Loading...
Logo TinLit
Read Story - Ketika Kita Berdua
MENU
About Us  

"Lo adalah recehan yang kadang gue butuhinKadang lho, ya."

-Raya Aurora-

Raya Aurora. Gadis yang saat ini sedang mengepak barang dagangan beserta rak display, mannequin, dan gantungan matahari, terlihat bingung. Dia merasa tak yakin akan keputusannya untuk menerima penawaran dari Radit. Kalau saja Radit mau menerima uang sewa ruko miliknya, mungkin Raya akan mengambil keputusan ini dengan berani.

Kemarin-mendengar Raya mengalami kecopetan-selain membelikan ponsel baru dengan uang tunai tanpa mau diganti, Radit pun menawari Raya untuk mengisi ruko di sebelah kantor WO miliknya tanpa mau menerima uang sewa. Menurut Radit, Raya lebih baik berjualan aksesori di toko daripada harus melakukan transaksi COD yang mengharuskannya untuk bepergian dengan kendaraan umum yang bisa membahayakan dirinya, seperti kejadian kecopetan kemarin. Intinya, Radit tidak ingin kejadian nahas semacam itu kembali menimpa Raya.

"Naik angkot itu bahaya, Ray. Jalannya ugal-ugalan, banyak copet, belum lagi kalau ada penumpang yang ngerokok dan mabuk. Lo milik gue. Gue nggak mau kejadian kayak kemarin menimpa lo lagi. Ini baru hape yang kecopetan, masih bisa diganti. Coba kalau..." Radit menggantung kalimatnya saat mendengar Raya menolak tawarannya tadi malam. "Pokoknya, gue nggak mau lo kenapa-kenapa," tutupnya.

Radit benar juga, pikir Raya pada akhirnya. Tidak ada salahnya menerima penawaran laki-laki itu. Ini juga demi kebaikan dirinya sendiri. Namun, Raya masih tidak mau menerima klaim kepemilikan Radit atas dirinya. Dia merasa bukan barang yang harus dimiliki. Dia manusia. Lagipula, atas dasar apa Radit ingin menjadikannya milik pribadi? Cowok aneh! katanya.

"Ray, udah kelar? Tadi gue udah minta OB buat bersihin ruko. Jadi, nanti kita tinggal masuk-masukin dan nata barang-barang lo aja." Radit menjelaskan ketika tiba di depan kamar Raya.

"Udah kelar, kok."

"Ya udah, yuk!" kata Radit, sesaat sebelum mengangkut salah satu dus.

"Dit." Raya menghentikan aksi laki-laki itu.

"Kenapa lagi?"

"Gue bayar sewa ya, please."

"Gue nggak denger."

Radit tetap pada keputusannya. Tidak mau menerima uang sewa. Kemudian, laki-laki itu mengangkut barang-barang Raya ke dalam mobilnya. Tidak banyak, jadi masih bisa dikerjakan berdua. Ya, Raya yang mengepak dan Radit yang mengangkut.

Di sepanjang perjalanan, Radit bernyanyi mengikuti alunan musik yang dinyalakan. Suaranya bagus, membuat Raya terdiam mendengarkan. Gadis itu tak menyangka, Radit memiliki bakat terpendam seasyik ini. Ketika dipuji, seperti biasa Radit akan membanggakan dirinya. Narsis!

Setibanya di kantor Radit, Raya tersenyum lebar ketika melihat tempat yang akan digunakannya untuk berjualan. Dia bahagia, akhirnya usaha aksesorinya menemukan tempat. Saking bahagianya, dia sontak memeluk Radit yang baru saja meletakkan sebuah dus di atas lantai. Radit terkesiap, tapi kemudian diam saja. Tidak menolak ataupun membalas pelukan Raya. Radit hanya bertanya-tanya dalam hati, kenapa gadis itu tiba-tiba memeluknya.

"Makasih, Dit. Akhirnya usaha gue selangkah lebih nyata. Makasih, Radit!" ucap Raya, begitu bersemangat sambil mengeratkan pelukannya.

"Iya, Ray, sama-sama. Gue ikut bahagia kalau lo bahagia," sahut Radit, yang akhirnya membalas pelukan Raya sambil menepuk-nepuk punggung gadis itu. "Lo suka tempatnya?" tanyanya kemudian.

"Suka. Suka banget!" jawab Raya, nyaris memekik.

"Bagus, kalau suka." Radit melepaskan pelukan Raya, lalu meniup kening gadis itu. "Sadar! Jangan peluk-peluk gue sembarangan! Entar kalau gue berbuat lebih jauh, lo ketagihan."

Raya bergeming untuk beberapa saat. Kemudian, dia memegangi kepalanya yang sebenarnya baik-baik saja. "Duh, iya kayaknya tadi ada yang merasuki gue!"

"Sebenarnya mau peluk-pelukan yang lama juga nggak masalah, tapi masalahnya sekarang gue harus kerja. Udah, ya. Nanti dilanjut lagi!"

"Apa, sih?" Raya tiba-tiba tersipu malu sekaligus merutuki tingkah spontannya barusan. Apa-apaan meluk Radit? omelnya pada diri sendiri. Tapi, kenapa terasa nyaman? Ah, nggak, nggak!

Radit tidak berkata apa-apa lagi. Dia hanya melemparkan senyum semanis mungkin pada Raya. Senyum yang jarang sekali dia tampilkan, karena biasanya hanya senyum jahil yang tersungging dari bibirnya.

Sepeninggal Radit, Raya mulai menata barang-barang dagangannya pada rak display dan gantungan matahari. Ada juga yang ditata di dalam lemari terbuka yang sudah Radit sediakan. Kemudian, aktivitasnya terhenti ketika menyadari sesuatu. Seseorang sedang berdiri di ambang pintu, memperhatikannya.

"Lo ngapain masih di sini, Radit?"

Radit memamerkan senyum jahilnya. "Ngelihatin lo."

"Biar apa?" Raya melayangkan tatapan tajam.

Radit menyisir sisi kanan rambutnya dengan jari. "Biar lo deg-degan dilihatin cogan."

"Gue nggak bakalan deg-degan. Sana pergi, ganggu!" usir Raya jengah.

Radit tersenyum. "Nggak mau, gue mau bantuin lo." Senyum palsu, pikir Raya.

"Ya udah, nih tolong angkat mannequin ini ke dalam!" pinta Raya yang bernada perintah.

"Nggak mau, berat!" tolak Radit tanpa dosa.

"Mana ada sih mannequin berat, Radit?!"

"Jangan kesel-kesel sama gue, entar gue tambah suka."

"Jangan ngaco!"

"Gue suka lihat lo kesel sama gue."

"Terus gue harus senyum-senyum ke lo?"

"Jangan senyum juga, gue suka lupa napas kalo lihat lo senyum."

Raya sudah akan melemparkan salah satu aksesori yang sedang ditatanya, kalau saja Radit tidak membungkukkan badan dan mengangkat mannequin seperti yang Raya minta sebelumnya. Laki-laki aneh. Katanya tidak mau membantu, tapi akhirnya membantu juga, pikir Raya.

"Lo kenapa nggak pergi aja, sih? Katanya lo harus kerja?"

"Lo kenapa nggak terima aja sih semua perhatian gue? Emang lo nggak butuh?"

"Ya, bukan begitu."

"Butuh, 'kan?"

"Nggak juga." Raya menjawab datar tanpa menoleh pada yang bertanya.

"Nggak butuh?" Ada sedikit nada penekanan pada pertanyaan Radit kali ini.

"Ya butuh sih, tapi..." Raya terlihat memutar bola matanya mencari kata-kata yang tepat untuk menjawab pertanyaan yang menyudutkan ini.

