Read More >>"> Kejar Mika! (Bab 6) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Kejar Mika!
MENU
About Us  

"Jadi, apa kita tersesat?" tanya Pinky sambil tetap mengikuti langkah Mika di belakangnya.

Pemuda itu tak menjawab. Ia terus saja melangkah, menembus rimbunnya semak dan pepohonan dengan langkah lambat-lambat, berharap ada keajaiban bahwa mereka menemukan jalan keluar.

Lelah berputar-putar, ia memutuskan berhenti, lalu mengatur nafasnya yang tersengal.

Cowok itu menelan ludah, menaruh kedua tangannya di pinggang, lalu menatap Pinky dengan tatapan pasrah.

"Well, terpaksa gue jawab pertanyaan elo bahwa, ya, kita tersesat," ucapnya.

Pinky yang nampak kelelahan mendesah. "Sudah gue duga," ucapnya.

"Kita istirahat di sana," Mika menunjuk tanah datar dengan sebuah pohon besar di sisinya. Pemuda itu bergerak ke sana dan Pinky mengikuti.

Setelah sempat meneguk sedikit air dari botol, mereka beristirahat sebentar.

"Jika tim SAR nggak segera nemuin kita, sepertinya kita akan bermalam di sini. Jadi ayo kita lihat ada apa di tas kita masing-masing. Yang jelas, kita butuh makanan, minuman, dan tentunya, senter." Mika menarik tas yang tadi ia letakkan di sisinya, lalu mulai membongkar dan mengeluarkan semua isinya. Botol minum, makanan ringan, roti, santer, kotak obatan-obatan, beberapa perlengkapan mendaki, semua ia tata dengan rapi di depannya.

Pinky sempat mengeluh sesaat lalu melakukan cara yang sama seperti yang di lakukan Mika. Mengeluarkan isi tas ranselnya, lalu menatanya dengan rapi di dekat barang-barang Mika.

Ia suka berduaan dengan cowok ini, tapi tersesat di hutan belantara dengannya, tak pernah terpikir sedikitpun di benaknya.

Bagaimana ia akan makan?

Bagaimana jika ia kelaparan?

Bagaimana jika ia ingin ke kamar kecil?

Bagaimana jika ada hewan buas menerkam mereka?

Bagaimana jika ia mati di tempat ini?

Gadis itu mendesah frustasi.

"Hanya ini?" Mika menatap deretan barang-barang Pinky di dekat barangnya. Hanya ada beberapa potong roti, beberapa bungkus makanan kecil, coklat bars, kotak make up, dan juga toiletries.

"Nggak ada kotak obat-obatan?" tanyanya.

Pinky menggeleng.

"Nggak ada peralatan mendaki?"

Pinky kembali menggeleng.

"Dan cuma ini makanan dan minuman yang elo bawa?"

"Lha terus? Apa gue harus bawa kulkas ke sini?" Pinky berujar kesal.

Mika mengerutkan bibir, ikut terlihat sebal.

"Elo ini pergi ke hutan, bukannya membawa banyak makanan, eh malah lebih memilih membawa peralatan make up?" semburnya jengkel.

Pinky sewot.

"Kita dijadwalkan hanya akan menghabiskan waktu 4 jam di hutan ini. Mana gue tahu kalo akhirnya kita malah tersesat? Gue gak punya rencana untuk tidur dan menikmati waktu gue di sini!" Jawabnya sengit.

Mika mengerutkan bibirnya dan mendesah kesal.

"Bersiap-siap aja kalo kita akan menghabiskan malam di sini," ucapnya kemudian.

Pinky membuang pandangannya ke sekitar. Tak terlalu buruk, pikirnya. Tanah di sini datar dan sedikit lebih nyaman dibanding yang sudah mereka lewati barusan. Jika ada hewan buas, mereka bisa menyelamatkan diri dengan naik ke pohon. Ia bisa kok memanjat.

