"Aku merindukanmu, tapi aku memilih untuk menyelamatkan hatiku yang akan bertambah parah jika bertemu denganmu."
-Raya Aurora-
Semua orang pernah merasakan yang namanya patah hati karena putus hubungan dengan orang yang dicinta. Kalau ada yang belum pernah patah hati, mungkin dia belum pernah merasakan benar-benar jatuh cinta atau menjalin hubungan secara serius. Karena apa? Selalu ada hati yang patah untuk hati yang jatuh.
Banyak hal yang bisa dilakukan untuk menyembuhkan rasa patah hati. Bahkan, ada tipe orang yang memilih untuk menikmati perasaan yang tidak mengenakkan itu, karena bagi mereka patah hati bukanlah penyakit, tapi sebuah resiko dari keberanian untuk mencintai. Sayangnya, Raya bukan salah satu dari tipe tersebut, karena dia sendiri masih bingung akan menyembuhkan atau menikmati rasa patah hatinya sejak putus hubungan dengan Radit seminggu yang lalu.
Sore ini, setelah menandatangani buku-bukunya yang dipesan oleh pembaca dalam pre-order kedua, Raya berbaring di ranjang apartemennya yang bernuansa putih polos. Apartemen itu disewanya dari hasil uang kontrak penerbitan yang diterima di awal perjanjian kerjasama dengan Rivmedia Utama. Sebuah pencapaian yang luar biasa baginya.
Raya berbaring sambil menatap langit-langit dengan perasaan lelah dan perih. Gadis itu terus saja mengingat detik-detik perpisahannya dengan Radit di kafe. Mengingat detail sentuhan bibir laki-laki itu di keningnya, sentuhan tangan laki-laki itu di pipinya, dan setiap kata-kata yang terucap. Oke, gue terima keputusan lo. Thank's buat kebersamaannya beberapa bulan belakangan ini. Sorry, kalau gue banyak minusnya di mata lo. Jaga diri lo baik-baik. Gue pamit, ya. Sorry, nggak bisa nganter, gue masih banyak kerjaan di kantor.
Air mata mengalir dengan senang hati di pipinya yang semakin tirus. Buru-buru Raya menghapusnya dengan kedua tangan yang gemetar. Baru seminggu, Dit, baru seminggu, tapi gue udah kangen sama lo.
Raya merindukan Radit, tapi dia memilih untuk mengurung diri di apartemennya walaupun keinginan untuk menemui laki-laki itu begitu besar. Bahkan, dia mengabaikan pesan WhatsApp dari Radit yang sesekali mampir ke ponselnya. Dia pun mengabaikan panggilan masuk dari laki-laki itu.
Dia ingin segera melupakan Radit, tapi semua momen ketika mereka berdua selalu menggoda untuk membuatnya tersenyum. Dia ingin kembali pada laki-laki itu, tapi gaya hidup Radit ketika menjalin relasi bisnis membuatnya tidak sanggup. Akhirnya, dia hanya bisa terpuruk oleh perasaan-perasaan dan pemikiran-pemikirannya yang tidak karuan.
Raya, besok buku-bukunya diambil ya sama Kang Asep. Pesan dari Aldo muncul di ponselnya. Raya segera membalas pesan itu dengan 'Oke, Kak.'
Minggu ini Raya masih harus bergelut dengan kegiatan promosi buku puisinya. Minggu depan dia sudah harus merevisi salah satu naskah novelnya yang akan diterbitkan. Masih oleh penerbit Rivmedia Utama. Bima yang menyetujuinya atas rekomendasi Aldo, tentu. Walaupun sudah berhasil menghasilkan sebuah buku dan menghasilkan pendapatan bagi kantor penerbitan itu, tapi Raya masih belum bisa berdiri sendiri tanpa Aldo. Secara tidak sengaja, Raya masih memerlukan dukungan dari Aldo. Bima pun masih memerlukan rekomendasi dari rekan bisnisnya itu.
Raya melirik ponselnya lagi. Kali ini ada beberapa pesan dari para pembacanya yang mengucapkan selamat atas penerbitan buku puisi Jatuh, Lalu Cinta. Kemudian, Raya membalas pesan-pesan itu dengan ramah dan penuh kesabaran. Ya, begitulah Raya sekarang. Fokus ke karier kepenulisannya. Lalu bagaimana dengan toko aksesori wanita miliknya? Toko itu sudah tutup. Barang-barang dagangannya sudah dia pindahkan dari ruko milik Radit ke apartemennya. Beberapa koleksi diberikan kepada pembaca yang membeli bukunya sebagai hadiah pre-order.
