Malam yang indah harus di rusak oleh cuaca. Awan gelap telah menghiasi langit sejak sore tadi dan kini tumpahan amarah membasahi negeri. Seorang pemuda berdecak kesal sembari berteduh di depan salah satu kedai makanan yang hanya buka setiap pagi itu.
"Putra mahkota, sebaiknya kita kembali ke istana saja. Hujan tidak akan berhenti dengan cepat." Seorang pria yang merupakan pengawalnya itu angkat bicara sambil mengamati tetesan air yang mengalir dari ujung atap.
"Aku juga ingin kembali, tapi tidak mau basah kuyup." Jinu memundurkan langkahnya sampai menempel di dinding kedai.
Seekor hewan besar melintas di depan Jinu. Hewan itu berlarian di bawah derasnya hujan menuju ke suatu arah. Mata merahnya terlihat dipenuhi amarah. Keempat kakinya menjejak genangan air dengan gesit.
Jinu dan pengawalnya berteriak bersamaan sambil saling berdempetan ke dinding. Mereka tidak mengira akan melihat hewan pemangsa yang berkeliaran di ibukota. Binatang itu bahkan terlihat seperti habis membunuh seseorang.
"Pengawal Gong ... Bukankah seharusnya tidak ada harimau yang bisa masuk ibukota?"
"Sepertinya itu bukan harimau."
Mereka saling bertatapan. "Lalu apa?"
Keberadaan hewan itu akan menimbulkan kehebohan kalau dibiarkan begitu saja. Sebagai seorang putra mahkota, Jinu tidak bisa membiarkan rakyatnya menjadi santapan binatang buas itu.
Karena itu, di tengah hujan yang masih mengguyur, dia berlari mengikuti arah terakhir kali si hewan terlihat. Pemuda itu bahkan mengabaikan pakaiannya yang mulai basah. Pengawalnya juga tidak tinggal diam. Setelah melihat tuannya berlari menerobos hujan, pria tua itu ikut mengejarnya. Mana mungkin pengawal membiarkan putra mahkota berkeliaran sendirian.
Pemuda itu kehilangan jejak. Napasnya terengah-engah sambil menoleh ke segala arah. Keberadaan hewan itu seakan melebur di kegelapan malam.
"Putra mahkota, kenapa lari anda cepat sekali?" Pengawalnya terlambat datang. Dia terlihat sangat parah seolah akan pingsan.
"Aku tidak tahu harus mencari ke mana. Jejaknya menghilang." Jinu berdiri tegak dan menyenderkan tangannya ke sebuah pohon berdahan rendah di sampingnya.
Kilatan cahaya dari penginapan di depannya begitu menyilaukan. Di balik dinding pembatas itu terdapat sebuah penginapan milik Klan Chae. Jinu tidak benar-benar tahu keadaan penginapan itu karena dia tidak pernah diperbolehkan mengunjungi penginapan mana pun. Sebagai seorang putra mahkota, pemuda itu tidak bisa memasuki segala tempat sembarangan.
Klan Chae sepertinya tengah kedatangan seorang tamu. Mata Jinu terus menatap bagian samping penginapan itu. Dia ingin sekali masuk dan menyapa gadis-gadis di dalam sana tetapi pengawal Gong sedang mengawasinya dengan sebelah alis yang terangkat. Pemuda itu mendesah. Pengawalnya itu memang tidak asyik.
Tiba-tiba terdengar suara keributan dari arah penginapan. Mungkin salah satu tamu sedang mengacau. Namun, sesosok hewan besar terlihat melompati tembok dan mendarat di tanah dengan moncong penuh darah sambil menggigit sesuatu.
Jinu terdiam di tempat. Itu binatang yang tadi. Pengawalnya bersiap menghunus pedang. Sekarang wujud hewan itu dapat terlihat dengan jelas. Seekor rubah besar berwarna oranye dengan mata merah menyala. Teriakan orang-orang dari dalam penginapan membuat si rubah langsung melarikan diri.
Segerombolan orang berjubah keluar dari penginapan Gyesi dengan membawa senjata lengkap sambil mengangkat lentera tinggi-tinggi . Hujan telah berhenti dan meninggalkan genangan air yang dapat memperjelas jejak seekor hewan ganas yang kabur.
Jinu yang tengah mengawasi orang-orang itu sembari duduk di sebuah dahan pohon yang rendah mulai menyeringai. Sudah menjadi tanggungjawabnya untuk membantu memberantas kejahatan dan memberikan rasa aman bagi rakyatnya. Dia melompat turun, lalu menyugar rambut hitamnya.
Ikat kepala kain dikibas-kibaskan guna menghilangkan kotoran yang menempel, lalu dipakainya. Pemuda itu mendekati pengawalnya dan meminta pedang. Dia harus ikut berburu. Rakyat lebih suka melihat putra mahkota yang berguna daripada diam menunggu bawahan yang bergerak.
"Aku akan turun tangan!" ucapan tiba-tiba dari pemuda itu membuat si pengawal menghela napas panjang.
Tuannya itu suka membahayakan dirinya hanya untuk membantu rakyat. Namun, si pengawal membiarkannya melakukan apa yang dia ingin lakukan. Tugasnya hanya mengawal dan melindungi tuannya.
Si pemuda berlari mengikuti gerombolan orang tadi.
Di persimpangan jalan yang berlawanan arah dengan perginya orang-orang itu, Jinu melihat sepasang mata merah menyala yang bersembunyi di balik kegelapan. Tidak ada waktu untuk memanggil mereka semua untuk kembali. Tanpa pikir panjang, dia berbalik arah dan mengejar si pemilik mata merah itu.
Kakinya berkecipak di atas genangan air di sepanjang jalan. Lumpur membasahi separuh celananya. Sekelebat bayangan melompat ke atas tembok dan menghilang di balik sebuah bangunan. Pemuda itu ikut melompat. Dia bersusah payah memanjati tembok hingga mendarat sempurna di baliknya.
Kepalanya menoleh ke segala arah. Sepasang mata merah itu mengawasi dari balik pilar. Pemuda itu bangkit dan kembali mengejar. Kakinya tersandung undakan membuatnya menabrak tiang kayu peyangga.
Sudut matanya menatap bayangan seekor hewan yang merangsek ke dalam sebuah kamar. Senyumnya terkembang. Binatang itu akan terkurung di sana.
Dia berlari tergesa-gesa mengikuti jejak si rubah. Pintu kamar terbuka ketika pemuda itu melompat. Mereka bertabrakan. Seseorang terbaring di lantai di bawah tubuh Jinu. Sepasang mata heterokrom menatapnya.
Mereka saling bertatapan. Waktu perlahan melambat. Kedipan mata seorang gadis di bawah tubuh Jinu bagaikan gerak slow motion. Mata yang bersinar dengan bulu mata lentik seakan mengirimkan beribu kupu-kupu yang mendadak mengepakkan sayapnya di dada pemuda itu.
Sebagian wajah gadis itu tertutup selembar kain putih dan menimbulkan kesan misterius. Kemudian, wajah Jinu memerah. Dia melirik tangan kirinya yang terasa seperti tengah memegang benda bulat yang kenyal.
Si gadis yang merasa aset pribadinya dipegang pemuda asing itu langsung menggerakkan tangannya untuk mencekik si pemuda, lalu membantingnya ke samping hingga mereka berganti posisi.
Jinu mengayunkan tangan kanannya yang memegang pedang bersarung ke arah orang itu. Dia berhasil menghindar. Sebelum pemuda itu bangkit, dia segera beranjak pergi sambil memelototi pemuda tidak sopan itu.
Pemuda itu bangkit sambil terbatuk-batuk. Cengkeraman si gadis di lehernya terasa sangat kuat. Namun, seulas senyuman terukir di wajahnya. Dia segera berlari keluar dan mencari keberadaan gadis bercadar putih dengan mata berbeda warna yang sudah menggetarkan hatinya itu.
Dia bertemu dengan pengawalnya di depan gerbang. Kepala pemuda itu masih celingukan ke sana ke mari.
"Tidak ada hewan yang kabur lewat sini, putra mahkota." Pengawalnya memberi laporan.
"Bukan itu. Gadis bercadar putih ... Apakah dia lewat sini?" Jinu masih mengedarkan pandangannya ke segala arah.
"Putra mahkota! Sebenarnya apa yang anda lakukan di dalam sana?"
"Apa? Memangnya melakukan apa?"
"Anda itu baru saja keluar dari rumah wanita penghibur!"
"Apa?" Pemuda itu segera membalik tubuhnya. Sebuah bangunan dengan atap tinggi menjulang di hadapannya. Mulutnya menganga lebar. Mulai terpikirkan olehnya bahwa gadis tadi termasuk salah satu wanita penghibur. Kupu-kupu yang berterbangan di dalam dadanya mulai berguguran.
Wanita penghibur adalah salah satu wanita yang tidak boleh didekatinya. Walaupun mereka terlihat sangat cantik dengan sanggul besar yang menghiasi kepala mereka. Tetap saja mereka hanyalah gadis yang dimiliki dan sudah dinikmati oleh banyak orang.
Wajah pemuda itu menjadi lesu. Namun, kupu-kupu di dadanya kembali berterbangan seolah dia tengah menyadari sesuatu.
"Tunggu ... Gadis itu bukan wanita penghibur. Aku sangat yakin. Wanita penghibur kan harus menggelung rambut mereka dengan heboh walaupun hanya berkeliaran di dalam rumah. Gadis itu ... Rambutnya terurai."
Pemuda itu bersiul senang dengan pemikirannya sembari menggerak-gerakkan tangan kirinya. Sepertinya dia tidak akan mencuci tangannya itu. Sementara, pengawal pribadinya hanya menggelengkan kepalanya. Menurutnya, tuannya tengah dirasuki sesuatu yang berasal dari rumah wanita penghibur itu.
.
.
.
Ceritanya keren. ku udah like and komen. tolong mampir ke ceritaku juga ya judulnya 'KATAMU' ://tinlit.com/story_info/3644 jangan lupa like. makasih :)
Comment on chapter Bab 1 - Penginapan Gyesi