Prädestiniertes Treffen
(Pertemuan yang telah ditakdirkan)
Pertemuan yang Telah Ditakdirkan.
" Ti-Tidak A-Aku mohon ampuni aku.Tadi aku panik dan tidak berpikir jernih. Aku mohon jangan lakukan itu! Ak-aku masih suci hiks hiks!! "
"Justru karena kau masih suci maka ini akan lebih menyenangkan...Hahahaha Diam saja dan Nikmatilah!!"
Dia meronta-ronta dan menangis. Tanpa memperdulikannya aku terus melangkah mendekatinya. Perlahan aku mengelus lembut pipinya. Kulitnya terasa benar-benar lembut saat tanganku bersentuhan dengan kulit pipinya. Aku menyingkapkan rambut putihnya hingga telinga panjang yang merupakan ciri khas bangsa peri hutan bisa terlihat. Kulitnya benar-benar seputih salju, sejenak aku terkesima dengan kecantikan dan kemulusan kulitnya, Ingin rasanya aku cium pipi lembut ini. kemudian aku mendekatkan bibirku ketelingannya.
"Hem. kulit yang benar-benar lembut. Kau benar-benar cantik nona Elf.. Jangan kuatir,... yah mungkin ini akan terasa sedikit menyakitkan..."
"Ja-jangan,Tu... an kumohon jangan.."
Saat aku melakukannya dia hanya bisa terpejam pasrah sembari air matanya mengalir dipipi lembutnya. Dia mengatupkan dan mengeretakan bibirnya seolah mulai pasrah atas perlakuanku.
Apa aku sudah keterlaluan ya? Yah bodo amat, toh aku menikmatinya.
Melihat ekspresi ketakutannya, aku hanya bisa tersenyum kecut. Kemudian secara pelan aku membisikan sesuatu ke telinga panjangnya,
.
.
.
"Jangan kuatir Nona! Aku hanya bercanda. Aku tidak mungkin berbuat hal tidak senonoh kepada seorang gadis tidak berdaya sepertimu. Kau bebas. Tadi aku hanya mengetes kemampuan berbicara bahasa Elfku dan tidak bermaksud untuk menyakitimu kok.'' Mendengar hal itu, dia hanya bisa terkejut dan melotot kepadaku.
Yah aku pikir aku benar-benar keterlaluan!
Melihat ekspresi yang ditunjukkannya aku terus memikirkan hal ini.
Akupun berdiri dan memerintahkan Orxsia untuk berhenti memasang wajah jahatnya dan membuka ikatan Elf ini.
Setelah ikatannya terbuka aku segera menghampiri Elf itu untuk meminta maaf sekali lagi secara pribadi.
"Maafkan atas Tindakan kurang ajarku tadi. Tapi aku benar-benar tidak punya maksud jahat kepadamu kok. Lagipula aku yang telah menyelamatkanmu kemarin, kau ingat? kemarin aku mencoba menjelaskan secara baik-baik, tapi kau tidak mau mendengarkan perkataanku. Bahkan kau mencuri dan mengacungkan senjataku kearahku, ingat?...Yah... Jadi sekali lagi maaf atas tindakan isengku tadi. Apakah kau lapar? Bagaimana jika aku memasakkan makanan untukmu sebagai balas bu.. *duakk* uugh *plakk*..." Saat aku menjelaskan dia hanya menundukan kepalanya.
Mungkin sebuah kesalahan fatal ketika Aku mengabaikan mukanya yang berubah merah seperti lobster rebus, ketika aku menyebutkan 'tindakan iseng'. Kata-kataku terhenti ketika tiba-tiba dia memukul perutku dengan kekuatan kemarahannya.
"uhh"
"Alamak,sakit coeg *uhuk..uhuk*...ugh..kampret.."
Pukulannya mengenai bagian atas perutku. Rasa sakit, mules,serta sesak menghampiri diriku secara bersamaan setelah bagian itu kena pukul. Padahal bagian itu masih dalam tahap pemulihan.
Bukan hanya sampai disitu, kemudian saat aku masih kesakitan *PLAKK* dia menamparku.
"Anjir A-Apa-apaan ini? Kenapa Rasa tamparan nya terasa sangat menyakitkan?"
