Read More >>"> Hidden Path (Chapter 5 - Trust) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Hidden Path
MENU 0
About Us  

Chapter 5 - Trust

Setelah menunggu beberapa saat, para petugas ambulan akhirnya mengangkut jenazah ke dalam mobil, diikuti para polisi dan detektif yang satu per satu kembali ke mobil mereka. Semantara ayah Hana, Pak Dani, telah pergi beberapa waktu lalu setelah mengambil beberapa foto di sekitar TKP dan mewawancarai warga sekitar. Hana yang masih berada dekat TKP, sengaja menunggu polisi yang menemuinya beberapa saat lalu untuk membiacarakan 'ide gila'-nya.

"Pak Polisi..." panggil Hana ragu-ragu, khawatir kalau polisi itu tak mau berbicara dengannya.

"Lho, masih di sini?"

"Pak, bisa kita bicara sebentar? Ada yang harus saya ceritakan"

"Hmm?"

"Ini tentang wartawan yang datang tadi sore, pak Dani, bapak kenal dengannya kan?"

"Iya tentu.. dia wartawan yang biasa ngabarin kasus-kasus terkenal kan, kita sering kerjasama. Yaa tentu saya jadi sering ketemu. Tapi gak terlalu kenal dekat juga sih. Emangnya kenapa?"

"Apa dia datang ke sini khusus untuk menyelidiki jenazah tadi siang? Atau cuma kebetulan aja?"

"Kurang tau sih. Ada apaan sih emangnya?"

"Maaf kalau saya terkesan lancang. Tapi bisa gak bapak untuk gak memberikan data-data mengenai kasus hari ini pada Pak Dani?"

"Lah.. kenapa gitu? Emangnya kamu siapa?"

"Saya tahu ini terdengar gak sopan, tapi saya mohon, pak. Sebagai gantinya saya punya data yang bisa bapak gunakan untuk penyelidikan kasus siang ini. Saya bisa membantu seperti pak Dani membantu bapak karena kasus ini akan menjadi kasus yang panjang. Dan asal bapak tahu, kasus ini tidak seperti kasus bunuh diri yang polisi pikirkan." ujar Hana begitu serius.

"Kamu tahu tentang kasus kematian wanita ini?"

"Perempuan itu... adalah mahasiswi tingkat akhir bernama Mira. Dia gak bunuh diri. Saya tau identitasnya."

"Dia temanmu?"

"Bukan, tapi saya tau banyak hal yang bisa membantu investigasi ini"

"Kamu saksi? Kalau gitu ikut aja ke kantor polisi dan ceritakan di sana"

"Bukan, dan saya gak bisa melakukannya. Saya hanya bisa menceritakannya pada bapak dengan memberikan informasinya. Saya akan memberitahu semuanya asalkan bapak mau melakukan permintaan saya. Karena itu, saya mohon. Kasus ini... bukan kasus bunuh diri biasa. Ada banyak nyawa yang bisa bapak selamatkan kalau bapak mau mendengarkan saya"

"Kamu ngancem?"

"Bukan gitu pak... tapi tolong setidaknya dengarkan penjelasan saya dulu dan pertimbangkan"

Hana berusaha meyakinkan polisi muda tersebut yang ragu namun terlihat penasaran. Polisi itu nampak berpikir sejenak dan memperhatikan rekan-rekan kerjanya dan jenazah korban yang sudah berada di dalam ambulan.

"Kalau begitu naik ke mobil saya, kita bicara di tempat lain" kata Polisi tersebut sambil membuka pintu depan sebelah kanan sebuah mobil yang terparkir tidak jauh dari posisinya. Ekspresi wajah polisi tersebut seolah belum sepenuhnya percaya namun ia ingin dengar apa yang diketahui Hana. Hana pun dengan cepat berlari menuju pintu yang lain dan pergi dari tempat kejadian perkara.