"Gue akan nyiapin tempat bermalam di sini. Bisa lo bantu carikan kayu bakar yang kecil-kecil aja?" Mika kembali bersuara.

Pinky menatap ke arahnya lalu mengangguk.

"Oke," Ia menjawab pendek seraya beranjak, mencari kayu bakar sesuai perintah Mika.

Gadis itu baru beberapa menit pergi ketika akhirnya Mika mendengar teriakannya. Pemuda itu bangkit lalu segera melesat menuju asal muasal teriakan tersebut.

"Ada apa?!" Ia bertanya cemas ketika dilihatnya gadis itu.

Pinky berteriak dramatis, "Kuku gue patah! Lihatlah ini! Patah dua lagi! Kuku gue jadi kelihatan jelek!"

Ia menunjukkan jemarinya pada Mika.

Mika melotot.

"Elo berteriak histeris dan nyaris membuat gue jantungan cuma gara-gara kuku lo patah?!" teriaknya.

Pinky mengangguk polos. "Gue sayang banget sama kuku gue, jadi wajar aja dong kalo gue terpukul," jawabnya enteng.

Gigi Mika gemerutuk.

"Cewek sableng," desisnya kesal, lalu memungut beberapa kayu bakar yang sempat dikumpulkan Pinky kemudian membawanya ke tempat istirahat mereka. Sementara Pinky mengikuti langkahnya dengan tangan kosong.

"Kalo gitu lo aja yang nyiapin tempat bermalam. Dan buat api dengan kayu ini, gue bawa korek di tas. Gue mau cari kayu bakar lagi," Mika menawarkan.

"Gue nggak tahu caranya bikin api. Gue takut kulit gue terbakar," Pinky menjawab cepat.

Mika menggigit bibir, nyaris meledakkan amarahnya.

"Ya udah, gue nyalain apinya, dan elo yang buat makan malam," Ia mencoba mengalah.

"Gue nggak bisa masak," lagi-lagi Pinky menjawab enteng.

"LALU ELO BISANYA APA?!" Amarah Mika meledak.

"Lo nggak bisa cari kayu, nggak bisa nyalain api, elo bahkan nggak bisa masak! Lalu apa aja yang elo lakuin di rumah?! Juwita juga cewek, tapi banyak hal yang bisa dia lakukan! Dia mandiri, dia pinter masak, pinter bersih-bersih, dia mahir melakukan semua pekerjaan rumah. Hidup berdua dengan ibunya dia selalu bersemangat melakukan sesuatu, nggak seperti elo yang bisanya bermanja-manja dan khawatir kukunya patah!"

Teriakan Mika berdengung di telinga Pinky. Gadis itu berdiri kaku. Kedua matanya berkaca-kaca.

Sungguh, ia tak pernah merasa dihina seperti ini. Dibanding-bandingkan dengan gadis lain oleh orang yang ia cintai, rasanya jauh lebih menyakitkan daripada rasa sakit ketika cintanya ditolak.

Ia tahu Mika dan Juwita berpacaran, ia tahu bahwa pemuda itu mencintainya, dan mungkin hanya gadis itu yang akan jadi satu-satunya. Tapi, tak pernah terbersit sedikitpun dibenaknya bahwa pemuda itu akan bersikap setega ini padanya!

"Apa pentingnya sih elo nyeritain tentang pacar lo ke gue?!" Gadis itu berteriak.

"Agar elo bisa belajar darinya."

"Apanya yang harus dipelajari? Bahwa dia dilahirkan miskin? Bahwa dia bekerja keras karena ayahnya udah meninggal? Bahwa ia adalah tulang punggung keluarga? Bahwa ia mahir mengerjakan banyak hal? Bahwa hidupnya menderita? Lo ini mencintainya apa kasihan padanya?!"

"GUE MENCINTAINYA!"

"YA UDAH! KALO GITU HARUSNYA LOE PACARAN DENGANNYA KARENA DIA ADALAH JUWITA! BUKAN KARENA DIA ANAK YATIM YANG HIDUPNYA SENGSARA!" Pinky berteriak.

Jlebb.

Kata-kata itu tajam, menohok jantung Mika. Ibarat anak panah yang dilesatkan, tepat mengenai sasaran.

Pemuda itu mematung, tak mampu berkata-kata.

"Apa? Lo nggak terima? Kata-kata gue bener 'kan? Jika lo emang mencintainya, harusnya loe pacaran dengannya karena dia adalah Juwita. Bukan karena dia begini ataupun dia begitu. Ingat, rasa cinta dan simpati adalah dua hal yang berbeda, dan bedanya tipis."

Rahang Mika kaku. Berani-beraninya gadis ini menceramahinya tentang cinta? Sedangkan dia sendiri adalah sosok yang cintanya telah ia tolak.

"Nggak usah sok tahu lo," desisnya, memperingatkan.

Pinky berdecih sinis. Seulas senyum getir muncul di bibirnya.

"Elo nggak adil, Mik. Hanya karena lo tahu secuil kisah tentang Juwita, bahwa ia anak yatim yang harus banting tulang menghidupi keluarganya, bahwa hidupnya menderita karena kemiskinan, bahwa ia harus bekerja keras karena keadaan, lantas lo memberi kesempatan pada diri lo sendiri untuk mau mengenalnya lebih jauh. Lalu gue? Apa gue harus punya cerita yang kelam agar lo mau memperlakukan cara yang sama ke gue? Membuka sedikit saja hati loe untuk gue? Dan ngasih kesempatan pada diri loe sendiri untuk mau lebih mengenal gue?"

Hening.

Lagi-lagi, kalimat yang keluar dari mulut Pinky ibarat tamparan di kedua pipi Mika.

Pemuda itu gamang.

Apa yang terjadi padanya?

Ia mencintai Juwita karena dia adalah ... Juwita. Bukan karena hal lain. Tapi manakala ia memikirkan kembali perkataan Pinky, serasa ada yang mengganjal di dadanya.

"Apa gue harus bernasib sama seperti Juwita agar elo mau ngelirik gue? Apa gue harus miskin, nggak punya ayah, dan bekerja paruh waktu sebagai tulang punggung keluarga agar elo mau membuka sedikit aja, hanya sedikit aja hati loe buat gue?" suara Pinky parau.

"Sori, Mik. Kalau itu yang lo harepin, gue nggak akan bisa seperti dirinya. Faktanya gue lahir dari keluarga kaya, gue nggak pernah merasakan hidup susah, gue nggak pernah ngerasain susahnya cari uang, dan gue emang hanya tahu bermanja-manja. Orang tua gue memperlakukan gue dengan sempurna. Dan satu lagi, hidup gue bahagia, sejak dulu kala," lanjutnya. Air matanya nyaris tumpah.

Sementara pemuda di hadapannya mematung, diam seribu bahasa.

"Dan elo lupa satu hal, Mik." Bibir Pinky bergetar. Matanya yang basah menatap lurus ke raut wajah di hadapannya. "Gue Pinky, bukan Juwita," desisnya.

Gadis itu bergerak, meraih tas ranselnya tanpa memasukkan kembali barang-barang yang ia keluarkan ke dalam sana, lalu menggantungkan ke salah satu bahunya.

"Sudah gue bilang gue nggak berencana tersesat sama lo," ucapnya getir. Dan tepat ketika air matanya menitik, ia melangkah meninggalkan Mika, menembus lebatnya semak dan pepohonan. Mengabaikan matahari yang bergerak pelan di ufuk barat dan akan segera berganti petang.

Mika menelan ludah. Terlalu bingung ingin melakukan apa. Mencerna semua kata-kata Pinky, pemuda itu jadi gamang. Raut penyesalan terpampang nyata di wajahnya.

Harusnya ia tak melakukan ini. Melukai hati Pinky, lagi.