"Jadi, butuh perhatian gue atau nggak?" Radit bertanya sekali lagi. Kali ini dengan nada penekanan penuh dan Raya benar-benar merasa tersudut.

"Iya, iya. Butuh, butuh, butuh!" Raya membanting sebuah bros hijab, lalu menatap Radit kesal.

"Kalau butuh, bilang. Kalau kesulitan, bilang. Kalau sayang, bilang. Kalau kangen, bilang," cerocos Radit sambil melangkah mendekati Raya.

"Kalau kesel, bilang?" Raya berkacak pinggang dengan semu merah di pipinya.

"Bilang. Biar gue tambah suka sama lo." Radit mendekatkan wajahnya pada wajah Raya, mengikis jarak di antara mereka.

"Lo mau ngapain?" Raya memundurkan tubuhnya agak menjauhi Radit, hingga pinggangnya menabrak meja. Buntu. "Sana, mundur!"

"Ada ketombe di rambut lo." Raya panik, lalu mencari-cari cermin dan menyisir rambutnya dengan jari mencari serbuk putih di kepalanya, tapi nihil.

"Cieee, yang pengen tetep tampil cantik di depan Radit, cieee!" goda Radit yang sudah menjauh dari Raya.

"Radit, receh banget, sih!" Raya memekikkan teriakannya yang membuat Radit menutup kedua kuping, lalu berlari ke luar toko sambil tertawa puas. ∩∩∩

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (17)
  • hayriin

    @Gladistia Wah, terima kasih banyak, ya. Senang bisa menghibur.

    Comment on chapter Ditolak Lagi
  • Gladistia

    Halo kak ^^
    Ceritanya seru, aku terhibur banget. Apalagi pas Raya sama Radit. Ada ajah kelakuan mereka....
    Ditambah sama Aldo yg....
    Ahhhh gemas. Aku tunggu next-nya ya kak.
    Semangat dan sukses untukmu ya kak ^^♡

    Comment on chapter Sambut Tanganku
  • hayriin

    @Akashisidu makasih ya, dear. 😊

  • Akashisidu

    senyum senyum sendiri bacanya. sensasi macam apa ini? niceee lanjutkan...

  • hayriin

    @enhaac Terima kasih, Kak. Aku sudah mampir ke spotmu hehe...

  • enhaac

    Enak banget bacanya.

  • Oreoreo

    Lanjuuuttt..
    Lucuu

  • shanntr

    aaa seru aku sukaa:))
    lanjutkan kak semangat yaa:)
    kunjungi sotry ku juga kalo sempet:))

  • rara_el_hasan

    @hayriinsama sama mbk Rini semangat ya

  • hayriin

    @yurriansan makasih, Kak. Iya, sama-sama. Udah ada bagian barunya nih hehe

Similar Tags
Luka Adia
836      508     0     
Romance
Cewek mungil manis yang polos, belum mengetahui apa itu cinta. Apa itu luka. Yang ia rasakan hanyalah rasa sakit yang begitu menyayat hati dan raganya. Bermula dari kenal dengan laki-laki yang terlihat lugu dan manis, ternyata lebih bangsat didalam. Luka yang ia dapat bertahun-tahun hingga ia mencoba menghapusnya. Namun tak bisa. Ia terlalu bodoh dalam percintaan. Hingga akhirnya, ia terperosok ...
No Longer the Same
520      372     1     
True Story
Sejak ibunya pergi, dunia Hafa terasa runtuh pelan-pelan. Rumah yang dulu hangat dan penuh tawa kini hanya menyisakan gema langkah yang dingin. Ayah tirinya membawa perempuan lain ke dalam rumah, seolah menghapus jejak kenangan yang pernah hidup bersama ibunya yang wafat karena kanker. Kakak dan abang yang dulu ia andalkan kini sibuk dengan urusan mereka sendiri, dan ayah kandungnya terlalu jauh ...