***

Hari semakin gelap dan gerimis kecil mulai datang menemani malam. Hana dan polisi muda itu berhenti di sebuah warung makan pinggir jalan. Mereka duduk di salah satu bangku plastik di bawah tenda warung makan tersebut.

"Teh manis hangat satu sama pecel ayam. Kamu mau apa?" tanya polisi tersebut. "Saya belum makan dari siang, jadi kita sambil makan aja ya. Kamu juga belum makan kan?" tambahnya.

Hana mengangguk namun terlihat bingung karena sudah lama sekali tidak makan di warung pinggir jalan seperti itu.

"Saya juga sama deh..." ucap Hana pada pelayan warung makan makan tersebut.

"Oke, sebelum kita mulai, saya harus tau identitasmu dulu. Umurmu berapa?" tanya polisi itu.

"Dua puluh empat.. ada apa?"

"Eh kalo gitu jangan kaku-kaku amat lah. Jangan panggil bapak, kita cuma beda tiga tahun ini" ujar polisi itu dengan sikapnya yang langsung berubah santai. Sesuai dugaan Hana, polisi itu masih dibawah 30 tahun. "Saya Arjuna. Panggilnya Juna aja."

"Saya Hana. Lee Hana"

"Oh, bukan orang Indonesia? Bahasa Indonesianya lumayan lancar" puji Juna.

Pembicaraan itu berhenti sejenak saat seorang pelayan membawakan dua gelas teh manis hangat. Hana segera meraihnya dan mengucapkan terima kasih.

"Jadi apa yang sebenarnya mau kamu bicarain?"

"Saya akan beritahu segalanya tapi kamu harus percaya dengan apa yang saya akan katakan bahkan untuk hal yang terdengar gak logis sekalipun" Hana mulai membuka topik pembicaraan. Juna terlihat bingung namun fokus memperhatikan. "Namanya Almira dan dia gak bunuh diri. Mira dibunuh, tapi sepertinya pembunuh itu membuat Mira seolah bunuh diri. Saya gak tahu persisnya tapi saya punya catatan-catatan yang mengarah pada kasus ini. Salah satunya surat terakhir yang kalian temukan di rumahnya, itu bukan surat yang ditulis korban"

"Hah? Sebentar-sebentar... tau darimana kamu? Polisi aja baru mulai penyelidikan. Jangan bercanda deh! Gimana kamu bisa tahu soal kasus ini?" tanya Juna. Ia cukup terkejut mendengar Hana yang mengetahui soal surat terakhir Mira yang ia dan timnya saja belum tahu.

"Nggak, saya ga bercanda. Ini mungkin terdengar gila tapi ini karena... saya berasal dari masa depan. Saya berasal dari 2016" ucap Hana yang terlihat sedikit ragu mengungkapkannya sementara Juna sudah terlihat kaget. Ia hanya menengguk teh hangatnya untuk melarutkan rasa ketidakpercayaannya. Ekspresi wajah Juna sangat jelas menyiratkan ketidakpercayaannya. Keduanya terdiam saling bertatapan. Hanya terdengar suara rintik-rintik hujan, dan riuh suara klakson kendaraan.

"Saya gak percaya. Kamu pasti bercanda. Kamu dateng dari 2016? Kamu kira ini film? Kamu pikir saya akan percaya gitu? Bicara yang jelas kalau kamu mau saya bantu atau kamu justru mau dicurigai sebagai tersangkanya?" Juna akhirnya bereaksi. Ia tetap bersikukuh pada ketidakpercayaannya. Ia bahkan setengah mengancam Hana.

Hana yang sudah mengantisipasi sikap tersebut, terlihat tidak terpengaruh dan tetap tenang.

"Saya tahu kamu pasti anggap saya gila. Saya bisa tahu tentang kasus kematian Mira ini karena di 2016, di dimensi saya, kasus Mira ditutup dengan tidak wajar. Jujur, saya sendiri tidak mengerti apa yang terjadi kenapa saya bisa berada di sini, tapi saya yakin ini adalah kesempatan kedua yang datang untuk saya. Kita bisa menyelesaikan kasus ini bersama dengan benar, agar tidak ada korban lain yang jatuh."

