Read More >>"> Asa (7|| Gadis Alis) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Asa
MENU
About Us  

"Kemaren lo kemana hah?!" 
Baru saja Saffa duduk dikursinya Natali sudah memberikan pertanyaan dengan nada yang sedikit ketus,

Saffa malah terkekeh, lalu mengangkat bahunya. "Gue sakit." 

"Sakit beneran baru tahu rasa lo ya,"
"Hahaha,"

Pagi ini Saffa datang lebih cepat dari biasanya, entah dapat ilham dari mana ia bisa datang kepagian. Natali memang selalu datang pagi karena ia ikut dengan kakaknya. Dikelas hanya ada Saffa, Natali dan juga Putra yang sedang memetik gitarnya, nyanyi sendirian dipojokan kelas.

"Jujur deh Saff, lo kemarin bolos, 'kan? Males sama pelajarannya bu Sri?" tanya Natali, Natali memang sudah sangat hafal kalau Saffa sangat tidak menyukai bu Sri, bu Sri adalah guru bahasa Indonesia. Alasan Saffa tidak menyukainya karena waktu itu bu Sri menyuruh setiap siswa membuat proposal, dan Saffa tidak lulus akan hal itu. Berkali-kali melakukan revisi yang tidak kunjung selesai. Sampai sekarang, ia masih suka ditagih tugasnya oleh bu Sri.

"Iya sih bener, tapi nggak juga."
"Terus kenapa?"
"Kalo gue ceritain pasti lo gak percaya," Saffa mengambil sekotak susu dari dalam tasnya, lalu meminumnya,

"Kenapa emang kemarin?" tanya Natali sembari mengikat rambutnya yang tergerai, karena merasa sedikit gerah. Aneh padahal masih pagi.

"Kemarin ban motor gue bocor, terus kak Aslan nolongin gue bawa motor gue ke tukang tambal ban. Karena kita ngerasa percuma juga berangkat sekolah karena udah telat, yaudah kita bolos aja dengan embel-embel sakit. Terus dia ngajak gue ke rumah neneknya, makan kue disana, cerita-cerita banyak hal." Saffa menjelaskan panjang lebar, sampai Natali jadi bingung sendiri.

"Tunggu-tunggu. Lo bolos bareng kak Aslan?" tanya Natali, Saffa hanya mengangguk lalu kembali meminum susu kotaknya,

"Ada hubungan apa lo sama dia? Lagi deket ya? Kok ga bilang-bilang?!" 

"Ck. Apasih," Saffa mengerucutkan bibirnya sebal,

"Katanya lo suka sama kak Adrian, tapi kok malah deketnya sama kak Aslan?" tanya Natali, lagi.

"Gue minta tolong si Singa buat bantuin jadian sama kak Adrian," 
"Hahaha... Singa? Eh Saff, hati-hati loh, nanti bukannya lo sama kak Adrian yang jadian, malah lo sama kak Aslan," seru Natali, cewek itu tertawa lagi.

"Gak mungkin lah! Gue sama Singa cuma temenan aja,"
"Ya mungkin aja, awas nanti dari temen jadi demen,"
"Hih! Gak, lah!"

Saffa menyembunyikan wajahnya diantara tangan yang tergeletak diatas meja, bersiap untuk tidur. 
'Mumpung masih pagi." pikirnya.

***

Aslan datang telat pagi ini, alhasil ia harus ditahan dulu di meja piket, diberikan hukuman atas ketelatan siswa itu sendiri. Pak Edi telah siap dengan penggaris panjang ditangannya, pak Edi adalah salah satu guru BK yang menyeramkan di SMA Cakra Bangsa. Walaupun pak Edi galak tetapi beliau tidak pernah memukul siswanya dengan penggaris panjang yang selalu bersamanya.

"Kenapa kamu telat?" tanya pak Edi saat sudah giliran Aslan yang ditanya, nada suaranya terkesan sangat tegas.

"Tadi sepatu saya belum dipasang tali, pak. Lupa," jawab Aslan, pak Edi hanya mengangguk-anggukan kepalanya, setelah itu beralih ke seseorang di samping Aslan,

"Kenapa kamu telat?" pertanyaan yang selalu sama diberikan pada seorang cowok yang hanya memasang wajah datar tanpa ekspresi.

"Kesiangan pak," jawabnya, pak Edi memicingkan matanya menatap lekat-lekat siswa dihadapannya ini,

"Baska, baru pertama kali kamu telat. Saya paham betul kamu orang yang selalu tepat waktu. Sebenarnya apa yang membuat kamu kesiangan?"

