Read More >>"> Asa (8|| Sesaat Bersamanya) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Asa
MENU
About Us  


Bel pulang sekolah berbunyi, pak Bandi guru matematika baru saja keluar dari kelas sebelas IPA dua, Saffa dan Natali segera merapihkan buku matematika yang terhampar diatas meja untuk dimasukkan kedalam tas.

"Lo balik sama Rahman?" tanya Saffa, tangannya masih sibuk memasukkan stabilo kedalam tempat pensilnya yang berwarna merah muda.

"Enggak, hari ini Rahman ada rapat osis. Gue pulang di jemput sama jemputan," balas Natali, Natali memang punya sopir pribadi untuk siap antar-jemput dirinya menggunakan mobil mewah milik keluarganya. Ya, Natali orang kaya.

Saffa membulatkan mulutnya lalu mengangguk sekilas, disampirkan tasnya ranselnya yang berwarna biru muda ke punggungnya. Tiba-tiba ia teringat dengan Adrian yang ingin mengajaknya pulang bersama, ia tersenyum kemudian, tak sabar akan pulang bersama dengan pujaan hatinya.

Baru saja Saffa dan Natali selangkah keluar dari kelas, mereka dikejutkan dengan kehadiran Adrian yang sedang bersandar di tembok depan kelas sebelas IPA dua. Cowok itu menyunggingkan senyumnya pada Saffa dan Natali yang sedang menatap dirinya.

"Ayok," seru Adrian seraya menghampiri Saffa, gadis berambut sebahu itu hanya tersenyum dan mengangguk, tak sanggup berkata-kata karena terlalu senang. Natali mengedipkan sebelah matanya pada Saffa lalu melambaikan tangan pada sahabatnya itu.

Mereka berjalan beriringan melewati koridor sekolah menuju parkiran. Mereka belum saling bicara, masih sibuk pada pikiran masing-masing. Saffa sedang mengatur ritme jantungnya yang berdegup sangat cepat dari biasanya. Ia jadi nerveous karena berjalan bersama--gebetannya. Padahal sebelumnya mereka pernah berjalan beriringan juga, bahkan Adrian merangkul Saffa yang membuat gadis itu dengan mudahnya menaruh hati pada Adrian. Tapi sekarang terselip rasa canggung diantara mereka.

"Ini kak kunci motornya," Saffa memberikan kunci motor bergantungan patung liberty pada Adrian. Mereka sudah berada disamping motor biru milik Saffa. Adrian memakai helm biru Saffa, lalu membantu gadis itu menaiki motornya.

"Siap?" tanya Adrian, saat Saffa sudah duduk dibelakangnya,

"Gak siap. Masih deg-degan aku," balas Saffa polos, Adrian terkekeh dibalik helm milik Saffa, gadis dibelakangnya ini terlalu jujur dan polos.

"Emang kamu doang yang deg-degan?" Adrian kembali bertanya, pertanyaan itu sukses membuat lengkungan bulan sabit terukir sempurna di bibir merah muda milik Saffa.

"Pesona kita sama-sama kuat ya, kak?" 
"Hahaha... Bisa aja, berangkat sekarang, ya? Rumah kamu dimana?"

Saffa menyebutkan alamatnya dengan lengkap, lagi-lagi Adrian tertawa karena Saffa dengan begitu detailnya menyebutkan alamat rumahnya. Dari nama jalan, RT dan RW, nomor rumah, kelurahan, kecamatan, kota, bahkan--sampai negara.

Diperjalanan mereka saling berbincang, Saffa memiliki segudang topik untuk dibahas bersama Adrian. Saffa memanfaatkan waktu sebaik-baiknya ketika ia bersama dengan Adrian. Ia ingin sang waktu berjalan lebih lama ketika ia sedang bersama dengan Adrian.

"Jadi kakak mau beli kue ulang tahun buat adik kak Adrian?" tanya Saffa dibelakang.

"Iya, dia ulang tahun sekarang."
"Yang ke berapa?"
"Enam tahun, dia perempuan. Namanya Zhea,"
"Kakak mau kue ulang tahun jenis apa buat Zhea?"
"Apa aja, asal kamu dan mama kamu yang buat,"

Saffa tersenyum dibelakang, ucapan Adrian sukses membuat semburat merah dipipinya muncul. Kenapa sulit sekali mengatur nafas pada saat bersama dengan Adrian?

Akhirnya mereka sampai didepan rumah ber-cat biru, dengan pagar hitam yang terbuka lebar. Terlihat beberapa etalase yang berisi kue-kue dan juga roti yang berjejer cantik didalamnya. Saffa turun dari motornya dan segera masuk kedalam rumah disusul Adrian di belakangnya. Mata cowok itu tak lepas memperhatikan kue dan roti yang terlihat sangat lezat dibalik etalase.

Terlihat seorang wanita paruh baya baru saja keluar dari dalam rumah dengan membawa beberapa potong roti yang sudah dikemas untuk dimasukkan ke etalase. Merisa melihat anak gadisnya datang dengan seorang cowok ia tersenyum lalu menghampiri Saffa dan Adrian yang tengah melihat-lihat kue buatannya.

"Cari apa mas, mba?" goda Merisa, Saffa dan Adrian kompak menoleh lalu menyalimi tangan Merisa,

"Ah, bunda ngagetin aja. Ini Bun, kenalin dia kakak kelas aku namanya kak Adrian, dia kesini mau beli kue ulang tahun." ujar Saffa, Merisa mengangguk mengerti kemudian mengajak keduanya ke salah satu kulkas yang menyimpan beberapa kue ulang tahun.

"Pilih aja sesuka kamu, ini semua enak. Tante yang buat, Saffa juga ikut bantu."
"Oh ya, tante? Saffa bantu apa?"
"Bantu makanin sisa-sisa kue, nyolek-nyolek creamnya, dan makanin buah cerinya." sindir Merisa, Saffa mencibir lalu tersenyum malu.

"Bentar dulu ya, Tante. Saya pilih dulu," ujar Adrian sopan, Merisa mengangguk lalu pergi membiarkan Adrian memilih kue buatannya. 

Akhirnya pilihan Adrian jatuh pada fruitcake berukuran sedang, Saffa mengambil kue itu dari kulkas dan membawanya pada Merisa untuk segera di kemas.

"Mau di tulis apa?" tanya Saffa, bagian Saffa adalah melukis kue dengan cream. 
"Happy birthday Alzhea." balas Adrian, Saffa mengangguk lalu mulai melukis kue dengan cream berwarna merah muda diatasnya. Tulisan tangan yang sangat indah tercipta diatas fruitcake itu, Adrian tersenyum puas melihatnya. Kemudian Saffa membungkus kue tersebut dengan cantik, dan memberikannya pada Adrian.

"Berapa?" tanya Adrian sambil mengeluarkan dompetnya dari dalam tas, namun Saffa menggeleng dan memperlihatkan deretan giginya yang rapih,
"Gak usah bayar," bisiknya, Adrian membelalakan mata kaget. Ia tetap mengeluarkan dua lembar uang seratus ribuan, ia mengambil tangan Saffa dan meletakkan dua uang merah itu di tangan Saffa.

"Kamu kan jualan, gak boleh kaya gitu walaupun kakak teman kamu. Seengaknya kakak harus menghargai kerja keras ibu kamu dan kamu dalam membuat kue ini." ujar Adrian, cowok itu tersenyum, membuat Saffa merasakan sesuatu yang hangat dihatinya. Adrian begitu rendah hati.

"Ah kakak," seru Saffa lalu memalingkan wajahnya karena pipinya yang merona. Adrian terkekeh lalu mengacak rambut Saffa sekilas dan membuat cewek itu tertegun. 

"Makasih ya, kakak bakal sering-sering mampir ke toko kue ini. Kali aja lain diajarin bikin kue, kakak pamit, ya?"  Adrian tersenyum, cowok itu menepuk bagian atas kepala Saffas sebelum pulang, namun Saffa menahan lengannya hingga Adrian menoleh bingung.

"Kenapa, Saff?"
"Eh, aku... aku cuma mau bilang... hati-hati di jalan ya, kak?" tiba-tiba gugup melanda gadis itu, ia mendunduk sambil memainkan jarinya, tak lupa jantungnya yang terus berdegup dengan ritme yang tidak normal.

"Iya, Saffa. Nanti jangan lupa istirahat,"
"Siap, bos!"
"Nanti malam kamu sibuk?"
"Kenapa emangnya, kak?"
"Temenin kakak telfonan, yuk?"

🔸🔸🔶

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags