Langkah kakinya terasa berat. Sedikit-sedikit dia terjatuh. Luka di kakinya terlihat dalam dan mengeluarkan darah. Luka itu bahkan jauh lebih sakit daripada terkena sayatan pedang. Jiyu mencoba bangkit dengan bertumpu pada kaki satunya yang baik-baik saja. Gadis itu berhasil melarikan diri dari penginapan Gyesi.
Gadis itu memaksa kakinya untuk melangkah ke suatu tempat dengan menyeret kakinya. Seperti dugaan, klan pengendali angin memang merepotkan. Gerakannya tidak terbaca dan tiba-tiba menyerang. Jiyu meraba-raba dinding rumah seraya berjuang bergerak ke suatu tempat.
Langit malam di kota Yeonsung begitu pekat. Angin menderu kencang disertai aroma nikotin yang menguar memenuhi udara jalanan. Kakinya yang masih sehat terantuk pinggiran pondasi sebuah rumah. Dia kembali jatuh tersungkur. Gadis itu menghela nafas. Perjalanannya terasa sangat berat. Jiyu mengangkat kakinya yang terluka. Dia merobek pakaiannya dan membalut lukanya dengan kain itu.
Suara-suara aneh muncul dari setiap rumah yang membuatnya seperti terkena ilusi. Jalanan juga begitu sepi. Setelah beristirahat sebentar, gadis itu bangkit dan kembali bergerak.
Dia menendang sebuah pintu dari rumah kayu yang tampak sepi. Namun, siapa sangka di dalamnya begitu ramai. Seseorang sangat terkejut dengan kedatangannya. Gadis itu melotot ke arah orang itu. Seakan tahu apa yang di maksud, orang itu mengajak Jiyu mengikutinya.
Seorang pria berbadan tambun tengah duduk di tengah ruangan dengan seorang gadis di pangkuannya. Mereka asyik bercumbu dikelilingi oleh orang-orang berbau nikotin yang mengerumuni meja-meja di sebelahnya.
Jiyu menyeret sebuah kursi dan duduk di depan pria tambun itu. Salah satu kakinya terangkat dan diletakkan dikursi. Dia menelengkan kepalanya seolah menunggu pria itu menyelesaikan urusannya.
"Bos ..." Seseorang berucap pelan seolah takut mengganggu pria yang menjadi majikannya itu. Si pria tambun berhenti. Dia menoleh ke depan dan bertatapan dengan sepasang mata heterokrom.
Gadis itu meraih sebuah bungkusan yang tergantung di pinggangnya dan melemparkan itu ke depan si pria tambun. Cairan berwarna merah merembes keluar dari bungkusan. Si pria tambun tertawa seakan tahu isi dari bungkusan itu. Jiyu berdiri. Tugasnya sudah selesai.
"Hei!" Suara keras dari si pria tambun membuat Jiyu menoleh. Sebuah kantung kecil terlempar ke arahnya.
Dia menangkap kantung itu dengan dua tangan. Si pria tambun menyeringai, "Tambahan ... lalu permintaanmu, orangku sedang bergerak. Tunggu sampai dia kembali."
Jiyu gantian menyeringai. Dia menggenggam kantung berisi koin dan mengangkatnya. Kemudian gadis itu keluar dari tempat berbau nikotin itu.
-----
Rok panjang warna merah berayun pelan seiring dengan langkah kaki anggunnya. Sebelah kakinya berjinjit di setiap langkahnya untuk mengurangi sedikit rasa sakitnya. Sebuah kerudung berlengan berwarna merah muda menutupi kepalanya, menyembunyikan rambut panjang beserta wajahnya. Gadis itu sengaja menutupi sebagian wajahnya agar orang-orang tidak dapat melihat matanya yang berbeda warna.
Ibukota Miryeo terlihat begitu sibuk. Jiyu berjalan di tengah-tengah masyarakat yang menggelar barang dagangannya di pinggir jalan. Dia datang ke ibukota untuk membeli pakaian laki-laki sebagai salah satu properti penyamarannya. Pakaian yang semalam sudah dia bakar karena terdapat bercak darah si pria bertompel dan juga darahnya sendiri.
Gadis itu melewati sebuah papan pengumuman dan berhenti di depannya. Dia membuka sedikit kerudungnya. Sebuah lukisan wajah seseorang tertempel di papan itu.
Seorang pria yang dituduh sebagai pembunuh yang beraksi di penginapan Gyesi dengan ciri memiliki kakiterluka. Ada hadiah uang bagi siapa pun yang berhasil menangkapnya. Jiyu tersenyum. Tidak akan ada yang bisa menangkap pria itu.
Jiyu kembali berjalan sementara bibirnya masih tersungging seulas senyuman. Pria yang sedang dicari adalah dirinya yang menyamar. Orang-orang tidak akan menyadari hal itu.
"Hei pembunuh, diam di sana!" Seseorang berteriak di balik punggungnya. Gadis itu berhenti sejenak, tetapi kemudian menghiraukan teriakan itu.
"Kau, gadis dengan kerudung merah muda!"
Kali ini Jiyu benar-benar berhenti. Langkah kaki seseorang mendekat dan berdiri tepat di hadapannya. Seorang pria bangsawan melipat tangan di dada sambil mengamatnya. Gadis itu mengeratkan pegangan pada kerudung yang menutupi sebagian wajahnya dan mengintip dengan sebelah mata.
"Kenapa anda memanggil saya?" Jiyu berusaha bersikap sopan. Namun, pria bangsawan itu tiba-tiba menarik kerudungnya hingga terlepas dan jatuh di tanah. Rambut panjangnya menjadi berantakan. Sepasang mata heterokromnya terbuka lebar.
"Ternyata benar, itu kau!" Tanpa aba-aba pria itu langsung menyeret Jiyu untuk mengikutinya. Gadis itu berusaha memberontak tetapi tenaga pria itu jauh lebih besar. Ditambah dengan kondisi kakinya yang kurang sehat. Dia hanya diam dan menurut. Apalagi mengetahui kalau pria itu adalah keluarga bangsawan dari klan Chae, klan pengendali angin.
"Oh, Tuan Chae Heo, apa yang membawa anda kemari?" Seorang pria tua bertopi runcing menyambut pemuda kasar itu.
Pemuda itu mendorong Jiyu hingga terjatuh ke lantai. "Aku membawakanmu pembunuh yang beraksi di penginapan keluargaku semalam!" ucapnya sembari memelototi Jiyu.
"Apa?" Pria tua petugas keamanan itu terperangah.
"Kau tidak dengar? Aku membawakanmu buronan. Sekarang beri aku 5000 Pen!"
Pria tua itu merasa bingung sementara Jiyu menahan tawanya. "Begini tuan ... Asal tuan tahu, pembunuh yang sedang kami cari adalah laki-laki dan orang yang anda bawa adalah perempuan."
Pemuda itu mengangguk seolah mengatakan begitu, ya. Namun, dia menarik Jiyu untuk bangkit dan menyibak roknya hingga memperlihatkan kaki ramping nan mulus milik gadis itu. Di pergelangan kaki sebelah kirinya terdapat balutan perban.
Kemudian tangan Heo mengurut kaki Jiyu dan menggenggam pergelangan kakinya. Dia menarik kaki gadis itu mendekat, lalu melepas perbannya. Di balik perban itu terdapat sebuah luka sayatan yang belum sembuh . Pemuda itu menyeringai. Luka itu tampak tidak asing.
"Kau lihat, tuan? Ini luka akibat seranganku. Kau juga tahu aku adalah saksi yang bertarung dengan si pembunuh, bukan? Sudah dapat dipastikan kalau gadis ini adalah si buronan!" Heo menggebu-gebu. Dia begitu bersemangat untuk menangkap Jiyu.
"Dasar mesum!" Jiyu memukul kepala pemuda kurang ajar itu dan merapikan roknya kembali. "Aku terjatuh dari undakan! Paman, kau harus menangkap si mesum ini."
"Si mesum?" Heo hampir meledak, tetapi hadiah 5000 pen kembali menyandarkannya. "Tuan, percayalah padaku. Aku saksi kejadian semalam. Pembunuh yang mendatangi penginapan kami memiliki mata yang berbeda warna seperti gadis ini. Aku sangat yakin dia pembunuhnya!"
Heo terus membuat keributan dan mengotot bahwa Jiyu adalah si pembunuh. Pada akhirnya, mereka diusir karena Heo menghamburkan seisi kantor dengan kekuatan anginnya. Gadis itu menyeringai menatap pemuda yang berteriak frustasi di depan kantor keamanan.
"Kau! Aku yakin kau si pembunuh! Luka di kakimu itu karena kekuatanku. Berhentilah menipu dan mengaku sekarang!" Otot-ototnya sampai menonjol karena dia berteriak sepenuh tenaga.
"Hentikan! Kau hanya akan kehilangan suaramu sebentar lagi." Jiyu menggeleng lalu melangkah meninggalkan pemuda keras kepala itu.
Seperti yang dia duga, tidak akan ada yang percaya kalau si pembunuh adalah dirinya yang menyamar kecuali si pemuda keras kepala itu. Namun, Jiyu tidak perlu khawatir karena pemuda itu hanya akan dianggap gila walaupun mengungkapkan kebenarannya sekali pun.
Heo menahan lengan Jiyu. Gadis itu menoleh. Sepertinya pemuda itu tidak akan menyerah begitu saja.
"Hei, lepas pakaianmu. Aku tahu kau sengaja menyamar menjadi gadis lemah lembut!" Pemuda kurang ajar itu menarik pita yang mengikat atasan Jiyu. Dia sedang mencoba untuk menelanjangi gadis itu.
Mata Jiyu membulat. Dengan sekali sibak, pakaian dalamnya akan terlihat. Dia memegangi tangan Heo agar tidak melangkah terlalu jauh. Namun, pemuda itu tidak mau berhenti.
"Hentikan! Paman! Pemuda ini mau memperkosaku!" Jiyu berteriak sembari mempertahankan atasannya.
Segerombolan petugas keamanan keluar dan segera menahan Heo. Pemuda itu berteriak kesal sambil mengumpat. Sementara itu, Jiyu merapikan atasan dengan mengikat pitanya kembali, lalu melenggang pergi meninggalkan Heo yang diseret masuk ke dalam kantor keamanan.
.
.
.
Ceritanya keren. ku udah like and komen. tolong mampir ke ceritaku juga ya judulnya 'KATAMU' ://tinlit.com/story_info/3644 jangan lupa like. makasih :)
Comment on chapter Bab 1 - Penginapan Gyesi