Bahkan mataku terasa berkaca-kaca karenanya. Padahal saat aku menerima pukulan tongkat orc saja tidak sampai sesakit ini.
Sialan!!
Untuk berjaga-jaga, aku mengaktifkan reflek auto battleku. Karena tubuhku masih terasa sangat kesakitan, tidaklah mungkin untuk bisa menghindar apabila dia menyerang ku lagi.
Melihatku diserang oleh wanita Elf ini, Orxsia segera memegangi kedua tangan wanita Elf itu agar tidak menyerangku kembali. Tapi kemudian dia mengayunkan kakinya kearah...Selangkanganku..Sialan.. Apa-apaan wanita in..
*Hap* Untung saja aku berhasil menangkap kakinya ketika hampir mengenai senjata keduaku dengan reflek auto battleku.
Jika aku tidak mengaktifkan auto-battleku tepat waktu, pasti pecah sudah masa depanku 'itu', karena tidak akan cukup waktu untuk menghindar, sebab aku masih kesakitan akibat serangan tadi.
Melihat dia yang masih terus berusaha menyerangku walaupun sudah dipegangi oleh Orxsia membuat Orxsia menyeret dia menjauh dan menjaga jarak dariku.
"He-hey! Bukankah itu keterlaluan!! Aduh-duh...Buakankah kau sudah aku selamatkan? Apakah ini caramu membalasku? Dengan menyerang dan menamparku? kau bahkan hampir melukai bagian 'itu'!! Apakah kau ingin kuikat kembali? Atau APAKAH KAU INGIN AKU MULAI BERLAKU BENAR-BENAR KEJAM KEPADAMU?" Aku benar-benar marah saat ini dan dengan emosi meluap aku berteriak kepadanya.
Melihat kemarahanku, bahkan Orxsia gemetaran ketakutan.
Mendengarku berteriak seperti itu dan gemetaran yang dirasakan Orc yang sedang memegangnya, Elf itu kemudian berhenti berontak dan mulai ketakutan juga denganku.
"Orxsia lepaskan dia! Aku ingin mendengar alasan dia! ''
Menuruti perintahku, Orxsia kemudian melepaskan pegangan tangannya. Kalaupun dia berniat kabur akupun tidak masalah, toh aku sudah muak dengannya. Wajahnya memang cantik, tapi mengingat hal yang barusan dia lakukan maka aku sudah tidak peduli lagi dengannya. Saat Orxsia sibuk melepaskan pegangannya, dengan tertatih sembari memegang perut dan pipiku aku berjalan dan memutuskan untuk mengambil pedangku.
"Ma-maafkan saya. Tadi sa-saya emosi mendengar Anda mengatakan bahwa Anda berniat mengerjai saya, jadi tanpa pikir panjang saya langsung menyerang Anda. Sekali lagi maafkanlah saya." Segera dia tertunduk ketakutan setelah mendengar kemarahanku dan melihatku memegang sebilah pedang.
"Lupakan!! aku sudah tidak peduli lagi. Pergi sana, serta bawa teman-temanmu yang disana! Jika kau beruntung kau dapat menghindari para orc yang mungkin berada dijalurmu. Orxsia cepat cari kayu kering dan buruan segar lagi! Kita akan memasak ! Adu-duh.."" Aku berkata dengan acuh kepada Elf itu dan menyuruh Orxia untuk berburu. Kemudian aku melangkah dengan terhuyung sembari memegangi perut dan pipiku ke sebuah pohon, kemudian aku duduk bersender disana.
" Sialan...Pagi-pagi sudah dapat sarapan kayak gini" aku memikirkannya sembari mengelus pipi dan perutku.
"Baik Tuan." Orxsia menjawab kemudian pergi sesuai perintah ku.
Mengabaikan Elf tadi yang masih shock saat memandang teman-temanya, aku segera memejamkan mataku. Berharap rasa sakitku akan berkurang.
Gimana dengan chap terbaru ini(31)? Terlalu menyeramkan? Terlalu intens atau malah kurang intens😅? Untuk scene pertempuran memang saya buat se-nyata mungkin sehingga banyak unsur pembunuhan. Kan ngk lucu kalo pertempuran cuma babak belur dan pingsan😅 . Jangan lupa kasih 👍 dan komennya ya😉. Terima kasih🙏
Comment on chapter Amukan Orxsia