Di pagi hari jalanan kota Paris yang sepi, Marvin melajukan mobil sport mewahnya dengan kecepatan sedang. Ada pertemuan penting yang harus dihadirinya, karena itu ia harus mempersiapkan segala sesuatunya untuk memenangkan hati seorang pemilik perusahaan terbesar pertama di kota terkenal dengan menara yang masuk kategori keajaiban dunia itu, karena pertemuan ini berpengaruh bagi perusahaannya. Jadi ia harus mempersiapkan diri dan materi yang akan dipresentasikan.
Bayangkan saja bagaimana jadinya jika dua perusahaan raksasa yang begitu terkenal di dunia bersatu.
Hari ini kesempatan Marvin untuk membuat keuntungan perusahaannya menjadi pesat, karena apa pun yang akan dikerjakan oleh Marvin sang CEO muda berbakat harus sepenuhnya terpenuhi atau terlaksanakan, dan dalam kamusnya tidak pernah ada kata MENYERAH, itulah yang selalu Marvin genggam teguh dalam prinsip kehidupannya.
***
Akhirnya setelah melewati perjalanan yang cukup panjang, karena memang mansion-nya yang cukup jauh dari perusahaan. Mobil yang dikendarai Marvin sampai di basement perusahaan, karena jalanan di Pagi hari tidak terlalu ramai.
Para karyawan yang berdatangan mulai dari seorang Manager sampai karyawan memberi hormat padanya, Marvin hanya bergumam sebagai jawabannya. Seperti biasa Marvin yang angkuh.
"Selamat pagi, Sir," ucap seorang karyawan disela-sela berjalan menuju lift.
"Hm." Gumaman itulah yang selalu diucapkan CEO muda nan angkuh. Karyawan itu tak berani menatap matanya, ia hanya menunduk saat sang CEO bergmam.
Ting...
Bunyi itu menandakan bahwa lift telah berhenti di ruangan yang dituju. Marvin keluar dan memasuki ruang kerjanya sebagai CEO.
Seperti biasa ketika ia membuka pintu terlihat wanita cantik dengan postur dan lekukan tubuh yang sangat indah, ah jangan lupakan wajahnya yang terlihat baby face, rambutnya yang panjang sepunggung semakin menambah kecantikan dirinya.
"Tandya" Ucap Marvin dingin
Tandya adalah Model yang sangat terkenal di Paris, ia telah memulai kariernya sejak bangku sekolah. Tandya juga merupakan wanita yang sangat terobsesi pada sosok Marvin, tetapi tidak dengannya, Marvin sangat tidak menyukai Tandya, karena ia tahu jika Tandya memiliki sifat sombong, wanita yang bebas. Tandya juga sering datang ke Club malam bersama teman-teman sosialitanya, dan yang paling tidak Marvin sukai pada diri Tandya adalah ia sangat manja terhadapnya, sehingga membuat Marvin risih akan kehadirannya.
Walaupun seperti itu tetap saja Marvin tidak bisa menjauhkan Tandya dari kehidupannya karena orang tua yang mendekatkan mereka. Big fuck!
Marvin dapat dengan mudah mendapatkan semua informasi tersebut dari orang-orang suruhannya, karena koneksi Marvin yang sangat banyak. Hanya karena ia adalah orang yang sangat berkuasa. Dengan kata lain.
Apa sih yang tidak bisa dilakukan oleh miliarder muda nan tampan ini?
"Hai babe, Come on, I miss you so much," ujar Tandya dengan nada manja dan bergelayutan di lengan Marvin.
"Sedang apa kamu di sini? Ini masih sangat pagi. Dan dengan lancangnya kamu masuk ke ruanganku!" tajam Marvin dengan tatapan elangnya sambil menghempaskan tangan Tandya yang bergelayutan di tangannya.
"Why? I make mistakes? Kamu adalah calon tunanganku, wajar saja bila aku masuk ke ruanganmu, right?" jawab Tandya.
Marvin hanya menghela nafas kasar karena enggan berseteru dengan wanita ini. Marvin berjalan melewati Tandya dan mengabaikannya. Ia mencari berkas yang harus dibawa untuk pertemuan penting dengan Veith Company.
***
Marvin telah tiba di ruangan yang telah dipersiapkan untuk membincangkan masalah kerja sama dengan Mr. Bryan Veith, CEO terkaya yang menduduki peringkat pertama dan disusul oleh Marvin. Dibalik pintu, Marvin merapikan dasinya. Dengan badan yang tegap juga wajah tegas, Ia melangkahkan kakinya menuju ke dalam yang diikuti sekretaris pribadinya, Mella. Ketika membuka ruangan meeting tersebut, ternyata di dalam belum ada siapa-siapa. Marvin bertanya-tanya.
