Setelah dua minggu pembentukan dan persiapan perang yang kulakukan, akhirnya hari ini aku ditugaskan juga terjun langsung dimedan perang.
Aku bergabung di Peleton 21 dengan jumlah anggota 40 orang. Peleton kami adalah Peleton terakhir yang dikirim ke medan perang.
Perang ini adalah perang melawan pemberontak yang berusaha memberontak melawan negara.
Dalam upaya menumpas pemberontakan Militer segera mengirimkan 1 batalyon dengan 21 peleton dan unit pembantu lainnya.
Saat aku pertama kali datang ke sini walaupun sudah menguatkan tekad tapi tetap saja ini mengerikan.
Banyak mayat berseliweran yang diangkut mobil dikamp kami yang membuat siapapun yang melihatnya akan berpikir dua kali untuk memasuki medan perang.
Selain itu, yang menambah kengerian adalah kenyataan bahwa mayat itu masih berlumuran darah dengan organ yang tidak utuh lagi ataupun terburai keluar.
Apakah aku akan menjadi salah satu dari mereka sebentar lagi? Tidak-tidak, aku tidak boleh berpikir seperti itu.
Tapi tetap saja, dengan pemandangan mayat-mayat dan orang-orang yang terluka dikamp ini membuat rasa takut mau tidak mau mulai menyurutkan tekadku yang sudah membara.
"Hei Peltu? Tidak bisa tidur?" Ucap pria dengan suara beratnya.
( Note: Peltu= Pembantu Letnan Satu. )
" Ah iya Komandan. Anda juga? "
Dia yang baru saja menyapaku sembari membawa minuman panas adalah komandan kami, Kapten Vince Leordisky.
Dengan perawakan yang tinggi tegap serta muka berwibawa dia sangatlah cocok menjadi komandan peleton kami.
Secara pribadi dia adalah orang yang enak diajak bicara santai, namun sangat mengerikan ketika berada dilapangan.
"Tidak, setelah menghabiskan minuman ini aku akan tidur. Apakah karna suara artileri itu?"
Ini sudah jam 12 dan artileri masih saja menembakan pelurunya tanpa henti.
Kupikir karena besok pagi-pagi buta kami akan melakukan serangan fajar jadi pemborbadiran akan dilakukan sepanjang malam. Ya, kurasa itu cukup memekakkan telinga, namun lebih ke faktor lain.
"Ya dan beberapa faktor lain. Tapi lebih banyak ke gugup karena itu pertempuran pertamaku.''
" Wajar jika kau gugup dihari pertama. Selain itu, apakah kau takut membunuh musuhmu?"
" Benar, komandan. Saya gelisah jika harus merengut nyawa seseorang walaupun itu adalah musuh saya. Dan ini merupakan pertama kalinya."
" Kau tahu? Ini juga pertama kalinya untukku. Namun aku tidak akan ragu, karena dengan setitik keraguan dihatiku saja ada kemungkinan akan membawa kalian menemui ajal. Inilah tugas seorang pemimpin dan tanggung jawab yang kupegang."
"Wah, Anda hebat Komandan. Mendengar itu dari Anda, membuat saya juga akan menguatkan tekad saya untuk melindungi anggota regu saya serta melindungi Negara ini dari orang-orang keparat itu!"
"Bagus-bagus. Tapi tetap fokus dan jangan kendurkan kewaspadaanmu! Besok kita akan memberi pelajaran kepada para pemberontak itu pagi-pagi buta!! Jadi, tidurlah! Ini perintah!"
"B-Baik, komandan!"
Menuruti raut wajah serius yang diperlihatkannya akupun memutuskan untuk segera beranjak ke tendaku dan tidur.
•••
Udara masih terasa dingin didalam hutan ini, suasana sekitarpun masih terlihat gelap. Selain karna ini masih jam 4 pagi kurasa embun dan debu bekas hujan artileri semalam juga menambah kengerian suasana sekitar.
Pepohonan sebagian besar telah hancur karena serangan artileri semalam dan meninggalkan lubang serta mayat dimana-mana.
Dengan senapan serbu ditanganku serta dengan tanpa mengendurkan kewaspadaan, kami berjalan perlahan.
Sial, bau sekali!!
Bau busuk dan gosong memenuhi hidungku!
Ini benar-benar menjijikan, namun sebisa mungkin aku menahan diri untuk tidak muntah sama seperti kawan-kawanku yang lain.
Kenapa kami harus tidak muntah?
Alasannya sederhana. Kami harus berjalan dengan senyap dan serapi mungkin agar musuh tidak tau keberadaan kami. Tentu saja dengan muntah, kesunyiaan itu akan pudar dan ada kemungkinan juga kami akan bersuara saat memutahkan isi perut. Jadi, kami menahannya.
Sepanjang perjalanan ini, entah sudah berapa mayat dan organ tubuh yang sudah kuinjak, tapi aku tidak pernah melihat mayat itu karna itu benar-benar membuatku jijik. Selain itu, dengan melihat ke bawah kemungkinan untuk muntah adalah tidak tertahankan, sehingga aku lebih memilih tidak menghiraukannya.
" Sebentar lagi kita sampai dilokasi musuh! Bersiap menyebar!" Itulah tanda yang diberikan komandan dengan tanganya.
Kamipun menyebar, namun...
Dor dor dor...
Kami dihujani peluru dari depan!
Gimana dengan chap terbaru ini(31)? Terlalu menyeramkan? Terlalu intens atau malah kurang intens😅? Untuk scene pertempuran memang saya buat se-nyata mungkin sehingga banyak unsur pembunuhan. Kan ngk lucu kalo pertempuran cuma babak belur dan pingsan😅 . Jangan lupa kasih 👍 dan komennya ya😉. Terima kasih🙏
Comment on chapter Amukan Orxsia