya adalah bedeng reyot, sudah dipugar menggunakan dinding bata sehingga lebih higienis dan layak untuk dikunjungi. Suasana dalam warung yang dindingnya dicat sewarna telor asin itu terasa sejuk dengan dipasangnya kipas angin besar di tiga titik di plafon yang dibuat cukup tinggi untuk mendukung sirkulasi udara. Duduk di sudut warung, Hadi dan Josh menarik beberapa meja dan kursi agar cukup untuk mereka berenam.
"Lo orang mau yang seperti biasa, kan? Gue pesenin ya." Hadi berlalu dari mejanya menuju ke gerobak bakso yang terletak di depan warung untuk memesan.
Josh langsung membuka pembicaraan, begitu Hadi meninggalkan mereka berdua di pojokan warung, "Kat, lo sampe sekarang masih gak mau ngobrol sama gue?" Tanyanya langsung tanpa basa-basi, matanya menatap tajam Katarina dari seberang meja.
Gadis itu memperhatikannya sebentar, kemudian tangannya sibuk mengambil tissue dan mengelap meja. "Kat, lo itu ya ...," Josh menarik nafas mengumpulkan kesabarannya melihat tingkah Katarina yang seakan menganggapnya seperti kucing yang lewat dibawah kolong meja. "keras kepala."
"Gue lagi gak mau ngobrol aja." Jawab Katarina singkat.
"Kat, gue udah sama-sama lo orang dari dua bulan lalu, otomatis gue bagian dari kalian. Cuma lo doang yang sepertinya menolak keberadaan gue disini. Gue ada salah apa? Jujur sama gue, Kat." Cecar Josh, matanya sekarang menatap kesal pada gadis di depannya tidak menanggapinya serius, malah sekarang Katarina sibuk mengelap tumpukan sendok dan garpu. Sabar ... sabar ....
"Lo gak salah. Cuma gak ada yang perlu diomongin aja." Jawab Katarina. Ketika kepalanya mendongak, gadis itu tidak menatapnya. Dia menoleh ke belakang, pandangannya mencari Hadi.
Merasa waktu dan kesabarannya semakin tipis, tangan Josh bergerak mengamit lembut pergelangan tangan Katarina yang terkulai di atas meja untuk mengembalikan perhatian gadis itu padanya. "Jawab gue, Kat, gue gak bakal marah."
Katarina menoleh cepat ke arah Josh, terkejut. Mata indah itu menatap Josh ketakutan, alisnya bertautan seakan meminta belas kasihan. Dengan rasa bersalah, Josh melepaskan pegangannya ketika dilihatnya bayangan air mata yang muncul ke permukaan. "Maaf. Kat ... lo gak papa?"
"Gak papa." Katarina menunduk sambil menyembunyikan tangannya yang gemetar ke pangkuannya di bawah meja.
"Kat ...."
"Gue gak papa, oke?! Jangan tanya lagi gue kenapa-kenapa, boleh gak?!" Potong Katarina setengah histeris menghentikan gerakan Josh yang ingin mendekatinya. Bibir merah itu bergetar, manik mata indah itu memancarkan rasa panik, seakan kaki gadis itu siap berlari jika Josh mengambil satu gerakan lagi ke arahnya.
"Ada apa, Kat? Dia gangguin lo?" Hadi tiba-tiba sudah berdiri di ujung meja, wajahnya yang serius menunggu jawaban Katarina.