"Lalu kenapa kamu ngelarang saya kerjasama dengan Pak Dani? Dan dari ribuan polisi di Indonesia, kenapa harus saya?"

"Kasus Mira adalah kasus yang sedang Pak Dani kerjakan, dan kamu adalah orang yang akan dihubungi Pak Dani karena kamu juga yang akan menjadi ketua penyelidikan. Kamu adalah sumber info Pak Dani dan saya harus menghentikan hal tersebut agar apa yang terjadi pada dimensi saya, tidak berulang lagi di sini." Jelas Hana.

"Tapi kenapa... harus saya?" Juna terlihat bingung.

"Karena kamu adalah variabelnya, Juna. Kamu adalah penghubung antara masa depan dan masa lalu." Jelas Hana begitu bersemangat. Kau adalah penghubung antara aku dan ayahku, batinnya.

Beberapa jam berlalu dan malam semakin larut. Waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam. Namun Hana masih berada di warung makan tersebut berusaha semaksimal mungkin untuk memohon pada Juna. Hana terus menjelaskan pada Juna apa yang terjadi dengannya mulai dari pintu gudang yang tiba-tiba menghilang sampai menunjukkan smartphone canggihnya yang tentunya belum pernah ada di 2008 sebagai barang bukti bahwa ia benar-benar berasal dari 2016.

"Sudahlah, ini udah larut malam. Kamu hanya buang-buang waktu. Apa kau berharap saya akan mempercayai semua omong kosong itu?" keluh Juna setelah penjelasan panjang lebar Hana.

Ia tahu semua penjelasan Hana terasa nyata jika ia mempercayai bahwa gadis itu berasal dari 2016. Namun nalarnya masih kesulitan menerima bahwa hal yang biasa ia temukan di film kini terjadi di kehidupan nyata.

"Omong kosong? Omong kosong katamu?!" Hana refleks membentak meja di hadapan Juna. "Akan saya katakan satu hal padamu, Maret 2009 sebuah situ akan rusak dan menimbulkan banjir bandang luar biasa, September 2009 sebuah gempa bumi besar terjadi di Sumatera. Dan kamu bilang ini semua omong kosong? Jika kamu begitu yakin ini semua omong kosong, kamu bisa tunggu hari itu tiba dan menjamin keselamatan semua orang untuk buktikan semua 'omong kosong' ini. Kamu sanggup?!" ujar Hana menantang dengan nada tinggi. Semua kejadian yang Hana ucapkan adalah hal yang terjadi di dimensi waktunya. Bencana alam yang merenggut cukup banyak nyawa rakyat Indonesia di kala itu.

Juna terdiam tanpa kata melihat emosi Hana yang begitu meluap-luap. Ia nampak terkejut dengan 'ramalan' yang terucap oleh Hana begitu saja. Ia bisa melihat kepalan tangannya yang mengeras dan nafasnya yang terdengar naik turun menahan amarah.

"Dengar, saya tentu tidak bisa menghentikan semua bencana alam itu, tapi setidaknya saya ingin menyelamatkan dua atau tiga orang yang mungkin bisa saya selamatkan. Apa sebagai sesama manusia, hal itu tidak terpikir olehmu? Apa sebagai seorang polisi juga tidak ada naluri untuk menyelamatkan orang-orang tersebut dalam dirimu?" lanjut Hana dengan nada bicara yang mulai menurun.

Juna tidak memberikan respon. Ia hanya menatap kedua mata Hana dan mencoba memahaminya. Tentu jika semua penjelasan Hana benar, Juna ingin dan harus menghentikan kejahatan yang akan terjadi dan menyelamatkan setiap orang yang bisa ia selamatkan. Namun untuk melakukan semua itu, Juna butuh penjelasan logis yang bisa diterima akalnya.