Kemana Mr. Veith? kenapa belum ada konfirmasi jika akan terlambat. Batinnya
Marvin mulai gusar, kapan lagi kesempatan emas ini akan terulang. Masih berlarut-larut dalam pikiran, tiba-tiba teleponnya berbunyi, Marvin pun langsung merogoh saku celananya dan mengeluarkan ponsel bermerek terkenal itu. Setelah menekan tombol hijau, terdengarlah suara khas seorang pria berwibawa di sana
"..."
"Ya?"
"Mr. Alexander, mohon maaf untuk hari ini saya tidak bisa datang ke perusahaan Anda, karena saya harus kontrol tekanan jantung saya ke rumah sakit. Tenang saja untuk kerja sama saya akan mewakilkannya pada anak saya."
"Baiklah Mr. Veith, semoga Anda lekas sembuh."
"Terima kasih, semoga hari ini kerja samanya berjalan lancar, Mr. Alexander."
"semoga Mr. Veith."
Tuttt.
Sambungan diputuskan sepihak oleh Mr. Veith.
Marvin memasukkan kembali benda pipih itu kesakunya. Marvin segera duduk di sofa sambil mencerna baik-baik apa yang disampaikan Mr. Veith tadi.
Apakah anaknya bisa mewakili apa yang akan Mr. Veith katakan dengan baik?
Pertanyaan itulah yang terus terngiang di kepalanya, ia tidak ingin jika kerja sama ini menjadi di luar perkiraannya.
Klek...
Suara pintu yang terbuka membuyarkan lamunan Marvin, ia melihat pada sosok wanita muda, kira-kira berusia 20 tahun. Gadis itu menghampiri Marvin dengan senyum manis yang tidak pernah lepas dari wajahnya. Di samping itu, Marvin yang melihatnya hanya diam tidak bereaksi apa pun.
"Selamat pagi, mohon maaf saya datang terlambat. Dikarenakan saya harus menemani ayah saya di rumah sakit, Ah ya perkenalkan saya Jennaira Veith putri dari Mr. Veith"
"Hm." dingin Marvin.
"Baiklah, bagaimana kerja sama Veith Company dengan Alexander Company, apakah kita akan melaksanakannya?" sambung Marvin.
"Ya...tentu saja, namun sebelum itu saya ingin lebih jelas mengetahui informasi tentang perusahaan Anda,"
Akhirnya, Marvin pun menjelaskan bahan meeting yang sudah ia siapkan dari tadi malam, tanpa melewatkan sedikit pun.
"Baiklah, apa keuntungan yang akan diperoleh perusahaan Veith jika bekerja sama dengan perusahaan Alexander?" tanya Jennaira.
Pertanyaan yang jelas, padat, dan sangat berbobot.
Itulah kata yang hanya mampu di ucapkan Marvin dalam hati. Bagaimana bisa seorang gadis muda memiliki pemikiran seorang pebisnis yang berpengalaman. Marvin berpikir mungkin gadis ini belajar banyak dari ayahnya.
"Tentu saja Anda akan mendapatkan keuntungan besar, karena pada faktanya perusahaan saya menduduki peringkat kedua dari perkembangan pesatnya," ujar Marvin yang tak ingin kalah.
Jennaira terdiam sebentar mendengar jawaban Marvin.
"Baiklah, saya setuju," Jenna mengulurkan lengannya, kemudian disambung oleh tangan Marvin.
"Oke, Deal?"
"Deal. Baiklah karena pertemuannya sudah selesai, saya pamit sekarang," Ucap Jenna dengan senyum yang tidak pernah lepas. Saat ia sudah menghilang dari pandangannya. Marvin segera melonggarkan dasinya. Entah kenapa sejak saat kedatangan Jennaira, tiba-tiba asupan oksigen di ruangan ini terasa berkurang.
Don't Forget.
Vote + Comment My Story
Jangan jadi Silent Readerss eaaks
Maaf kalau gaje hehe
Maaf jika dalam cerita ini tidak ada/kurang feelnya.
Maaf jika typo bertebaran dimana mana.
Follow my IG : honey_le1
Thanks
Honey
Nice prolog. ku udah like and komen. tolong mampir ke ceritaku juga ya judulnya 'KATAMU' ://tinlit.com/story_info/3644 jangan lupa like. makasih :)
Comment on chapter Prologue