"Tadi kak Baska nungguin saya dulu pak, maaf." bukannya Baska yang menjawab justru gadis mungil yang sebelumnya sudah ditanya pak Edi menjawab duluan.

"Tidak pak, ini semua salah saya. Saya yang telat jemput Lara." seru Baska, berusaha membela kekasihnya itu.

"Kak Baska.." 
"Iya, Lara?"

"Sudah-sudah, malah pacaran. Kalian semua bersihkan toilet dan koridor lantai satu, sekarang. Jangan selesai sebelum jam pelajaran pertama usai," 

Seluruh siswa yang telat itu berpencar sesuai dengan tugasnya, Aslan kebagian membersihkan toilet laki-laki bersama Baska dan Fikry. Cowok bertubuh jangkung itu mulai mengepel lantai kamar mandi yang sebelumnya sudah disiramkan pengharum, sementara Baska dan Fikry mengelap dinding kamar mandi.

"Mau kemana, bang?" tanya Fikry saat Baska hendak keluar toilet,
"Sebentar, liat Lara." jawabnya lalu berlalu pergi,
"Balik lagi, bang!" 

Aslan hanya menggelengkan kepala, melihat temannya yang begitu mengkhawatirkan pacarnya itu. Cowok itu beralih mengepel lantai di luar toilet, pel yang digunakannya menyentuh ujung sepatu converse hitam dengan kaus kaki yang hanya sampai mata kaki. Aslan melihat si pemilik sepatu dari bawah sampai atas, dan ternyata ia adalah Saffa. Gadis itu sedang cekikan sendiri.

"Ngapain lo?" tanya Aslan, cowok itu menyembunyikan kain pel dibalik tubuhnya yang jangkung, malu tentu saja.

"Justru gue yang nanya, lo ngapain?" 
"Cari pahala di pagi hari,"

Saffa yang mendengar jawaban Aslan terbahak lalu menggelengkan kepalanya, "Iya terserah, semangat yoo.." Saffa kembali tertawa lalu berlalu masuk kedalam toilet perempuan yang terletak tak jauh dari toilet laki-laki, gadis itu menginjak lantai yang sudah dibersihkan oleh Aslan yang menimbulkan sebuah jejak sepatu, 

"Ck, sialan." gumam Aslan saat 'hasil karya' Saffa tercetak indah di lantai yang baru saja ia bersihkan, ia kembali mengepel lantai tadi dengan perasaan kesal.

***

Baru saja Saffa melangkahkan kakinya masuk ke toilet, ia melihat seorang laki-laki dan perempuan di dalam satu toilet. Yang laki-laki sedang mengepel lantai, dan yang perempuan malah asyik memandanginya.

"Woi! Ngapain cowok masuk toilet cewek?!" teriak Saffa, kedua orang itu kompak menoleh pada Saffa yang tengah melipat tangannya di dada.

"Tau nih kak Baska, udah aku bilang gakpapa... Aku bisa sendiri," ujar si cewek lalu berusaha mengambil alih kain pel yang dipegang Baska.

"Nanti kamu capek, Ra."
"Enggak segini, mah! Aku bisa," jawab Lara, lalu tersenyum berusaha meyakinkan kekasihnya ini, dengan berat hati Baska memberikan kain pel ke Lara dan berlalu keluar.

"Pasti ngambek," seru Lara, gadis itu terkekeh geli.

"Yaelah lupa kali ya ada gue? Serasa dunia milik kalian emang," ujar Saffa lalu masuk ke salah satu bilik toilet dan menutup pintunya dengan setengah membanting,

"Nama lo Lara, kan?" tanya Saffa saat sudah keluar dari bilik toilet, lalu menghampiri gadis yang tengah mengelap dinding toilet.
"Iya, kak," jawabnya, sembari mengangguk.

"Pacaran kalian boleh juga bersihin toilet," ledek Saffa lalu tertawa geli, gadis itu membersihkan tangannya di westafel, lalu membasuh wajahnya. Memang Saffa sempat di usir keluar oleh bu Rohma guru kimianya karena tertidur saat guru itu sedang menjelaskan. Alhasil Saffa disuruh membasuh wajahnya,

"Aku telat kak, makanya disuruh bersihin toilet. Bukan lagi pacaran," 

"Lagian berduaan di toilet, gue aduin guru nih," Saffa menakut-nakuti adik kelasnya yang sekarang memasang wajah panik.

"Kak jangan bilang sama guru dong, tadi kan kak Baska tiba-tiba dateng terus ngambil kain pel yang aku pegang. Dia bilang mau bantu aku, udah aku cegah tapi dia tetep ngeyel," lirih Lara, gadis itu menunduk memohon pada Saffa yang tengah tersenyum jahil,

"Asal ada satu syarat,"
"Apa kak?!" tanya Lara semangat, ia tidak mau di adukan ke guru hanya karena salah paham.