"Sudahlah.." ucap Juna beranjak dari tempat duduknya. "Saya gak bisa memutuskan apapun sekarang. Akan saya pikirkin semua yang udah kamu jelaskan" tambahnya. Ia segera meraih kunci mobilnya bersiap pergi. Hana pun hanya terdiam melihat reaksi Juna yang cenderung dingin.

Cih, setelah penjelasan panjang ini, dia masih menganggapku bercanda? batin Hana. Mata Hana mengikuti pergerakan Juna yang mulai meninggalkan warung tenda tersebut.

"JIKA KAU MAU BUKTI..." Hana kembali meninggikan suaranya untuk menghentikan langkah Juna. "Kau bisa datang ke toko sembako Mbah Asih di pasar tradisional yang gak terlalu jauh dari rumah Mira, dan tanyakan pemiliknya tentang Mira. Toko itu adalah toko langganannya. Kamu akan menemukan informasi tambahan di sana."

Hana beranjak dari tempat duduknya.

"Setidaknya itu yang bisa saya katakan saat ini agar kamu bisa mempercayai saya" lanjutnya. Ia lalu meninggalkan Juna yang kini terpaku memperhatikannya yang telah melangkah pergi meninggalkan warung tenda tersebut.

***

Siang terik tak membuat Juna dan rekan kerjanya bermalas-malasan menangani kasus kematian Mira. Benar seperti apa yang diucapkan Hana, pimpinan Juna menunjuknya sebagai ketua tim penyelidikan kasus kematian Mira. Namun hal itu hanya ia anggap sebagai kebetulan semata.

Semua nampak sibuk mengerjakan tugas masing-masing. Di dalam ruang kerjanya, Juna pun sibuk membuat laporan kasus kemtian Mira. Meskipun begitu, ucapan Hana semalam sedikit banyak mempengaruhi pandangannya terhadap kasus kematian Mira dan membuatnya sesekali memikirkan kemungkinan terjadinya pembunuhan.

Tok! Tok!

Sebuah ketukan pintu terdengar dari luar. Dimas yang seharian diminta menyelidiki tempat tinggal Mira, muncul dari balik pintu. Pria berkepala pelontos dengan badan sedikit gempal itu datang membawa selembar kertas yang telah dilipat tiga.

"Bang Jun, ini" Dimas menyerahkan selembar kertas.

"Apaan Dim?"

"Kemarin gue nemuin ini di kasur Mira. Kayaknya surat terakhirnya gitu deh.. mungkin lo butuh bang" ujar Dimas menyerahkan surat tersebut dan langsung meninggalkan ruangan.

Juna segera membuka surat tersebut. Isinya tak lebih dari permintaan maaf Mira kepada orang tuanya karena tidak bisa menjadi anak yang bisa dibanggakan, kalimat yang biasa ia temukan pada surat-surat terakhir pelaku bunuh diri kepada orang tuanya. Entah bagaimana, lagi-lagi apa yang diucapka Hana kembali menjadi kenyataan. Surat terakhir itu benar-benar ada.

"Dim"

"Iya?"

"Pas lo temuin ini.. apa lo nemuin hal-hal aneh?" tanya Juna

"Kenapa emang? Ada yang aneh sama suratnya, bang?"

"Nggak sih"

"Hmm.. kayaknya gak ada sih..." ucap Dimas mencoba memutar kembali memori di kepalanya. "Kemarin gue cuma temuin beberapa temen kampusnya. Mereka cuma bilang gak nyangka sama kematian Mira, karena anaknya rame banget katanya. Ceplas ceplos dan extrovert banget. Pada gak nyangka gitu sih, ternyata dia punya beban di balik keceriaannya. Kasian.."

Juna terdiam memikirkan ucapan Dimas.

"Lo ngecek ga, apa Mira punya gangguan kesehatan mental. Kayak bipolar atau depresi gitu misalnya?" tanya Juna.