Ingin ia berlari menyusul gadis itu, meminta maaf padanya, memintanya kembali, tapi rasa egois mengambil kendali atas tubuhnya.

Dan akhirnya ia lebih memilih untuk melihat gadis itu pergi, membiarkan sosoknya lenyap tertelan jarak.

Pemuda itu bergerak, menyalakan api unggun, menyiapkan tempat menginap, hingga hari benar-benar gelap.

Menatap barang-barang Pinky yang masih tertinggal bersamanya, akhirnya ia menyerah.

Memutuskan untuk membuang rasa ego, ia bergerak mengambil senter, lalu melesat ke arah yang sama yang dilalui Pinky, menerjang hari yang makin petang, mencari gadis itu.

***

"Pinky!" Ia berteriak berulang-ulang, sambil mengarahkan senternya ke seluruh penjuru.

"Pinky! Dimana kau!?" Teriaknya.

Sempat merasa kalap, hingga akhirnya sayup-sayup ia mendengar suara isak tangis dari arah berlawanan.

Tanpa berpikir dua kali, ia melesat, mendekati suara tersebut.

Dan sekian menit kemudian, dengan berbekal sinar dari senter di tangannya, ia menemukan sumber isak tangisan tersebut.

Sosok ringkih itu ada di sana. Meringkuk di bawah pohon, menekuk kedua lutut dan melipat lengan tangan di atasnya, gadis itu menyembunyikan wajahnya di sana. Bahunya terguncang, ia sesenggukan.

Melihat pemandangan itu, jantung Mika terasa berlompatan, miris.

Ia menelan ludah dengan penuh iba, merasa seperti pemuda paling jahat sedunia.

Ia menyakiti gadis itu, melukai perasaannya, dan membuatnya menangis.

"Pinky?" Mika memanggil lirih sambil berjalan mendekatinya.

Pinky mendongak, menyibakkan rambutnya yang berjuntaian, lalu menatap ke arah Mika.

Air matanya berderaian, dan ia terlihat rapuh tak berdaya.

"Gue tahu loe nggak suka sama gue, Mik. Tapi membandingkan gue dengan Juwita, itu terlalu menyakitkan buat gue," isaknya.

Dan sungguh, Mika ingin menghambur ke arahnya, memeluknya, meminta maaf padanya, dan membuatnya merasa aman di sisinya.

"Maafin gue, Pinky. Gue salah. Gue nggak akan melakukannya lagi, gue janji." Mika menjatuhkan dirinya dan duduk di samping gadis itu.

Ia mengulurkan tangan, menyapu air mata di pipi Pinky dengan lembut.

"Maafin gue," ulangnya.

Dan akhirnya ia melakukannya.

Meraih tubuh gadis itu lalu memeluknya erat. Membelai rambut Pinky dengan lembut, dan membisikkan kata maaf di telinganya, berulang-ulang.

Dan untuk pertama kalinya, Pinky menumpahkan seluruh tangisnya di dada pemuda itu.

Pemuda yang sama, yang nyaris ia tangisi berkali-kali.

***

Bersambung...