Ay, gue pergi ke Bangkok. Ada panggilan photoshoot. Ini bukan dadakan, tapi mereka udah minta gue dari 2 minggu yang lalu. Gue foto sendiri, kok. Nggak bareng model cewek. Gue di sini 3 hari. Jaga diri baik-baik, ya. Jangan telat makan. Satu pesan baru dari Radit. Raya membacanya berulang-ulang. Entah apa yang gadis itu cari. Kemudian, dia mengembuskan napas lega, lalu menutup ponselnya. Dia butuh makan.
--
"Mau ke mana, Al?" Teguran dari Sari menghentikan langkah Aldo.
Aldo melirik ibunya, lalu tersenyum singkat. "Mau nonton teater, Ma," jawabnya pelan.
"Sama siapa?" tanya Sari, penasaran. Dia mendekati putranya yang sudah berpakaian rapi dengan kemeja lengan panjang warna cream dan celana jins warna putih tulang.
"Sama ceweklah, Ma," jawab Aldo santai.
"Raya?" Sari menebak.
"Em..." Aldo hanya menggumam, masih meraba-raba akan mengatakan yang sebenarnya atau tidak.
Sari tidak sabar melihat tingkah putranya. "Raya, 'kan?" desaknya kemudian.
"Bukan."
"Bukan Raya? Terus siapa?"
"Adalah, pokoknya."
Jawaban Aldo membuat Sari penasaran akan hal lain. Dia bertanya lagi, "Udah move on dari Raya?"
"Belum tahu juga sih, Ma."
"Kalau belum move on, jangan dulu deket sama cewek baru. Kasihan anak gadis orang nanti."
"Tapi kan bisa dimulai dulu. Siapa tahu sama yang baru cocok."
"Ya udah, terserah kamu aja, tapi baik-baik ya. Jangan sakitin cewek mana pun."
"Iya, Mama-ku, cintaku!" seru Aldo seraya memeluk ibunya.
Setelah berpamitan, laki-laki itu bergegas melajukan mobilnya ke daerah Jakarta Pusat untuk menjemput seseorang. Dia menyetir dengan perasaan berbunga-bunga sambil mendengarkan lagu HiVi Siapkah Kau Tuk Jatuh Cinta Lagi. Butuh waktu sekitar 1 jam untuk tiba di rumah gadis yang telah memercikkan energi cinta yang baru pada diri Aldo. Ya, meskipun Aldo masih belum yakin sepenuhnya.
Setibanya di rumah sang gadis, Aldo dibuat takjub dengan penampilan gadis itu. Dia mengenakan gaun berwarna cream di atas lutut dan sepatu putih yang berhak 3 senti. Rambut sebahunya digerai sempurna dengan bando mutiara yang sukses mempermanis tampilannya. Penampilan yang sangat berbeda dengan penampilannya sehari-hari.
"Mau ke mana, Yas?" tanya Aldo pada gadis yang kini berdiri di hadapannya sambil menunduk malu-malu.
Yasmin mengangkat kepalanya, lalu mengerutkan kening. "Lho, bukannya kita mau nonton teater di TIM?"
"Kirain kita mau kencan, abisnya kamu manis banget hari ini," goda Aldo sambil tersenyum. Tiba-tiba dia menjadi lebih berani pada wanita. Mungkin karena tak ingin ditikung lagi oleh laki-laki lain, seperti Radit menikungnya ketika dia masih berusaha mendekati Raya.
"Emang boleh kalau dibilang kencan?"
"Boleh, kalau kamu mau."
Yasmin mengulum senyum, membuat senyum Aldo semakin lebar. Detik berikutnya, Aldo meraih tangan Yasmin, lalu menuntunnya menuju mobil. Tak lupa, laki-laki itu membukakan pintu untuk gadis yang jantungnya kini berdebar tak karuan.
Aldo memang belum benar-benar melupakan rasa cintanya pada Raya, tapi dia menyadari bahwa gadis itu bukanlah untuknya. Aldo tahu, Raya dan Radit baru saja putus. Aldo juga menyadari kesedihan dan keterpurukan yang Raya alami. Namun, dia tak ingin memanfaatkan keadaan lagi. Dia paham, jika memanfaatkan keadaan buruk yang dialami oleh dua orang yang saling mencintai, hanya akan memperburuk kondisi hatinya sendiri. Maka dari itu, dia memilih untuk menyelamatkan hatinya. Dia memilih untuk membuka hatinya untuk seseorang yang baru. Yasmin Aulia. ∩∩∩
@Gladistia Wah, terima kasih banyak, ya. Senang bisa menghibur.
Comment on chapter Ditolak Lagi