"Hah? Ng....belum sih, bang"

"Coba lo cari tau sekarang, gue mau cek di tempat lain. Nanti malem kasih follow-upnya ke gue"

"Ok"

Setelah memberi arahan pada Dimas, Juna segera bergegas menuju sebuah pasar tradisional tak jauh dari TKP. Tepatnya di sebuah toko yang disebutkan oleh Hana, jika ia ingin tahu kebenaran atas perkataan gadis itu

Sesampainya di sana, ia langsung bertanya pada beberapa kios tentang toko Mbah Asih. Tak jarang beberapa orang yang penasaran juga menghampirinya untuk sekedar melihat foto Mira yang ia bawa sebagai acuan. Setelah menghampiri beberapa pemilik kios, Juna akhirnya mendapatkan lokasi toko Mbah Asih yang berada di ujung blok dan dimiliki seorang nenek.

"Permisi mbah.. saya dari kepolisian. Mau tanya nih mbah, pernah melihat perempuan ini gak?" tanya Juna tanpa basa basi. Si Mbah mengernyitkan matanya mendekati foto.

"Mira? Kenal lah, baru dua hari lalu dia belanja di sini. Ono opo toh le?"

"Dua hari lalu? Mbah tahu gak, Mira meninggal kemarin. Tubuhnya ditemukan di sungai sudah dalam kondisi tewas"

"Innalillahi le, kamu serius? Mbah gak tau." Ujar Mbah Asih yang terlihat berkaca-kaca. "Meninggal kenapa le? Keliatannya dia baik-baik aja kok pas ketemu mbah kemarin-kemarin"

"Dugaan sementara ini sih bunuh diri mbah. Makanya itu saya datang kemari untuk cari tahu, apa dia benar-benar bunuh diri atau ada hal lain"

"Le, denger ya... dia itu anaknya mbaikkk betul, santun, supel, sama siapa aja dia kenal. Orangnya suka nyapa. Kalo dia lagi ke sini tuh, satu blok ini rame sama dia. Udah kayak cucu mbah sendiri"

"Gak keliatan ada tanda-tanda dia mau bunuh diri gitu mbah? Keliatan murung atau banyak pikiran, gitu?"

"Nggak ada sama sekali le, ga mungkin ah. Anaknya riang banget. Malah kemarin datang belanja banyak wong bapak ibunya katanya mau ke Jakarta minggu depan. Wah pokoke seneng banget keliatannya. Saya tuh deket sama dia karena satu kampung. Dia itu ngerantau dari Jawa, tinggal sendiri di Jakarta buat kuliah sambil kerja, pengen ngajak bapak ibunya tinggal di sini katanya, kalo di Jawa susah dapet kerjanya katanya" ujar si mbah dengan dialek khas jawanya. Sebuah penjelasan yang begitu memberikan secercah cahaya bagi Juna.

Meskipun ia belum bisa menyimpulkan dengan pasti, tapi satu hal yang ia yakini, tidak terlihat sama sekali ada motif bunuh diri pada Mira. Dia hanya perempuan yang supel dan pekerja keras yang selalu terlihat ceria dan disukai banyak orang. Jika Dimas tidak menemukan bukti bahwa Mira memiliki gangguan kesehatan mental, maka tidak ada alasan bagi Mira untuk mengakhiri hidupnya di saat ia hampir merealisasikan mimpinya untuk membawa orang tuanya ke Jakarta.

"Dim, lo masih di luar?" tanya Juna yang langsung menghubungi Dimas dari ponselnya.

"Iya, lagi otw balik ke kantor. Kenapa bang?"

"Bisa mampir sebentar ke rumah Mira dan bawain buku catatannya?"

"Catatan apa?"

"Apa pun, yang ada tulisan tangannya"

"Siap, bang"

Setelah mendapatkan keterangan yang cukup dari Mbah Asih, Juna kembali ke kantor untuk kembali menyelidiki surat wasiat Mira dan buku catatan yang dibawakan oleh Dimas. Dimas yang tidak tahu apa-apa terlihat bingung melihat Juna yang nampaknya membolak-balikkan lembaran buku catatan berwarna pink tersebut.