Tags: Remaja Teenlit

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Sebelas Desember
3431      1077     3     
Inspirational
Launa, gadis remaja yang selalu berada di bawah bayang-bayang saudari kembarnya, Laura, harus berjuang agar saudari kembarnya itu tidak mengikuti jejak teman-temannya setelah kecelakaan tragis di tanggal sebelas desember; pergi satu persatu.
Breakeven
17577      2179     4     
Romance
Poin 6 Pihak kedua dilarang memiliki perasaan lebih pada pihak pertama, atau dalam bahasa jelasnya menyukai bahkan mencintai pihak pertama. Apabila hal ini terjadi, maka perjanjian ini selesai dan semua perjanjian tidak lagi berlaku. "Cih! Lo kira gue mau jatuh cinta sama cowok kayak lo?" "Who knows?" jawab Galaksi, mengedikkan bahunya. "Gimana kalo malah lo duluan ...
Furimukeba: Saat Kulihat Kembali
411      280     2     
Short Story
Ketika kenangan pahit membelenggu jiwa dan kebahagianmu. Apa yang akan kamu lakukan? Pergi jauh dan lupakan atau hadapi dan sembuhkan? Lalu, apakah kisah itu akan berakhir dengan cara yang berbeda jika kita mengulangnya?
I'm Growing With Pain
12289      1807     5     
Romance
Tidak semua remaja memiliki kehidupan yang indah. Beberapa dari mereka lahir dari kehancuran rumah tangga orang tuanya dan tumbuh dengan luka. Beberapa yang lainnya harus menjadi dewasa sebelum waktunya dan beberapa lagi harus memendam kenyataan yang ia ketahui.
Secret’s
3582      1183     6     
Romance
Aku sangat senang ketika naskah drama yang aku buat telah memenangkan lomba di sekolah. Dan naskah itu telah ditunjuk sebagai naskah yang akan digunakan pada acara kelulusan tahun ini, di depan wali murid dan anak-anak lainnya. Aku sering menulis diary pribadi, cerpen dan novel yang bersambung lalu memamerkannya di blog pribadiku. Anehnya, tulisan-tulisan yang aku kembangkan setelah itu justru...
Premium
Cinta Dalam Dilema
14338      4048     0     
Romance
Sebagai anak bungsu, Asti (17) semestinya menjadi pusat perhatian dan kasih sayang ayah-bunda. Tapi tidak, Asti harus mengalah pada Tina (20) kakaknya. Segala bentuk perhatian dan kasih sayang orang tuanya justru lebih banyak tercurah pada Tina. Hal ini terjadi karena sejak kecil Tina sering sakit-sakitan. Berkali-kali masuk rumah sakit. Kenyataan ini menjadikan kedua orang tuanya selalu mencemas...
Suara Kala
6450      2059     8     
Fantasy
"Kamu akan meninggal 30 hari lagi!" Anggap saja Ardy tipe cowok masokis karena menikmati hidupnya yang buruk. Pembulian secara verbal di sekolah, hidup tanpa afeksi dari orang tua, hingga pertengkaran yang selalu menyeret ketidak bergunaannya sebagai seorang anak. Untunglah ada Kana yang yang masih peduli padanya, meski cewek itu lebih sering marah-marah ketimbang menghibur. Da...
ELANG
311      196     1     
Romance
Tau kan bagaimana cara Elang menerkam mangsanya? Paham bukan bagaimana persis nya Elang melumpuhkan lawannya? dia tidak akan langsung membunuh rivalnya secara cepat tanpa merasakan sakit terlebih dahulu. Elang akan mengajaknya bermain dahulu,akan mengajaknya terbang setinggi awan dilangit,setelah itu apa yang akan Elang lakukan? menjatuhkan lawannya sampai tewas? mari kita buktikan sekejam apa...
P.E.R.M.A.T.A
1637      836     2     
Romance
P.E.R.M.A.T.A ( pertemuan yang hanya semata ) Tulisan ini menceritakan tentang seseorang yang mendapatkan cinta sejatinya namun ketika ia sedang dalam kebahagiaan kekasihnya pergi meninggalkan dia untuk selamanya dan meninggalkan semua kenangan yang dia dan wanita itu pernah ukir bersama salah satunya buku ini .
10 Reasons Why
1997      814     0     
Romance
Bagi Keira, Andre adalah sahabat sekaligus pahlawannya. Di titik terendahnya, hanya Andrelah yang setia menemani di sampingnya. Wajar jika benih-benih cinta itu mulai muncul. Sayang, ada orang lain yang sudah mengisi hati Andre. Cowok itu pun tak pernah menganggap Keira lebih dari sekadar sahabat. Hingga suatu hari datanglah Gavin, cowok usil bin aneh yang penuh dengan kejutan. Gavin selalu pu...