"Hmm..." Saffa mengetuk-ngetukan telunjuknya ke dagu tanda berfikir, namun matanya menangkap Baska sedang menatap tajam dirinya didepan toilet,

"Eh, ga-gak jadi deh, lo se-semangat ya!" Saffa menepuk kepala Lara pelan lalu berlalu keluar toilet, ia sempat mengucapkan maaf pada Baska yang hanya dibalas anggukan singkat oleh cowok pendiam itu.

"Haduh, serem." Saffa mengelus dadanya, masih takut mendapat tatapan tajam gratis dari kakak kelasnya yang terkenal sangat menyayangi kekasihnya itu. 

Saffa menaiki satu persatu anak tangga menuju kelasnya yang terletak dilantai dua, dengan jantung yang masih berdebar hebat. 

***

SingaGalak🐯

Eh bocah,
Td Adrian nanyain lo.

DEMI APA?! Nanyain apa dia?

Kemarin ternyata dia nanyain lo ke Natali. Natali bilang lo sakit, dan dia khawatir. 

Lah? Si pohon natal kok gak bilang²😤
Asikkkkk

😑
Gc sana ke kantin. Dia lagi disana,

Ama siapa dia?

Gtw.

Hih!

Traktir y jgn lupa.

Y.

Saffa langsung melesat pergi ke Kantin menghampiri pangerannya, perutnya kini dipenuhi banyak kupu-kupu yang terbang, jantungnya berdegup sangat cepat saat Aslan bilang bahwa Adrian mencarinya. Apakah mungkin Adrian menyukainya? Rasanya Saffa ingin terbang ke udara bersama kawanan burung-burung, memberitahukan pada dunia bahwa ia senang sekali hari ini.

Sesampainya di kantin, Saffa menyapu pandangan mencari Adrian yang kata Aslan tengah menikmati jus. Pasti cowok itu duduk tak jauh dari kios penjual jus, dan benar saja Adrian sedang duduk disana. Tapi tunggu, ia tidak sendiri. 

Adrian tengah berbincang dengan seorang perempuan berambut panjang berwarna coklat, Saffa tak bisa melihat wajahnya karena gadis itu duduk membelakanginya.

Apa ini? Baru saja Saffa terbang lalu sudah dihempaskan jauh kedalam laut yang paling dalam. Hatinya berdenyut, sakit. Ia segera menghampiri kedua orang itu, berusaha mengontrol emosinya agar tidak meluap-luap.

"Hai kak Adrian," Saffa menyapa, saat sudah sampai di meja tempat Adrian dan gadis itu duduk.

Keduanya yang sedang berbincang kompak menoleh ke arah Saffa, Adrian tersenyum sementara gadis itu mengangkat kedua alis tebalnya yang ternyata dibuat dengan pensil alis.

"Hai Saffa, udah sehat?" tanya Adrian, cowok itu bangkit dari duduknya,

Saffa mengangguk semangat, lalu berkata. "Udah kak,"

"Mau makan bareng? Sini duduk aja, gabung." seru Adrian lalu menarik bangku disamping gadis itu untuk tempat Saffa duduk. Namun Saffa malah memilih bangku disamping Adrian, sehingga ia bisa bertatap muka langsung dengan gadis di hadapannya sekarang.

"Ok kalo kamu mau disitu, gakpapa." Adrian tersenyum kikuk, lalu kembali ke tempat duduknya dimana Saffa sekarang berada disampingnya, gadis itu tengah memperhatikan perempuan dihadapannya yang juga menatap Saffa. Adrian jadi bingung dengan situasi yang canggung ini.

"Oh iya Saff, kenalin dia Luna, adik kelas aku sewaktu SMP. Luna, dia Saffa temen aku di eskul PMR." Adrian memperkenalkan mereka berdua, mereka bersalaman singkat lalu melepaskannya.

Lengang lima menit diantara mereka, Saffa akhirnya membuka pembicaraan. Walau sepertinya Saffa hanya mengajak ngobrol Adrian,

"Kemarin katanya kakak nanyain aku, ya?"
"Kamu tau dari Natali?"
"Enggak. Dari kak Aslan,"
Adrian tertawa lalu menggelengkan kepalanya, "Dasar Aslan, mulutnya gak bisa di ajak kerja sama."

"Kakak kangen, ya?" seru Saffa lalu mengedipkan sebelah matanya, menggoda Adrian, Adrian sendiri hanya tertawa menanggapinya.