"Ada apaan sih, bang?" tanya Dimas kebingungan. Juna tidak menjawab dan terlihat sibuk membuka lembaran-lembaran buku catatan itu, seolah tengah mencari sesuatu. Ia menyadari sesuatu terlihat janggal.

Setelah menemukan tulisan yang ia butuhkan, Juna kembali membuka surat wasiat Mira dan kali ini mensejajarkan surat tersebut dengan buku catatan Mira, tepatnya pada catatan paling terbaru dari Mira. Dan tepat seperti dugaannya, kejanggalan itu terlihat. Tulisan pada surat dan tulisan pada buku catatan itu terlihat berbeda. Beberapa bentuk huruf bahkan terlihat berbeda bentuk tarikkan.

Hal ini membuat Juna mau tidak mau kembali memikirkan penjelasan Hana. Ia benci harus mengakuinya namun kasus bunuh diri ini perlahan memang terasa meragukan. Juna akhirnya beranjak dari ruang kerjanya lagi dan bergegas pergi.

"Mau kemana bang? Ada apaan sih?" tanya Dimas mencegah langkah Juna.

"Gue harus nemuin seseorang Dim. Kalau dugaan ini benar, kita kayaknya perlu mengganti status kasus kematian Mira dari Bunuh diri menjadi Pembunuhan" ujarnya yang tentu membuat Dimas terlihat membelalakkan matanya kaget.

***

Juna mengendarai mobilnya menuju sebuah jembatan yang menjadi TKP kematian Mira. Tepat seperti dugaannya, Hana memang berada di sana, di ujung jembatan sambil berbicara dengan beberapa warga sambil mencatat sesuatu. Kini Juna mengerti kenapa wartawan entertainment sepertinya berada di lokasi seperti ini. Ia tidak berada di sini untuk bertugas. Dia berada di sini untuk hal lain, misi pribadinya.

Juna hanya memperhatikan Hana dari ujung jembatan lainnya, menunggu gadis itu selesai berbicara dengan warga.

"OI! GADIS DARI MASA DEPAN!" teriak Juna memanggil Hana yang sudah ditinggalkan oleh warga.

Hana terlihat kaget melihat Juna yang tiba-tiba muncul beberapa meter di belakangnya.

"KAMU GAK MAU IKUT DENGAN SAYA?" ujar Juna sambil membuka pintu mobilnya, tepatnya di kursi depan penumpang.. "Ada banyak yang harus kita urus dan selamatkan, kan katamu?" tambahnya lagi. "Kali ini,.. ayo kita selesaikan kasus aneh ini dengan benar"

Hana tersenyum lebar. Ia tak menyangka polisi yang sangat keras kepala itu akhirnya mau mempercayainya. Tak ada yang lebih membuatnya bahagia saat ini. Karena kesempatan mengubah apa yang terjadi pada dimensi waktunya, kini ada di depan matanya. Ia bahkan tidak peduli apa ia bisa kembali ke 2016 atau tidak. Ia hanya ingin menyelamatkan ayahnya.

*To Be Continued

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (2)
  • AjengFani28

    Mantap thor. lanjutkan ceritanya

    Comment on chapter Chapter 1 - Timeline
  • SusanSwansh

    Wow. Mantul ceritanya. Semakin banyak saja nih penulis misteri kece di Tinlit. Hehe. Jadi tambah semangat nulisnya. Mampir di lapakku ya, Sob. Hehe.

    Comment on chapter Chapter 1 - Timeline
Similar Tags
Mawar Milik Siska
499      262     2     
Short Story
Bulan masih Januari saat ada pesan masuk di sosial media Siska. Happy valentine's day, Siska! Siska pikir mungkin orang aneh, atau temannya yang iseng, sebelum serangkaian teror datang menghantui Siska. Sebuah teror yang berasal dari masa lalu.
SOLITUDE
1529      586     2     
Mystery
Lelaki tampan, atau gentleman? Cecilia tidak pernah menyangka keduanya menyimpan rahasia dibalik koma lima tahunnya. Siapa yang harus Cecilia percaya?
Mysterious Call
460      302     2     
Short Story
Ratusan pangilan asing terus masuk ke ponsel Alexa. Kecurigaannya berlabuh pada keisengan Vivian cewek populer yang jadi sahabatnya. Dia tidak sadar yang dihadapinya jauh lebih gelap. Penjahat yang telah membunuh teman dekat di masa lalunya kini kembali mengincar nyawanya.
The Snow That Slowly Melts
153      94     3     
Romance
Musim salju selalu membuat Minhyuk melarikan diri ke negara tropis. Ingatan-ingatan buruk di musim salju 5 tahun yang lalu, membuatnya tidak nyaman di musim salju. Sudah 5 tahun berlalu, Minhyuk selalu sendirian pergi ke negara tropis sambil menunggu musim salju di Korea selesai. Setidaknya itu yang selalu ia lakukan, sampai tahun ini secara kebetulan dia mengenal seorang dokter fellow yang b...
Premium
Dunia Leonor
68      59     3     
Short Story
Kisah cinta yang tragis. Dua jiwa yang saling terhubung sepanjang masa. Memori aneh kerap menghantui Leonor. Seakan ia bukan dirinya. Seakan ia memiliki kekasih bayangan. Ataukah itu semua sekedar imaji gila? Realitasnya pun ia pertanyakan. Saat kisah dari masa lalu semakin mengusiknya, Leonor hanyut dalam dunia yang penuh misteri. Genre: Gothic Misteri, Romansa Buku cetak juga tersedia ...
Story of April
1767      724     0     
Romance
Aku pernah merasakan rindu pada seseorang hanya dengan mendengar sebait lirik lagu. Mungkin bagi sebagian orang itu biasa. Bagi sebagian orang masa lalu itu harus dilupakan. Namun, bagi ku, hingga detik di mana aku bahagia pun, aku ingin kau tetap hadir walau hanya sebagai kenangan…
Iblis Merah
8804      2369     2     
Fantasy
Gandi adalah seorang anak yang berasal dari keturunan terkutuk, akibat kutukan tersebut seluruh keluarga gandi mendapatkan kekuatan supranatural. hal itu membuat seluruh keluarganya dapat melihat makhluk gaib dan bahkan melakukan kontak dengan mereka. tapi suatu hari datang sesosok bayangan hitam yang sangat kuat yang membunuh seluruh keluarga gandi tanpa belas kasihan. gandi berhasil selamat dal...
Bloody Autumn: Genocide in Thames
8789      2004     54     
Mystery
London, sebuah kota yang indah dan dikagumi banyak orang. Tempat persembunyian para pembunuh yang suci. Pertemuan seorang pemuda asal Korea dengan Pelindung Big Ben seakan takdir yang menyeret keduanya pada pertempuran. Nyawa jutaan pendosa terancam dan tragedi yang mengerikan akan terjadi.
Rose The Valiant
3911      1341     4     
Mystery
Semua tidak baik-baik saja saat aku menemukan sejarah yang tidak ditulis.
GLACIER 1: The Fire of Massacre
574      456     2     
Fantasy
[Fantasy - Tragedy - Action] Suku Glacier adalah suku yang seluruhnya adalah perempuan. Suku damai pengikut Dewi Arghi. Suku dengan kekuatan penyegel. Nila, anak perempuan dari Suku Glacier bertemu dengan Kaie, anak laki-laki dari Suku Daun di tengah serangan siluman. Kaie mengantarkannya pulang. Namun sayangnya, Nila menjatuhkan diri sambil menangis. Suku Glacier, terbakar ....