Suara ketukan jari beradu dengan meja kayu yang lapuk dan menjadi satu-satunya sumber bunyi. Jari lentik itu terus mengetuk-ngetuk sementara si empunya tengah menatap seorang pria bertubuh besar penuh lemak yang duduk di atas kursi tinggi tepat di depannya.
Rambut hitam panjang gadis itu berkibar tertiup angin dari jendela kecil di belakang tubuhnya yang memang tidak berbingkai dan hanya berupa lubang kotak. Bau nikotin mulai memenuhi ruangan berasal dari tubuh si pria besar.
Dia menyibak sebagian rambutnya yang dikepang ke belakang telinga. Si pria gembul mengangkat lengan memperlihatkan tato naga besar yang cocok dengan bentuk tubuhnya. Gadis itu tersenyum kecil. Akan sangat lucu ketika si empu tato melakukan diet. Gambar naga itu pasti jadi ikutan mengkerut menjadi cacing keriput.
Gulungan kertas keluar dari pakaian si pria gembul dan tersodor di hadapan gadis yang masih mengetuk-ngetukkan jarinya itu. Mata heterokromnya --kanan berwarna hitam dan kiri berwarna biru-- menatap lukisan wajah seseorang dari lembaran kertas gulungan itu. Kemudian sekantung uang diletakkan di sebelah kertas bergambar itu.
"Akan kutambah sekantung lagi kalau kau berhasil membawakan jantungnya padaku."
Seringaian kecil muncul dari mulut gadis itu. Ketukan jarinya terhenti. Tangannya terlipat di atas meja sedangkan tubuhnya semakin mendekat. "Aku tidak butuh uang tambahan. Sebagai gantinya, carikan aku informasi mengenai keluarga tabib Han yang dulu sangat terkenal di desa Sochi. Bagaimana?"
Gantian si pria gembul yang menyeringai. Giginya yang hitam sedikit terlihat. Nikotin sudah merusak giginya. "Itu mudah sekali, Nona. Aku akan berikan yang kau mau selama kau melaksanakan tugasmu."
Gadis itu memundurkan tubuhnya. "Tentu saja. Lalu, bagaimana aku bisa menemukan pria bertompel ini?"
"Si brengsek itu adalah seorang pegawai kerajaan. Dia memata-matai bisnisku dengan berpura-pura menjadi anak buahku. Kau dapat menemuinya di penginapan Gyesi."
"Wow, pegawai kerajaan. Menarik."
"Si brengsek itu bersembunyi di penginapan itu. Orang-orangku tidak bisa mendekat karena tempat itu milik seorang bangsawan dari klan Chae. Kau tahu kan mereka itu siapa?"
"Tentu saja. Klan pengendali angin, tetapi jangan khawatir tuan. Aku akan melaksanakan tugasku dengan baik. Lihat saja, akan kubawakan jantung pria bertompel ini padamu."
"Kupegang janjimu nona atau orang-orangku yang akan membawa jantungmu!"
"Tentu saja, tuan."
Si pria gembul itu berdiri, menggoyangkan beratus mil lemak di perutnya. Sebelum pria itu benar-benar keluar, gadis itu berteriak, "Senang berbisnis dengan anda!"
Gadis itu mengangkat kedua kaki ke atas meja dan menyenderkan tubuhnya di punggung kursi. Matanya menatap langit-langit rumah yang mirip gudang bobrok itu. Atap berlubang dengan sarang laba-laba menggantung di sana-sini. Meja lapuk di makan rayap juga jendela tak berbingkai menghiasi tempat itu.
Tempat itu adalah salah satu ruang kerjanya. Letaknya di pinggir hutan yang memudahkan orang-orang untuk menemuinya. Terutama mereka yang sangat ingin menyewanya untuk memburu seseorang.
Rumah asli yang dia tempati berada jauh di tengah hutan. Gadis itu bernama Jiyu. Dia adalah seorang gadis berusia tujuh belas tahun yang hidup sendirian di dalam hutan.
Seorang gadis penuh dendam yang masih berusaha mencari orang yang bertanggungjawab atas hidupnya. Mencari orang yang membuatnya harus mengalami kehidupan seperti itu.
Percikan amarah masih tersimpan rapi di dalam dadanya. Tinggal menunggu waktu sampai perasaan itu terluapkan. Selagi menunggu, gadis itu terus menempa dendamnya dengan membantu orang-orang membalaskan amarah mereka.
"Ah, aku harus mulai bergerak. Klan pengendali angin itu sedikit merepotkan. Aku harus mengikat rambutku lebih kencang." Gadis itu mempermainkan kursi dengan mendorong-dorongnya ke belakang. "Apa aku juga perlu mencuri sedikit?" tambahnya sambil terkikik.
Tiba-tiba prakkk ... Kursi yang dia duduki patah. Gadis itu terjatuh dengan kaki yang masih menggantung di atas meja. "Dasar kursi bodoh!!" umpatnya sambil meringis kesakitan.
-------
Angin bertiup kencang menggoyangkan daun-daun di atas pepohonan. Langit malam tanpa bintang sangat membantu gadis itu untuk bersembunyi. Dia berbaring tengkurap di atas genting salah satu rumah yang berada tepat di samping penginapan Gyesi dengan sesuatu yang tersampir di punggungnya.
Penginapan masih terang, padahal sekarang sudah lewat tengah malam. Beberapa penjaga berkeliaran di sekitar pintu masuk maupun di dalam. Satu jam lamanya gadis itu mengamati keadaan penginapan. Pria bertompel yang dia cari belum terlihat. Jiyu sampai menguap lebar akibat bosan menunggu.
Seseorang tampak membuat keributan di dalam sana. Seorang pria menendang wanita tua yang sepertinya pelayan di sana. Pelayan yang lain tidak berani mendekat. Mereka hanya menunduk di samping wanita yang bersimpuh di tanah.
Gadis itu memicingkan matanya dan mengamati pria itu. Kemudian menyeringai. Itu adalah pria yang dia cari.
Setelah membuat keributan, pria itu berjalan oleng melewati beberapa penjaga sambil marah-marah. Gadis itu semakin menyeringai. Tugasnya kali ini akan menjadi mudah karena si target sedang mabuk.
Gadis itu mengamati keadaan sekali lagi sebelum akhirnya memutuskan untuk melompat memasuki area penginapan. Pakaiannya yang serba hitam membaur dengan sempurna di kegelapan. Rambutnya digulung tinggi dan dilapisi dengan kain penutup kepala. Dia juga memakai kain lain berwarna senada dengan pakaiannya untuk menutupi setengah wajahnya.
Langkah kakinya sangat pelan dan hampir tidak terdengar. Dia mengikuti suara orang mengoceh yang sudah dapat dipastikan itu adalah si pria bertompel. Mata heterokromnya dengan mudah mulai menyesuaikan dengan kegelapan koridor yang dilewatinya.
Sesekali dia menengok ke belakang untuk memastikan tidak ada orang yang memergoki. Sebuah lampu penerangan beserta bayangan seseorang mendekat dari ujung koridor. Gadis itu menoleh dengan panik. Tidak ada tempat bersembunyi di sana. Langkah kakinya berderap kebingungan.
Dengan nekat, dia mencoba membuka salah satu pintu kamar yang ternyata tidak terkunci, lalu bersembunyi di dalamnya. Gadis itu menghembuskan napas lega dan menyeringai. Dia harus berterima kasih pada pemilik kamar yang dengan ceroboh membiarkan pintunya tidak terkunci.
Gadis itu mengangkat kepalanya. Sesaat matanya membelalak lebar melihat sebuah adegan di dalam kamar itu. Bahkan napasnya sampai ikut berhenti. Sepasang muda-mudi tengah melakukan sesuatu.
Seorang laki-laki tengah mencumbui wanita yang berbaring di bawahnya dengan penuh nafsu sementara tangan laki-laki itu meraba-raba tubuh telanjang si wanita.
"Sialan," batin gadis itu.
Dia berbalik badan sambil berkacak pinggang. Pilihannya bersembunyi di kamar itu adalah sebuah kesalahan.
Pemandangan itu sungguh menodai matanya. Ditambah suara lenguhan manja yang menggores sanubari itu membuatnya jengah.
Mendadak hasrat ingin membunuh muncul dalam dirinya untuk menghabisi nyawa dua sejoli yang tidak menyadari adanya orang ketiga di kamar mereka. Dia mengeluarkan sebuah benda berkilat dari celah pakaian. Sebuah pisau kecil dari perak sudah tergenggam di tangannya.
Dia berbalik badan lagi dan melangkah mendekati dua sejoli yang masih tidak menyadari ada seseorang tak diundang di kamar mereka. Mereka malah asyik berguling dan berganti posisi. Langkah kakinya terhenti.
"Mungkin aku akan membunuh mereka setelah menyelesaikan tugasku," batinnya, lalu segera berbalik badan lagi dan menggeser pintu kamar itu sepelan mungkin.
Namun, tepat saat dia keluar, wajahnya bertatapan dengan wajah seseorang yang mengangkat lentera. Sepertinya dia ketahuan.
.
.
.
.
Tbc
Ceritanya keren. ku udah like and komen. tolong mampir ke ceritaku juga ya judulnya 'KATAMU' ://tinlit.com/story_info/3644 jangan lupa like. makasih :)
Comment on chapter Bab 1 - Penginapan Gyesi