Merasa terabaikan Luna bangkit dari posisinya, lebih baik ia pergi dari pada melihat orang yang dia sukai lebih memilih berbincang dengan perempuan lain, "Kak, aku duluan ya,"

Adrian mengangguk lalu tersenyum ramah, "Iya,"

Luna sempat melihat Saffa yang menyunggingkan senyum miringnya, Luna mendengus lalu pergi meninggalkan Saffa dan Adrian.

"Emang disini cuma ada kak Adrian aja napa, hih!" gerutu Saffa, namun Adrian dapat dengar jelas karena Saffa berada disampingnya. Adrian tersenyum, rupanya Saffa tengah cemburu.

"Kenapa? Cemburu ya?"
"Kalo iya kenapa?"
"Hahaha, maaf deh,"
"Mau maafin asal ada syaratnya,"
"Apa itu?"
"Senyum aja ke aku terus, hehe."

Adrian tertawa lalu mengacak rambut Saffa, tanpa disuruh juga ia akan selalu tersenyum padanya. Entah Aslan dan Adrian senang sekali mengacak-acak rambut Saffa, padahal mereka tak tahu sebelum Saffa berangkat sekolah bisa lima belas menit ia habiskan hanya untuk menyisir rambutnya. Padahal hal itu sia-sia karena ia berangkat sekolah menggunakan motor.

"Itu si Luna ngapain tadi, kak?" tanya Saffa saat ia baru saja kembali dari membeli somay dan segelas es teh manis.

"Ngajak kakak ikut teater, teater sekolah mau buat short movie. Dan kakak ditawarin jadi pemeran utama," ujar Adrian, memang teater sekolah mereka sedang membuat projek tentang short story. Natali sering meledek Saffa untuk menawarkan dirinya ikut projek itu, sebagai pemeran yang cuma lewat-lewat saja atau figuran. Saffa berdecih tak mau pada saat itu, ia tidak suka berakting.

"Kenapa kakak tolak?"
"Gakpapa, males aja,"
"Emangnya pemeran utama perempuannya siapa? Pasti tuh cewek alis, ya?" tanya Saffa,

Adrian tertawa ketika Saffa menyebut Luna "Cewek Alis". Luna memang mempunyai alis hitam yang tebal, namun tidak asli, hasil kepandaian tangannya yang lihai menggunakan pensil alis.

"Kok kamu manggil dia cewek alis?" Adrian balik bertanya, mulutnya tak henti-hentinya tersenyum.

"Lagian itu alisnya tebel banget, mending asli. Make areng kali ya?" 
"Dari SMP Luna memang begitu. Alis aslinya tipis, Saffa," jelas Adrian,
"Ya jangan make make up ke sekolah juga kali kak, kan ada larangannya."
"Iya kamu bener,"

Keduanya menghabiskan makanannya masing-masing, lalu kembali ke kelas dengan berjalan bersama. Mereka berbincang banyak saat perjalanan menuju kelas, sesekali tertawa karena ucapan bodoh Saffa. Saffa sangat senang, sampai ia lupa kalau meninggalkan Natali yang masih tertidur di kelas. Pasti cewek itu akan memarahi Saffa karena tidak membangunkannya.

"Aku duluan masuk ya, kak?" ujar Saffa, mereka sudah sampai di koridor kelas sebelas. 
"Tunggu,"
"Kenapa?"
"Kamu pulang sama siapa?" tanya Adrian, cowok itu menggaruk lehernya yang tak gatal, agak malu menanyakan hal ini.

"Sama motor kok," balas Saffa, Saffa.mengerjapkan mata dan memiringkan kepala melihat Adrian yang tiba-tiba jadi salah tingkah sendiri.

"Kakak boleh pulang bareng sama kamu?" 

Saffa membulatkan matanya tak percaya, jantungnya lagi-lagi berdebar sangat cepat dan pipinya memanas. Ah, Adrian senang sekali melakukan itu padanya.

"Bo-boleh," Saffa tiba-tiba jadi gugup, "Tapi, kan kak Adrian bawa motor?" sambungnya, setau Saffa Adrian membawa motor.

"Motor kakak bisa Aslan yang atur, hari ini Aslan gak bawa motor. Semesta sengaja kayaknya nyuruh kita pulang bareng," 

Saffa tersenyum lalu mengangguk, "Oke! Nanti kakak kasih tau aja dimana rumah kakak,"


"Aku gak bilang mau ke rumahku, kan?" 
"Loh memangnya mau kemana?" Saffa mengernyit sambil memiringkan kepalanya, bingung. 

"Ke rumahmu, mau ngerasain kue buatan ibu kamu."

🔸🔸🔶

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags